Mendukung akses setara untuk layanan kesehatan khusus bagi penyandang disabilitas:
Inisiatif Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Biaya yang ditanggung sendiri (Out-of-pocket expenditure) untuk layanan kesehatan di Indonesia tergolong tinggi, yakni 34% dari total belanja kesehatan pada 2018. Meskipun pemerintah Indonesia telah memperluas cakupan Jaminan Kesehatan Nasional namun
lebih dari 40 juta orang masih belum terjangkau. Orang-orang yang hidup dengan kondisi disabilitas menghadapi banyak hambatan dalam mengakses perawatan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, hak atas kesehatan bagi penyandang disabilitas diatur dalam Peraturan Daerah No. 4/2012. Provinsi Yogyakarta juga telah memperkenalkan skema asuransi kesehatan khusus untuk para penyandang disabilitas atau Jamkesus
(Jaminan Kesehatan Khusus) pada 2014, yang mencakup perawatan medis, layanan rehabilitasi, dan perawatan kesehatan preventif. Ini merupakan skema kesehatan khusus pertama yang pernah ada di Indonesia. Jamkesus mendapat alokasi anggaran tahunan sekitar
Rp 5-7 miliar dari anggaran provinsi.
Meski sudah ada regulasi dan program Jamkesus, banyak penyandang disabilitas yang awalnya masih belum memanfaatkan Jamkesus saat diluncurkan pada 2014. Bahkan hanya 5% dari alokasi anggaran Rp 5 miliar yang terserap di tahun pertama pelaksanaannya.
Untuk memahami mengapa banyak penyandang disabilitas yang tidak mengakses Jamkesus, Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta melalui Unit Pelaksana Teknis Bapel Jamkesos (Balai Penyelengaraan Jaminan Kesehatan Sosial) mengadakan serangkaian konsultasi
dengan para pemangku kepentingan dan organisasi-organisasi yang bekerja untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Dua permasalahan penting teridentifikasi dalam konsultasi tersebut.
Masalah pertama adalah kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah dan tidak adanya database terpusat tentang penyandang disabilitas. Jamkesus pada awalnya hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi. Hal ini menyebabkan Dinas Kesehatan kesulitan
untuk menggalang dukungan dari instansi pemerintah lainnya. Di samping itu, validitas data dalam program Jamksesus merupakan tantangan utama lainnya. Banyak peserta yang belum terdaftar dalam program ini, sedangkan nama yang telah terdaftar masih
memiliki informasi yang tidak lengkap atau sudah kedaluwarsa.
Untuk mengatasi masalah tersebut, WHO memberikan dukungan teknis kepada Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta di bawah kerangka Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas (United Nations Convention on the Rights of Persons
with Disabilities/ UNCRPD). Dukungan diberikan untuk pengkajian peraturan, penyusunan rekomendasi kebijakan, rehabilitasi fisik dan dasar bagi fasilitas kesehatan masyarakat, serta perbaikan pengumpulan dan analisis data disabilitas.
Dengan dukungan WHO, tiga peraturan gubernur telah diamandemen dan diterbitkan untuk memastikan Jamkesus dapat dilaksanakan dan diakses dengan baik, yaitu Peraturan Gubernur tentang Pedoman Kepesertaan Sistem Jaminan Kesehatan Semesta
pada 2016,
Sistem Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Khusus bagi Penyandang Disabilitas pada 2017, dan Alat Bantu Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas pada 2017. Peraturan-peraturan baru ini mengakui adanya kebutuhan dan tantangan khusus yang dialami para penyandang disabilitas, dan menyederhanakan prosedur administratif untuk memungkinkan akses yang lebih baik ke Jaminan Kesehatan Nasional dan
program Jamkesus.
Perubahan struktural ini membuat Pemerintah Provinsi Yogyakarta terlibat penuh dalam pelaksanaan Jamkesus. Mereka secara aktif menggerakkan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk bekerja secara lebih kolaboratif
dalam melaksanakan program Jamkesus. Database penyandang disabilitas yang dikembangkan Dinas Sosial Provinsi juga dimutakhirkan dan diperkaya untuk memperlancar proses konfirmasi peserta Jamkesus.
Tantangan lain dalam program Jamkesus adalah aksesibilitas. Pelayanan kesehatan konvensional seringkali mengabaikan hambatan yang dihadapi para penyandang disabilitas. Skema Jaminan Kesehatan Nasional memerlukan prosedur rujukan berlapis yang dapat menimbulkan
hambatan signifikan bagi mereka dengan mobilitas terbatas.
Sebagai gambaran, seorang penyandang disabilitas harus melalui prosedur administrasi dan konsultasi kesehatan di enam kantor berbeda sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Di daerah yang infrastruktur publiknya belum ramah disabilitas,
hal ini sulit dilakukan dan akan mengakibatkan tingginya biaya yang perlu dikeluarkan orang tersebut.

Keterangan foto: Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta meluncurkan layanan inovatif Jamkesus Terpadu untuk menyederhanakan proses administratif dan menghadirkan layanan kesehatan lebih dekat dengan penyandang disabilitas. Dalam foto ini, Jamkesus Terpadu
sedang dilaksanakan di Kabupaten Bantul. Kredit foto: Pemerintah Kabupaten Bantul.
Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta meluncurkan layanan inovatif satu atap, yakni Jamkesus Terpadu untuk menyederhanakan proses administrasi dan mendekatkan layanan kesehatan kepada para penyandang disabilitas. Dalam pelaksanaannya, seluruh kantor
administrasi dan penyedia layanan berada di satu tempat sehingga layanan Jamkesus lebih nyaman dan efisien bagi para penyandang disabilitas. Mengambil konsep rumah sakit lapangan, pelayanan Jamkesus Terpadu dilaksanakan hingga 25 kali per tahun, secara
bergiliran di kabupaten/kota di Provinsi Yogyakarta. Layanan Jamkesus Terpadu memberikan bantuan transportasi dari rumah ke lokasi layanan, pendaftaran, pemeriksaan kesehatan dasar, perawatan medis spesialis, penyediaan alat bantu, dan asesmen rehabilitasi
sosial dan vokasional.
Sejak layanan Jamkesus Terpadu diluncurkan, jumlah penyandang disabilitas yang mengakses layanan kesehatan meningkat pesat. Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta mencatat adanya peningkatan penyerapan anggaran yang signifikan dari Rp 200 juta pada 2014
menjadi Rp 5 miliar pada tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan dan pemanfatan layanan kesehatan di antara para penyandang disabilitas ketika layanan tersebut dirancang agar mudah diakses oleh mereka.
Saat ini, layanan Jamkesus Terpadu sebagian didanai oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dengan kontribusi tanggung jawab sosial perusahaan yang signifikan. Kelompok masyarakat, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan pihak swasta telah
bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Yogyakarta untuk mendukung program Jamkesus melalui pembiayaan, penyediaan alat bantu dan layanan gratis bagi para penyandang disabilitas. Pada 2018, layanan ini dinobatkan sebagai salah satu layanan publik
paling inovatif oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Program Jamkesus mendapat banyak perhatian dari provinsi lain yang ingin mengadopsi dan mereplikasi inisiatif tersebut. Yogyakarta sekarang dikenal sebagai salah
satu pusat pembelajaran terbaik untuk mendorong asuransi kesehatan inklusif dan memastikan terselenggaranya layanan kesehatan yang dapat diakses oleh para penyandang disabilitas.