Merancang intervensi malaria spesifik bagi penduduk yang hidup berpindah-pindah
Indonesia telah mencapai kemajuan luar biasa dalam menghentikan penularan lokal malaria melalui peningkatan intervensi seperti penyediaan kelambu berinsektisida sejak 2004, penyemprotan dinding dalam ruangan, diagnosis berkualitas, obat antimalaria yang
efektif, dan surveilans yang baik. Hasilnya, 75% penduduk Indonesia kini tinggal di kabupaten/kota yang bebas penularan lokal penyakit malaria. Di banyak daerah, penyakit malaria saat ini terkonsentrasi di daerah terpencil, terutama di kawasan hutan
tempat reservoir malaria berada.
Penduduk yang hidup berpindah-pindah, terutama orang yang tinggal dan bekerja di hutan, berisiko lebih besar tertular malaria karena terpapar nyamuk Anopheles setiap hari dan kurangnya akses ke layanan kesehatan. Pada saat yang sama, pergerakan mereka
yang luas berpotensi membawa penyakit malaria dari daerah dengan tingkat penularan tinggi ke daerah penularan rendah atau bebas malaria.
Pada tahun 2019, Program Pengendalian Malaria Nasional (National Malaria Control Programme) mengadakan lokakarya yang dihadiri oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral untuk membahas cara meningkatkan akses kesehatan bagi penduduk yang hidup berpindah-pindah. Lokakarya tersebut mengidentifikasi tiga kelompok berisiko yang membutuhkan perhatian lebih dan intervensi malaria khusus, yaitu: penambang, pekerja
hutan dan komunitas adat terpencil yang tinggal di daerah dengan penularan malaria tinggi dan kurang mendapat akses ke layanan kesehatan.
Intervensi malaria yang diterapkan saat ini dirancang untuk populasi yang hidup menetap di pedesaan atau perkotaan. Oleh karena itu, intervensi khusus perlu dikembangkan untuk penduduk yang hidup berpindah-pindah untuk memastikan mereka tidak tertinggal
dalam upaya menuju eliminasi malaria.
Data awal tentang penyebaran penduduk yang berpindah-pindah di Indonesia sangat terbatas dan tersebar di berbagai kementerian dan kabupaten. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami sikap dan perilaku mereka terhadap intervensi
malaria serta cara terbaik untuk menjangkau kelompok-kelompok ini.

Keterangan foto: Upaya menjangkau masyarakat dilakukan dengan Suku Anak Dalam di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi sebagai bagian dari Tinjauan Bersama Program Malaria. Kredit foto: Subdirektorat Pengendalian Malaria, Kementerian Kesehatan
Menindaklanjuti rekomendasi program pengendalian malaria nasional, WHO bekerjasama dengan Unit Riset Klinis Eijkman-Oxford (Eijkman-Oxford Clinical Research Unit) untuk melakukan studi berjudul 'Pemetaan populasi penduduk yang hidup berpindah-pindah di
daerah dengan penularan malaria luar ruangan di Indonesia'. Studi ini memiliki tiga tujuan khusus: untuk mendeskripsikan jenis, ukuran, dan karakteristik penduduk yang hidup berpindah-pindah, merekomendasikan intervensi yang efektif untuk menghentikan
penularan, dan mengembangkan kerangka kerja intervensi untuk penambang, pekerja hutan, dan komunitas adat terpencil.
Salah satu elemen inti dari studi ini adalah kerja lapangan yang terdiri dari survei darah massal dan wawancara mendalam dengan pekerja pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan, pekerja hutan di Provinsi Bengkulu, dan masyarakat adat di Provinsi Jambi.
Studi ini akan memberikan informasi penting untuk merancang intervensi yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik khusus dari penduduk yang berpindah-pindah untuk mempercepat upaya eliminasi malaria di Indonesia.