Students and teachers will need a full range of support to help catch up on lost learning
SOLO CITY, INDONESIA - A student wearing a face mask has her temperature checked before entering a class at the Warga elementary school on September 03, 2021 in Solo City, Central Java, Indonesia. Indonesia is easing restrictions gradually as cases fall in the island of Java and Bali. With the easing, some schools are allowed to hold limited face-to-face learning, with classes held at 50 percent of the usual capacity. (Photo by Ulet Ifansasti/Getty Images)
Jakarta, 15 September 2021 – Almost 18 months after schools in Indonesia were closed to curb the spread of COVID-19, UNICEF and the World Health Organization (WHO) urge all schools in the country to safely reopen and resume face-to-face learning for children as soon as possible.
According to government data, over 60 million students in Indonesia were affected by nationwide school closures in March 2020. Since then, 39 per cent of schools have reopened for limited face-to-face learning, as of 6 September 2021, in line with the national guidelines.
Given the high transmissibility of the Delta variant, public health measures are critical to reduce community transmission in all settings, including schools. Even in areas with high rates of COVID-19, WHO recommends for schools to safely reopen by adopting measures to minimize transmission of the virus. With strict safety protocols, schools can be safer environments for children than being out-of-school.
“When considering opening up schools, we need to assess how to apply the necessary public health measures, such as physical distancing, keeping at least one meter apart, and making sure that students can wash their hand with soap regularly. But we must understand schools do not operate in isolation. Schools are part of communities,” said Dr Paranietharan, WHO Representative to Indonesia. “So, it is essential that when we open schools, we also bring transmission in those communities under control.”
School closures impact not only on students’ learning, but also on their health and well-being at critical developmental stages, with long-lasting repercussions. A recent survey by Ministry of Health and UNICEF found that, among 4,374 health centres across all 34 provinces, 58 per cent reported difficulty in providing school-based vaccination programmes.
Children who are not in school also face additional risks of exploitation alongside physical, emotional and sexual violence. Worrying increases in child marriage and child violence have been documented in Indonesia since the start of the pandemic. Religious courts recorded a three-fold increase in requests for marriage dispensations, from 23,126 in 2019 to 64,211 in 2020.
Although successful measures have been put in place by national and local authorities to support remote learning, many children are still facing significant disruptions to their education. In a survey conducted in the last quarter of 2020 across 34 provinces and 247 districts, over half (57.3 per cent) of households with children said that access to reliable internet is a major concern. About a quarter of parents said they lacked the time and capacity to support their children with remote learning, while almost three in four said they were concerned about learning loss.
“For children, schools are more than just classrooms. They provide learning, friendship, safety and healthy environments,” said UNICEF Representative Debora Comini. “The longer children are out of school, the longer they are cut off from this critical support. As COVID-19 restrictions are eased, we must prioritize the safe reopening of schools so that millions of students do not suffer lifelong damage to their learning and potential.”
As schools reopen for face-to-face learning across the country, a comprehensive recovery response for students should be put in place to minimize the impact of long-term school closures on children’s lives. UNICEF and partners call for three key priorities for recovery in schools:
Targeted programmes to safely bring all children and youth back in school where they can access services to meet their individual learning, health, psychosocial wellbeing, and other needs.
Refresher or remedial learning plans to help students catch up on lost learning while moving them through new academic material.
Support for teachers to address learning loss, including through digital technology.
###
* Source: Towards a child-focused COVID-19 response and recovery
https://www.unicef.org/indonesia/reports/towards-child-focused-covid-19-response-and-recovery
Media contacts
Kinanti Pinta Karana
Communications Specialist
UNICEF Indonesia
Tel: +62 8158805842
Email: kpkarana@unicef.org
WHO Communications Team
Email: seinocomm@who.int
About UNICEF
UNICEF promotes the rights and wellbeing of every child, in everything we do. Together with our partners, we work in 190 countries and territories to translate that commitment into practical action, focusing special effort on reaching the most vulnerable and excluded children, to the benefit of all children, everywhere.
About WHO
The World Health Organization provides global leadership in public health within the United Nations system. Founded in 1948, WHO works with 194 Member States, across six regions and from more than 150 offices, to promote health, keep the world safe and serve the vulnerable. Our goal for 2019-2023 is to ensure that a billion more people have universal health coverage, to protect a billion more people from health emergencies, and provide a further billion people with better health and wellbeing. For more information about WHO and its work in Indonesia, visit www.who.int/indonesiaFor more information about UNICEF and its work for children, visit www.unicef.org.
#####
Indonesia: 18 bulan setelah sekolah ditutup, kini waktunya anak-anak
kembali ke sekolah dengan aman sesegera mungkin – UNICEF/WHO
Murid dan guru membutuhkan berbagai bentuk dukungan untuk mengisi ketertinggalan dalam pembelajaran
SOLO, - Seorang siswa yang mengenakan masker wajah diperiksa suhu tubuhnya sebelum masuk kelas di SD Warga pada 03 September 2021 di Kota Solo, Jawa Tengah. Indonesia melonggarkan pembatasan secara bertahap karena kasus-kasus menurun di pulau Jawa dan Bali. Dengan pelonggaran tersebut, beberapa sekolah diizinkan untuk mengadakan pembelajaran tatap muka terbatas, dengan kelas diadakan 50 persen dari kapasitas biasa. (Foto oleh Ulet Ifansasti/Getty Images)
Jakarta, 15 September 2021 – Hampir 18 bulan telah berlalu sejak sekolah-sekolah di Indonesia ditutup dalam upaya menekan laju penularan COVID-19. Kini, UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong agar semua sekolah di seluruh Indonesia dibuka kembali dengan aman dan agar pembelajaran tatap muka (PTM) dilanjutkan bagi semua anak sesegera mungkin.
Menurut data pemerintah, lebih dari 60 juta murid di Indonesia terdampak penutupan sekolah yang dilakukan pada bulan Maret 2020. Saat ini, baru 39 persen sekolah yang telah kembali dibuka dan menyelenggarakan PTM secara terbatas sejak 6 September 2021, sejalan dengan panduan nasional dari pemerintah.
Mengingat tingkat penularan varian Delta yang tinggi, protokol kesehatan sangat penting ditegakkan untuk menurunkan penularan komunitas di semua lingkungan, termasuk lingkungan sekolah. Di wilayah dengan angka kasus COVID-19 yang tinggi sekalipun, WHO tetap menyarankan agar sekolah kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan. Dengan aturan kesehatan yang ketat, sekolah dapat menawarkan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak dibandingkan dengan keadaan di luar sekolah.
“Saat hendak membuka kembali sekolah, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah cara menerapkan protokol kesehatan yang esensial, seperti menjaga jarak minimal satu meter dan memastikan murid dapat mencuci tangan dengan sabun dan air secara teratur. Namun, kita pun harus ingat bahwa sekolah tidak berada di ruang vakum. Sekolah adalah bagian dari masyarakat,” ujar Dr. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. “Dengan demikian, saat kita memutuskan untuk kembali membuka sekolah, kita harus pastikan penularan di masyarakat tempat sekolah berada juga dapat dikendalikan.”
Penutupan sekolah tidak hanya berdampak terhadap pembelajaran, tetapi juga terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak yang sedang berada di dalam tahap penting perkembangannya, serta dengan konsekuensi jangka panjang. Dalam survei yang dilakukan baru-baru ini oleh Kementerian Kesehatan RI dan UNICEF, ditemukan bahwa 58 persen dari 4.374 puskesmas di 34 provinsi melaporkan kesulitan menyediakan layanan vaksinasi di sekolah.
Anak di luar sekolah juga lebih berisiko menjadi korban eksploitasi ataupun kekerasan fisik, emosional, dan seksual. Indonesia telah mencatat kenaikan yang memprihatinkan dari angka perkawinan usia anak dan kekerasan sejak pandemi bermula. Di pengadilan-pengadilan agama, permohonan dispensasi nikah naik tiga kali lipat dari 23.126 pada tahun 2019 menjadi 64.211 pada tahun 2020.
Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran jarak jauh. Meskipun sebagian di antaranya terbukti efektif, tak sedikit anak yang masih menghadapi hambatan signifikan dalam belajar. Dalam sebuah survei yang dilakukan pada kuartal terakhir tahun 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten/kota, lebih dari separuh (57,3 persen) rumah tangga dengan anak usia sekolah menyebutkan koneksi internet yang andal sebagai kendala utama. Sekitar seperempat orang tua yang disurvei juga menyatakan mereka tidak memiliki waktu ataupun kemampuan untuk mendampingi anak melakukan pembelajaran jarak jauh. Sementara itu, tiga dari empat orang tua menyatakan khawatir bahwa anak akan mengalami kehilangan kompetensi.
“Bagi anak-anak, makna sekolah lebih dari sekadar ruang kelas. Sekolah adalah lingkungan tempat belajar, berteman, mendapatkan rasa aman, dan kesehatan,” kata Perwakilan UNICEF Debora Comini. “Semakin lama anak berada di luar sekolah, semakin lama pula mereka terputus dari bentuk-bentuk dukungan penting ini. Jadi, seiring dengan pelonggaran pembatasan mobilitas karena COVID-19, kita pun harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah dengan aman agar jutaan murid tidak perlu menanggung kerugian pembelajaran dan potensi diri seumur hidupnya.”
Sejalan dengan persiapan sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kembali PTM di Indonesia, dibutuhkan pula langkah-langkah pengamanan yang komprehensif untuk meminimalkan dampak penutupan sekolah yang berkepanjangan terhadap kehidupan seorang anak. UNICEF dan para mitranya menyarankan tiga langkah prioritas berikut:
Mengadakan program dengan sasaran khusus untuk mengembalikan anak dan remaja ke sekolah dengan aman, tempat mereka dapat mengakses pelbagai layanan yang memenuhi kebutuhan belajar, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lain dari anak.
Merancang program remedial atau program belajar tambahan untuk membantu murid mengejar pembelajaran yang hilang sambil membantu mereka memahami materi-materi baru.
Mendukung guru agar dapat mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.
###
* Sumber: Towards a child-focused COVID-19 response and recovery
https://www.unicef.org/indonesia/reports/towards-child-focused-covid-19-response-and-recovery
Kontak Media
Kinanti Pinta Karana
Spesialis Komunikasi
UNICEF Indonesia
Tel: +62 8158805842
E-mail: kpkarana@unicef.org
Tim Komunikasi WHO
E-mail: seinocomm@who.int
Tentang UNICEF
UNICEF mempromosikan hak-hak dan kesejahteraan setiap anak melalui setiap kegiatannya. Bersama dengan para mitra, kami bekerja di lebih dari 190 negara dan wilayah untuk mengubah komitmen itu menjadi aksi nyata dengan fokus untuk menjangkau anak yang paling rentan dan paling terpinggir, demi semua anak, di mana pun mereka berada. Untuk informasi lebih jauh tentang UNICEF dan kerja-kerjanya untuk anak, silakan kunjungi: www.unicef.org
Tentang WHO
Organisasi Kesehatan Dunia adalah pemimpin global dalam bidang kesehatan publik dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Didirikan pada tahun 1948, WHO bekerja dengan 194 Negara Anggota, di enam wilayah dengan lebih dari 150 kantor perwakilan untuk meningkatkan kesehatan, memastikan dunia yang aman dan melayani populasi rentan. Tujuan kami untuk 2019-2023 adalah meningkatkan jumlah orang yang memiliki cakupan kesehatan universal sebesar satu miliar jiwa, meningkatkan jumlah orang dengan perlindungan terhadap keadaan darurat kesehatan sebesar satu miliar jiwa serta meningkatkan jumlah orang dengan kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik sebesar satu miliar jiwa. Untuk informasi lebih jauh tentang WHO dan kerja-kerjanya di Indonesia, silakan kunjungi www.who.int/indonesia