Tonggak-tonggak kesehatan masyarakat sepanjang tahun
1948
Pembentukan WHO: Kesehatan Global, Kesejahteraan Universal
- Negara-negara di dunia bersatu dan mendirikan WHO untuk mempromosikan kesehatan, menjaga keamanan dunia dan melayani yang rentan sehingga setiap orang, di mana pun dapat mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan tertinggi.
- Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly/WHA), badan pembuat keputusan utama WHO yang dihadiri oleh menteri kesehatan dari semua Negara Anggota WHO, pertama kali diselenggarakan.
- Fungsi utama WHA adalah menentukan kebijakan organisasi, menunjuk Direktur Jenderal, mengawasi kebijakan keuangan, dan mengkaji serta menyetujui anggaran program yang diusulkan.
1950
Indonesia dan WHO: Perjalanan Kesehatan Nasional
- Indonesia bergabung dengan WHO pada 23 Mei 1950, memilih untuk berada dalam regional Asia Tenggara WHO.
- Pada 1950, Indonesia memiliki 60.000 tempat tidur rumah sakit, 1.200 dokter, 3.500 perawat, 1.466 bidan dan 650 apoteker di seluruh nusantara. Harapan hidup rata-rata di bawah 40 tahun, sedangkan populasinya sekitar 78 juta orang.
- Departemen Kesehatan (Depkes), didukung WHO dan UNICEF, memulai Program Pengendalian Treponematosis nasional untuk mengendalikan frambusia, penyakit umum di rumah tangga berpenghasilan rendah yang tidak memiliki fasilitas kebersihan pribadi. Pada 1956, program ini telah menjangkau 35,7% atau lebih dari 28 juta orang di Indonesia.
- Dimulainya program pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) dibangun di seluruh negeri. BKIA membuka jalan bagi program keluarga berencana di masa depan.

WHO/Oomen
1951
Perjuangan Indonesia Kendalikan Penyakit Menular
- Lembaga Pusat Penyelidikan dan Pemberantasan Penyakit Kelamin (LP4K) didirikan di Surabaya, Jawa Timur. Dipimpin Dr Soetopo, lembaga ini bertujuan mengendalikan penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS) dan meneliti penyakit-penyakit tersebut, seperti sifilis dan gonore. Pada 1951-1952, LP4K menguji 3.054 personel polisi dan 4.570 tentara. Studi ini menemukan 21,5% polisi dan 33% tentara memiliki setidaknya satu jenis PMS. Pusat itu juga melakukan skrining bagi perempuan pekerja seks dan merawat pasien yang terinfeksi dengan suntikan penisilin mingguan.
- Pemerintah membentuk Jawatan Rumah-rumah Sakit Jiwa di Bogor, yang mengoordinasikan 24 RS jiwa di seluruh Indonesia. Pada tahun 1955, badan ini berubah menjadi Bagian Kesehatan Jiwa di kantor Depkes di Jakarta.
1952

WHO/Homer Page
1954
1956
1957
- Akademi Pendidikan Nutrisionis didirikan sebagai bagian dari upaya bangsa untuk meningkatkan status gizi masyarakat Indonesia. Akademi tersebut kemudian berubah menjadi Akademi Gizi. Pada 2001, bergabung dengan enam akademi kesehatan masyarakat lainnya menjadi Politeknik Kesehatan Jakarta II.
- Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) didirikan. Organisasi masyarakat sipil ini memelopori promosi keluarga berencana dan kontrasepsi di Indonesia. Pimpinan awalnya adalah pejabat kesehatan masyarakat terkemuka. Ketua pertama, Dr. Soeharto, ialah dokter pribadi Presiden Soekarno, sedangkan penggantinya Dr. Hurustiati Subandrio adalah Kepala Bagian Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan.
1959
- Pemerintah Indonesia menandatangani MoU dengan WHO dan USAID untuk berkolaborasi memberantas malaria. Komando Pemberantasan Malaria (KOPEM) dibentuk di Depkes untuk memimpin kampanye ini.
- Pemerintah melakukan kampanye pencegahan infeksi menular seksual (IMS) di 24 kota terbesar di Indonesia. BKIA di kota-kota tersebut mulai memberikan pengobatan rutin untuk sifilis dan gonore.

WHO/Jean Manevy
1960
- Populasi Indonesia melewati angka 100 juta orang. Pada akhir tahun, populasi mencapai 109 juta.
- Negara muda ini mencatat 40 kelahiran per 1.000 penduduk, angka kematian bayi 110 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu 400 per 100.000 kelahiran hidup. Angka harapan hidup rata-rata adalah 45 tahun.
- 8 universitas di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Padang dan Ujungpandang (sekarang Makassar) menyelenggarakan pendidikan kedokteran. Sebelumnya, pada 1946 hanya ada 3 universitas di 3 kota pertama.

WHO/Karl Frucht
1962
- Undang-undang tentang pencegahan, pemantauan dan penanggulangan wabah disahkan. Regulasi ini memberikan tanggung jawab kepada Menteri Kesehatan untuk menyatakan dan mencabut status wabah untuk daerah tertular.
- Dua undang-undang tentang karantina disahkan: satu untuk karantina laut dan satu lagi untuk karantina udara. Peraturan ini menjadi dasar tindakan karantina di pelabuhan dan bandara.
- Peraturan pemerintah tentang sanitasi untuk sektor swasta disahkan. Undang-undang ini menyatakan higiene dan sanitasi bersifat lintas sektor, sehingga tidak hanya Departemen Kesehatan yang bertanggung jawab, tetapi juga Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, dan Departemen Perindustrian.
- Program imunisasi BCG dilaksanakan di 137 kabupaten (86% dari 160 kabupaten).
1963
- Pada 1953-1963, 30,9 juta orang menjalani tes Mantoux untuk mengetahui apakah pernah terpapar bakteri TB atau mengalami infeksi TB laten. 11 juta menerima hasil tes negatif dan selanjutnya mendapatkan imunisasi BCG.
1964
- 72 produsen farmasi, baik milik pemerintah maupun swasta, beroperasi di Indonesia. Ini hampir tiga kali lipat dari 27 pabrikan pada 1959, berkat perubahan undang-undang investasi yang mendorong pendirian pabrik-pabrik baru.
- Kampanye pemberantasan malaria menjangkau dan melindungi lebih dari 63 juta warga.
1967
Presiden Soeharto bersama 29 kepala negara lainnya menandatangani Deklarasi Pemimpin Dunia tentang Kependudukan. Deklarasi ini menitikberatkan pentingnya keluarga berencana sebagai bagian dari hak asasi manusia.
1968
- Pengembangan Puskesmas dimulai. Pada saat itu, banyak masyarakat Indonesia yang memiliki akses terbatas terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Pendirian Puskesmas bertujuan mengatasi masalah ini dengan memberikan pelayanan kesehatan yang mudah diakses, terjangkau, dan berkualitas kepada masyarakat. BKIA diserap atau diubah menjadi Puskesmas.
- Pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Badan ini berubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 1970. “Dua anak cukup” menjadi jargon kampanyenya.
1969
1970
1971
1972
- Didukung oleh WHO, pemerintah melakukan studi nasional tentang tenaga kesehatan. Kajian ini menemukan total 7.221 dokter, 800 dokter gigi, 9.637 bidan, dan 1.150 apoteker. Ini berarti 1 dokter per 24.000 orang dan 1 dokter gigi per 100.000 orang.
- Lembaga Ketergantungan Obat didirikan di RS Fatmawati Jakarta
1973
1974
- Indonesia dinyatakan sebagai negara bebas cacar, 16 tahun setelah dimulainya kampanye.
- Tahun 1969-1974, lebih dari 29 juta anak telah menerima vaksinasi BCG. Pada 1974, pemerintah mulai memberikan vaksinasi tetanus bagi ibu hamil.
- 1.838 Puskesmas memiliki program KB, dan 2,8 juta orang menjadi akseptor kontrasepsi baru. WHO mendukung pemerintah dengan memberikan peningkatan kapasitas dalam keluarga berencana bagi petugas kesehatan dan mengirimkan alat medis ke rumah sakit dan klinik.
1975
- 25 universitas menyediakan pendidikan kedokteran. Hanya 9 dari 25 perguruan tinggi ini yang berlokasi di luar Jawa.
- Pada periode Pembangunan Lima Tahun (Pelita) ini, pemerintah memasang 1.200 jaringan pipa air minum dan 20.000 sumur pompa di desa-desa di 9 provinsi di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
1976
- Depkes, didukung Vector Control Research Unit WHO, meluncurkan penelitian tentang pemberantasan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan zoonosis.
- Indonesia mulai menyediakan imunisasi difteri, pertusis, dan tetanus untuk anak-anak.
1979
1980
1983
1984
- 5.353 Puskesmas beroperasi di Indonesia, didukung 13.636 Puskesmas Pembantu dan 2.479 Puskesmas Keliling. Artinya, 1 Puskesmas melayani sekitar 30.000 jiwa dan 1 Puskesmas Pembantu menjangkau 11.800 jiwa. 1.246 RS beroperasi dengan kapasitas 103.505 tempat tidur pasien. Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap populasi adalah 1:500.
- Selama Pelita 1979-1984, rata-rata lulusan dokter dan paramedis per tahun adalah masing-masing 1.500 dan 5.500.
- Lebih banyak sumur pompa, jaringan air dan toilet saniter dibangun selama Pelita ini. Pada tahun 1984, 32% penduduk pedesaan memiliki akses ke air bersih, dan 25% penduduk pedesaan memiliki akses ke jamban sanitasi. Pada akhir Pelita ini, tambahan kapasitas produksi air minum mencapai 14.000 liter per detik untuk sambungan ke 800.000 rumah, memenuhi kebutuhan sekitar 8,2 juta orang.
1986
- Pendirian Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yang bertujuan mengatasi tingginya angka malnutrisi dan kematian balita di Indonesia. Sejak saat itu, Posyandu menyediakan berbagai layanan kesehatan, termasuk pemantauan tumbuh kembang, imunisasi, dan pendidikan kesehatan bagi ibu dan pengasuh. Posyandu juga menyebarkan informasi tentang keluarga berencana dan metode kontrasepsi.
- Pada dekade 1980-an, terjadi perubahan peringkat penyakit yang signifikan di negara ini. Penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit kardiovaskular, penyakit degeneratif, kesehatan mental, dan penyalahgunaan narkoba naik peringkat. Tahun 1986, penyakit kardiovaskular menjadi penyakit paling fatal ketiga di Indonesia– prevalensi per 1.000 penduduk adalah 1,1 pada 1976 tetapi melejit lebih dari lima kali lipat menjadi 5,9 pada 1986.
1987
1988
1989
- Presiden Soeharto menerima United Nations Population Award di New York. Indonesia, saat itu negara terpadat kelima di dunia, telah menurunkan tingkat pertumbuhan penduduknya dari 2,7% pada 1970 menjadi 1,9% tahun 1988 dan tingkat kesuburannya dari 5,4% pada 1970 menjadi 3,3% tahun 1988.
- Setiap kecamatan kini memiliki minimal 1 Puskesmas dan 2-3 Puskesmas Pembantu. Penduduk di pelosok dan perbatasan negara dilayani oleh Puskesmas keliling dan dokter terbang.
- Dalam Pelita 1989-1994, salah satu prioritas Depkes adalah peningkatan penggunaan obat generik. Di setiap kecamatan, minimal ada satu apotek yang menyediakan obat generik lengkap.
1990

WHO/Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
1994

WHO/Gary Hampton
1997
Imunisasi Hepatitis B ditambahkan sebagai bagian imunisasi rutin.
2000
- Indonesia berhasil menghapus kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat di tingkat nasional. Pada 1988, ada lebih dari 25.000 kasus kusta baru yang dilaporkan di Indonesia. Pada 2000, jumlahnya menurun menjadi kurang dari 1 kasus per 10.000 orang, yang merupakan ambang eliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat.
- Pemerintah mulai mengarusutamakan gender ke dalam pembangunan nasional, termasuk di bidang kesehatan. Hal ini bertujuan memastikan perspektif gender diintegrasikan ke dalam semua aspek kebijakan dan program kesehatan masyarakat.
- Indonesia meluncurkan kampanye nasional untuk mengendalikan penyebaran flu burung yang pertama kali terdeteksi di tanah air. Kampanye tersebut mencakup langkah-langkah seperti memusnahkan unggas yang terinfeksi dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyakit tersebut
2001
- Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mulai beroperasi. Berdasarkan Keputusan Presiden no. 166/2000, badan ini didirikan untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat, makanan, dan kosmetika di Indonesia.
- Desentralisasi kesehatan dimulai pada tahun yang sama, memberikan wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk pelayanan kesehatan. Ini bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kesehatan.
2004
- Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan untuk menyediakan sistem jaminan sosial menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan ini menetapkan program jaminan sosial wajib bagi pekerja, yang meliputi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, dan tabungan hari tua. Undang-undang tersebut juga menyediakan kerangka kerja bagi pembentukan badan jaminan sosial untuk mengelola dan mengawasi sistem tersebut. Undang-undang ini menjadi dasar bagi program asuransi nasional Indonesia.
- Indonesia memperkenalkan pedoman untuk mencegah penularan dari ibu ke anak (PMTCT) pada 2004, yang mencakup penyediaan terapi antiretroviral (ART) untuk ibu hamil yang hidup dengan HIV dan mempromosikan praktik persalinan yang aman.
- Tsunami Samudera Hindia merenggut nyawa lebih dari 167.700 orang di Aceh dan Sumatera Utara. WHO bekerja dengan pemerintah dan mitra untuk memberikan perawatan medis darurat, pengawasan penyakit, dan layanan kesehatan penting lainnya kepada masyarakat terdampak.

WHO/Dermot Tatlow
2007

WHO/Jonathan Perugia
2009
- Indonesia mengalami wabah besar influenza H1N1, mendorong pemerintah meluncurkan kampanye nasional untuk mengendalikan penyebaran penyakit tersebut. Dukungan WHO meliputi bantuan teknis, penyediaan kit diagnostik, pelatihan tenaga kesehatan, berbagi informasi, dan koordinasi dengan pemerintah Indonesia. Bantuan ini mendukung peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, memfasilitasi kolaborasi antara berbagai lembaga, dan memitigasi dampak pandemi di Indonesia.
- UU Kesehatan no. 26/2009 menyatakan tembakau sebagai zat adiktif dan mengamanatkan pengaturan lebih lanjut untuk pengendalian konsumsinya. Undang-undang tersebut mencakup ketentuan tentang Kawasan Tanpa Rokok yang mengamanatkan pelaksanaannya kepada pemerintah daerah, dan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok.
- Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional berubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
2012
Indonesia memperkenalkan Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengendalian Tembakau sebagai Bahan Adiktif. Peraturan tersebut menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di tempat umum dan tempat kerja, peringatan kesehatan bergambar 40%, pelarangan penjualan rokok kepada anak-anak, dan pembatasan iklan, promosi, dan sponsor tembakau.
2013

WHO/Iqbal Lubis
2014
2015
- Indonesia meluncurkan Strategi Nasional Kesehatan Jiwa, yang bertujuan untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan jiwa dan mengurangi stigma terkait penyakit jiwa.
- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggagas program Nusantara Sehat, yang bertujuan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal. Program tersebut melibatkan penempatan tenaga kesehatan, termasuk bidan dan perawat, ke daerah-daerah tersebut, serta meningkatkan infrastruktur kesehatan dan memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan setempat. Program ini juga berfokus pada promosi perilaku sehat dan pencegahan penyebaran penyakit.
- Jaminan Persalinan diterapkan untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir bagi perempuan miskin dan rentan. Program ini memberikan layanan persalinan gratis bagi ibu hamil miskin dan tidak memiliki asuransi, termasuk perawatan antenatal, persalinan, dan perawatan setelah melahirkan.
2016
- Indonesia memulai kebijakan nasional baru untuk mengurangi prevalensi malnutrisi, yang mencakup langkah-langkah seperti meningkatkan akses ke makanan bergizi dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif.
- Negara ini mencapai eliminasi tetanus neonatal. Untuk mencapai status tersebut, pemerintah telah melaksanakan program imunisasi komprehensif demi meningkatkan cakupan dan menjangkau pelosok tanah air. Program tersebut memberikan imunisasi tetanus kepada ibu hamil dan memastikan persalinan yang aman dan bersih dengan bidan terlatih.
2017
- Indonesia mengalami wabah besar difteri, mendorong pemerintah meluncurkan kampanye nasional untuk mengendalikan penyebaran penyakit melalui imunisasi. Imunisasi rubella ditambahkan ke dalam jadwal imunisasi rutin pemerintah.
- Negara ini mulai menerapkan program Test and Treat, dan Viral Load Monitoring (VL) untuk HIV di beberapa provinsi pada 2017. Ini bertujuan meningkatkan akses ke tes dan pengobatan HIV, meningkatkan penekanan virus di antara orang yang hidup dengan HIV, dan pada akhirnya mengurangi jumlah infeksi HIV baru di Indonesia. Kegiatan ini diperluas menjadi program nasional pada 2018.
2020
- Seiring dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia mengalami wabah besar COVID-19, mendorong pemerintah menerapkan berbagai langkah untuk mengendalikan penyebaran penyakit, termasuk lockdown, pembatasan perjalanan, serta pengujian dan penelusuran massal.
- WHO mendukung Indonesia melalui bantuan teknis, penyediaan peralatan dan persediaan medis, pelatihan tenaga kesehatan, dan berbagi informasi, bimbingan teknis, rekomendasi, dan praktik terbaik. WHO juga membantu dalam pengembangan dan penerapan kebijakan dan pedoman COVID-19 nasional, serta perluasan laboratorium dan kapasitas pengujian. WHO mendukung Indonesia dalam pengadaan dan distribusi vaksin, maupun dalam semua aspek kampanye vaksinasi COVID-19.

Kemenkes/Sehat Negeriku
2021
- Pemerintah Indonesia memulai kampanye vaksinasi COVID-19, dengan memprioritaskan petugas layanan kesehatan dan kelompok berisiko tinggi lainnya pada fase pertama peluncuran. Hingga Desember 2021, Indonesia telah memberikan lebih dari 252 juta dosis vaksin COVID-19.
- Pemerintah menetapkan Rencana Aksi Nasional pengendalian resistensi antimikroba dengan pendekatan One Health yang pertama melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan no. 7/2021.
2022

WHO/Nyimas Laula
2023
- angka harapan hidup 72 tahun
- 90.3% populasi tercakup dalam Jaminan Kesehatan Nasional
- angka prevalensi stunting anak berkurang 15.2% sejak 2007
- angka kematian ibu 189 (per 100.000 kelahiran hidup)
- angka kematian bayi 16,85 (per 1.000 kelahiran hidup)
- 84% populasi memiliki akses ke sanitasi dasar
- 10,321 Puskesmas
- 176,110 dokter
- 563,739 perawat
- 336,984 bidan
- 121,629 apoteker
- 35,652 nutrisionis
- 24,559 sanitarian
- 1,247 psikolog
- 93 universitas penyedia pendidikan medis