Dari 1000 kasus hingga nol: Langkah Kabupaten Purworejo menuju eliminasi malaria
Kabupaten Purworejo di Provinsi Jawa Tengah telah membuktikan bagaimana berinvestasi pada petugas surveilans dan juru malaria desa merupakan upaya yang efektif untuk menghentikan penularan lokal malaria dan berkontribusi pada eliminasi malaria.
Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah terletak di kawasan perbukitan Menoreh, habitat alami nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria. Kabupaten ini pernah menjadi salah satu penyumbang kasus malaria tertinggi di Pulau Jawa. Pada 2015,
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Purworejo mencatat sekitar 1400 kasus malaria dalam setahun. Mulai 2018, jumlah kasus malaria turun menjadi 189 kasus lokal (indigeneous) dan tujuh kasus dari luar wilayah (impor). Pada 2019, kabupaten tersebut
mencatat 0 kasus lokal dan 26 kasus impor, dan pada 2020 hanya tercatat tujuh kasus impor. Bagaimana Purworejo berhasil menurunkan angka kasus malaria dari 1000 menjadi 0 dalam lima tahun?
“Kami menyadari bahwa surveilans migrasi kami perlu diperkuat,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo Sudarmi. “Meskipun kami sudah mencapai kemajuan yang signifikan dalam menghentikan penularan lokal malaria sepuluh
tahun lalu, kami harus terus mencegah penularan kasus malaria impor dari daerah endemis ke daerah reseptif dan non-reseptif di kabupaten kami.” Dinkes Purworejo, Pemerintah Kabupaten Purworejo, Kementerian Kesehatan dan WHO bekerja sama
untuk meningkatkan upaya penanggulangan malaria di kabupaten tersebut.
Strategi pertama adalah meningkatkan surveilans migrasi untuk mencegah reintroduksi malaria dari daerah endemis ke Kabupaten Purworejo. Orang yang datang dari daerah endemis malaria harus melalui proses skrining oleh Juru Malaria Desa (JMD). Gejala
malaria harus dilaporkan kepada JMD dan puskesmas, dan orang yang menunjukkan gejala harus segera dites.
“Jika ada orang dari daerah endemis malaria yang tiba pada malam hari, JMD kami tidak akan menunggu sampai keesokan harinya. JMD dan petugas puskesmas akan segera mendatangi orang tersebut, melakukan tes cepat, dan mewajibkan orang tersebut
menggunakan kelambu dan atau obat oles pengusir nyamuk agar tidak digigit nyamuk yang dapat menyebarkan parasit malaria,” kata Sudarmi.
Sebanyak 14 puskesmas di wilayah reseptif malaria di Purworejo sudah dipersiapkan untuk melaksanakan surveilans migrasi yang ketat sepanjang tahun. Upaya ini diintensifkan sekitar satu bulan sebelum waktu mudik Idul Fitri, mengingat banyaknya
orang yang bekerja di kota dan provinsi lain yang pulang kampung ke Purworejo.
Ketika COVID-19 mulai dilaporkan di Indonesia, Dinkes Purworejo segera meningkatkan langkah-langkah pencegahan penularan SARS-CoV-2. Petugas kesehatan menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat, termasuk memakai masker, menjaga jarak, dan
memakai alat pelindung diri. Pada Desember 2020, Dinkes Purworejo menugaskan 20 petugas kesehatan untuk melakukan tes cepat malaria dan COVID-19 terhadap 420 personel Tentara Nasional Indonesia yang baru kembali dari Sumatera Barat, menggunakan
uji polymerase chain reaction, uji diagnostik cepat malaria, dan uji mikroskopis.

Keterangan foto: Dinkes Kabupaten Purworejo menugaskan 20 tenaga kesehatan untuk melakukan uji malaria dan COVID-19 terhadap personel TNI yang kembali ke Purworejo. Kredit foto: Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo.
Saat ini, desa-desa di Purworejo telah menyusun Peraturan Desa tentang Pengendalian Malaria. Hasilnya, para pemimpin desa, aparat desa, dan kelompok masyarakat semuanya memahami dan mendukung peraturan surveilans migrasi yang ketat. JMD bergerak
di garda terdepan dalam upaya pengendalian malaria di tingkat masyarakat. Mereka dilatih untuk melakukan surveilans malaria dan penemuan kasus secara aktif, melakukan tes cepat, dan membantu puskesmas dalam tatalaksana kasus dan survei darah
massal. Menyadari pentingnya peran JMD, Dinkes Purworejo menambah jumlah JMD dan juga menaikkan insentif mereka menjadi Rp1 juta per bulan.
Selain memperkuat surveilans migrasi, mempersingkat waktu antara munculnya gejala malaria, diagnosis, dan pengobatan juga sangat penting. Dinkes Purworejo menerapkan protokol investigasi epidemiologi yang efektif untuk mendeteksi kasus malaria
dengan cepat dan segera menghentikan penyebarannya, yang disebut protokol 1-2-5. Di hari pertama, JMD harus langsung melaporkan kasus malaria yang ditemukan ke puskesmas. Pada hari kedua, puskesmas dapat memastikan kasus tersebut positif atau
negatif. Pada hari kelima, puskesmas didampingi JMD akan menguji sampel darah 85% masyarakat yang tinggal di wilayah tempat ditemukannya kasus malaria dan melakukan langkah-langkah lain untuk menghentikan penyebaran malaria.
Pemerintah Purworejo menyadari bahwa peran seluruh masyarakat sangat diperlukan untuk mempertahankan eliminasi malaria lokal. Dinas kesehatan bekerja sama dengan dinas lain seperti dinas sosial, pekerjaan umum, dan kabupaten-kabupaten yang berdekatan
dalam mengintensifkan upaya pengendalian malaria. Dalam musyawarah perencanaan pembangunan Kabupaten Purworejo, malaria selalu dimasukkan sebagai salah satu isu prioritas pembangunan.
“Malaria bukan hanya masalah sektor kesehatan. Ketika anak-anak terinfeksi malaria, hal itu akan mempengaruhi kehadiran dan prestasi mereka di sekolah. Tingginya kasus malaria di suatu wilayah dapat mengurangi potensi investasi dan pariwisata,”
kata Sudarmi. “Kita harus mengeliminasi malaria dari Purworejo selamanya. Kami ingin menciptakan generasi yang lebih sehat dan ekonomi yang semakin berkembang. Visi ini hanya bisa tercapai bila Purworejo sudah benar-benar bebas dari
malaria. Kita harus tetap waspada selamanya."