Upaya mengatasi kejadian luar biasa (KLB) campak di Teluk Bintuni menemui tantangan signifikan, terutama keengganan orang tua dan orang-orang secara umum untuk meminta pertolongan medis saat mereka atau anak-anak mereka menunjukkan gejala seperti demam dan ruam. Keengganan ini diperburuk dengan kurangnya kesadaran di komunitas tentang sifat campak sebagai penyakit yang sangat mudah menular dan berbahaya.
Lonjakan jumlah kasus suspek campak di Papua Barat bermula di Kabupaten Teluk Bintuni pada bulan Januari 2023. Lonjakan ini diyakini terkait dengan satu kasus terkonfirmasi yang diidentifikasi pada Desember 2022. Per 3 Maret 2023, telah terdapat 37 kasus di Papua Barat, dan 80% di antaranya terjadi di Distrik Bintuni, yang termasuk dalam wilayah Puskesmas Bintuni.
Pada tanggal 7–10 Maret 2023, WHO Indonesia, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua Barat, dan UNICEF berkunjung ke Kabupaten Teluk Bintuni. Para petugas ini mengadakan berbagai kegiatan, termasuk pertemuan untuk mengkaji respons KLB campak, surveilans di rumah sakit dan di masyarakat, serta pelaksanaan respons imunisasi KLB.
Selama masa KLB campak di Teluk Bintuni, tim surveilans dari dinkes kabupaten dan Puskesmas Bintuni aktif mencari kasus setiap hari. Tim mengunjungi kampung-kampung yang melaporkan kasus campak, mewawancarai penduduk untuk mengidentifikasi orang-orang yang mengalami gejala seperti demam dan ruam, serta mencari kasus di area-area padat seperti pasar dan desa nelayan. Selain itu, tim memberikan vitamin A sebagai tindakan tatalaksana kasus langsung serta memastikan semua kasus dan pasien yang teridentifikasi dilaporkan melalui kolaborasi yang efektif antara dinkes dan rumah sakit.
“Sebagian besar orang tua menolak anaknya dirawat di rumah sakit karena alasan-alasan seperti kurangnya perawat di rumah sakit, tidak adanya anggota keluarga lain, dan kebutuhan orang tua untuk bekerja,” jelas Farida, seorang petugas surveilans dari Dinkes Kabupaten Teluk Bintuni.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diadakan koordinasi dengan tenaga-tenaga klinis rumah sakit, yang berperan penting dalam meyakinkan orang tua untuk mencari pertolongan medis yang memadai bagi anak-anaknya di rumah sakit. Upaya untuk meyakinkan orang tua ini juga mencakup memberikan penjelasan tentang potensi risiko komplikasi campak jika pengobatan tertunda serta memberikan dukungan edukasi kepada orang tua.
Tim surveilans, yang beranggotakan petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni dan Puskesmas Bintuni, secara proaktif mengadakan kunjungan rumah ke rumah untuk mengidentifikasi kasus campak. Saat kasus ditemukan, petugas akan mengisi formulir investigasi dan mencari tahu status imunisasi anak yang terdampak. Untuk mengurangi komplikasi, petugas juga memberikan suplemen vitamin A untuk setiap kasus yang baru teridentifikasi.
(WHO/Aning Isfandyari)
Penemuan kasus aktif merupakan bagian penting dalam mengelola KLB campak. Dengan segera teridentifikasinya kasus, tatalaksana kasus dapat menjadi lebih efektif, dan pengendalian wabah dapat dilakukan dengan lebih cepat. Penemuan kasus aktif memungkinkan isolasi untuk orang yang terinfeksi dan pelaksanaan langkah-langkah pengendalian yang penting. Pendekatan yang proaktif ini tidak hanya mengidentifikasi orang-orang yang tidak atau belum lengkap diimunisasi melainkan menjadi kesempatan edukasi tentang pentingnya imunisasi, sehingga dapat meningkatkan cakupan vaksin di masyarakat. Efektivitas penemuan kasus aktif bergantung pada formasi tim surveilans selama respons KLB campak, yang dapat memastikan terlaksananya kegiatan-kegiatan surveilans, khususnya pencarian kasus aktif.
Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Australia.
Ditulis oleh Aning Isfandyari, Vaccination Technical Officer, WHO Indonesia.