PMI
© Credits

Memastikan Ketersediaan dan Keamanan Darah dan Produk Darah di Indonesia

5 September 2023
Highlights
Reading time:

Produk obat turunan plasma (plasma-derived medicinal products/PDMP) dibuat dari plasma darah manusia. Proses ini melibatkan pemurnian darah manusia untuk mengekstrak protein terapeutik. PDMP memiliki kegunaan terapeutik yang beragam, berfungsi sebagai bahan mentah berbagai protein plasma yang mengobati kondisi langka, mulai dari gangguan perdarahan dan defisiensi inhibitor hingga defisiensi imun. 

Namun, Indonesia bergantung pada PDMP impor karena tidak adanya kapasitas lokal untuk fraksinasi plasma. Hal ini dapat berdampak signifikan terhadap pasien di Indonesia, menimbulkan masalah aksesibilitas dan ketersediaan PDMP yang penting, potensi keterlambatan pengobatan, atau biaya layanan kesehatan lebih tinggi.

Pelayanan darah nasional diselenggarakan oleh pusat darah di bawah Palang Merah Indonesia (Unit Donor Darah/UDD PMI) dan pusat darah berbasis rumah sakit pemerintah (Bank Darah Rumah Sakit). Saat ini, terdapat 19 UDD PMI bersertifikat dan satu Bank Darah Rumah Sakit bersertifikat dengan kapasitas mengumpulkan sekitar 200 liter plasma pulih.

Kredit: BPOM

Proyek Achilles WHO, yang sebelumnya beroperasi di Afrika Selatan dan Indonesia pada 2011 2013, bertujuan meningkatkan ketersediaan produk darah yang aman dan mengurangi risiko penularan penyakit menular di negara-negara berkembang. Dihidupkan kembali pada 2022, program ini kini membantu pengenalan produk protein plasma (PPP) yang aman di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, sejalan dengan upaya Indonesia memperkuat kerangka peraturan darah untuk ketahanan farmasi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mengawasi kualitas produk darah nasional dan menegakkan standar nasional Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk produksi produk darah.

Dengan dukungan WHO melalui kebangkitan proyek Achilles, pemangku kepentingan dari IRC, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM sepakat berkolaborasi untuk lebih menjamin keamanan dan ketersediaan darah dan produk darah di Indonesia.

Kredit:PMI

Para pemangku kepentingan tersebut baru-baru ini mengadakan lokakarya yang bertujuan memperkuat dan mengkonsolidasi layanan darah di Indonesia, dengan memanfaatkan panduan dari sumber daya WHO, yang secara khusus berfokus pada “Meningkatkan akses terhadap PDMP di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah melalui fraksinasi plasma dalam negeri” dan “Sentralisasi pengujian dan pemrosesan darah”. Lokakarya dinamis ini membuahkan hasil nyata: dimulainya program percontohan untuk memusatkan pengujian dan pemrosesan darah di lima UDD PMI di pulau Jawa. Inisiatif ini menjanjikan standarisasi kualitas dan keamanan plasma sekaligus meningkatkan volume plasma berkualitas untuk fraksinasi.

Lokakarya kedua dilaksanakan bekerja sama dengan Laboratorium Pengendalian Produk Hayati Nasional BPOM untuk memperkuat kemampuan pengawasan negara terhadap mutu PDMP. Pakar dari organisasi seperti IRC, Paul Ehrlich Institute (Jerman), Kementerian Keamanan Makanan dan Obat-obatan (Republik Korea), dan Therapeutic Goods Administration (Australia) memberikan wawasan yang sangat berharga. Peserta menambah pengetahuannya dan sebagai langkah selanjutnya berencana mengembangkan peta jalan pengujian dan pengendalian PDMP di Indonesia. Lokakarya ini memperluas dampaknya ke luar Indonesia, dengan menyambut perwakilan tidak hanya dari BPOM namun juga regulator dari Thailand, Ghana, Kenya, Maladewa, Nigeria dan Seychelles, yang menggarisbawahi semangat kolaboratif dari inisiatif global ini.

Meskipun Indonesia saat ini masih bergantung pada PDMP impor, BPOM terus membangun kapasitas regulasi untuk produk-produk penting ini. Dengan dukungan proyek Achilles global 2023 WHO, Indonesia diharapkan dapat memulai program fraksinasi plasma lokal pada 2024. Melalui inisiatif ini, Indonesia berupaya memastikan akses berkelanjutan terhadap darah dan produk darah yang aman dan andal, mendorong sistem kesehatan yang lebih Tangguh, serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan di negara ini.

***

Ditulis oleh Liyana Rakinaturia, National Professional Officer for Essential Medicines, WHO Indonesia

Media Contacts

Tim Komunikasi