Indraningsih/DHO
Manggarai Timur Vaccination Technical Officer of WHO and a health worker of Puskesmas Sita check the cohort book at Puskesmas Sita, Manggarai Timur District.
© Credits

Mengatasi Tantangan: Strategi-strategi Indonesia untuk Memberikan dan Melengkapi Imunisasi Anak-Anak di Tengah Pandemi

6 December 2023
Highlights
Reading time:

Pandemi COVID-19 menimbulkan tantangan-tantangan besar untuk kegiatan imunisasi rutin Indonesia.  pandemi ini membawa dampak sejumlah besar anak tidak menerima atau hanya menerima sebagian imunisasi Akibatnya  mereka berpotensi terkena  penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Sebagai upaya melawan hambatan ini, pada tahun 2022 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjalankan kampanye imunisasi kejar yang disebut Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Namun, inisiatif ini tidak sepenuhnya mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan, di mana cakupan imunisasi tidak memenuhi sasaran. Pada tahun 2023, situasi ini menjadi lebih genting, dengan adanya laporan lonjakan jumlah kasus PD3I di beberapa kabupaten/kota. Provinsi-provinsi dengan cakupan rendah pada tahun 2022 menjalankan strategi-strategi yang agresif untuk mengejar imunisasi selama BIAN.

Riau, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Jawa Timur menjadi sorotan karena belum mencapai sasaran cakupan imunisasi tahunan. Sebagai contoh, Kabupaten Sampang di Jawa Timur  menjadi daerah berisiko tinggi, di mana 10.849 anak tidak menerima setidaknya satu dosis imunisasi dalam empat tahun. Jumlah ini merupakan 19% dari jumlah sasaran 56.629 anak, yang berarti satu dari lima anak di kabupaten ini tidak memiliki perlindungan penting bagi kesehatannya. Selain itu, Kabupaten Indragiri Hilir di Riau menarik perhatian karena memiliki jumlah terbanyak anak-anak yang belum menerima imunisasi sama sekali, yaitu 2.575 anak atau 25% dari jumlah anak sasaran, di antara kabupaten/kota di provinsi tersebut. Di NTT, jumlah anak yang menerima imunisasi seiring usia pada tahun 2022 menurun tajam: 84,4% anak menerima imunisasi pada satu tahun pertamanya, sedangkan hanya 72,6% anak yang menerima imunisasi pada usia tahun kedua. Penurunan ini lebih mencolok di Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Malaka, di mana cakupan imunisasi pada anak berusia hingga satu tahun adalah masing-masing 97,9% dan 96,7% tetapi pada anak berusia satu hingga dua tahun 39,7% dan 42,4%. Penggunaan kembali sistem buku kohort diharapkan meningkatkan efisiensi proses pemantauan dan imunisasi kejar.

Petugas imunisasi dan bidan desa berlatih menggunakan instrumen pelacakan defaulter My Village, My Home. Kredit: WHO/Dewi Ayu

Untuk mengatasi masalah yang mendesak ini, Kemenkes menerbitkan arahan kepada tenaga kesehatan yang menekankan pentingnya imunisasi lengkap untuk anak-anak balita. Mengingat tantangan di lapangan, dinas-dinas kesehatan (dinkes) kabupaten/kota di NTT memulai langkah-langkah untuk memperkuat tim kesehatan. Dengan dukungan WHO, kabupaten/kota seperti Manggarai Timur dan Malaka mulai menggunakan format-format terbaru buku kohort, sehingga memudahkan pemberian imunisasi kejar. Selain itu, sistem inovatif yang disebut My Village, My Home (MVMH) untuk melacak dan menjangkau anak-anak yang imunisasinya tidak/belum lengkap (defaulter) mulai digunakan di Kabupaten Sampang dan Indragiri Hilir. Untuk memastikan penggunaan yang efektif, diadakan sesi pelatihan yang menekankan pentingnya pencatatan yang akurat dan identifikasi anak-anak yang memerlukan imunisasi kejar. Vaccination Technical Officers WHO, yang merupakan wujud kehadiran WHO di lapangan, aktif memantau dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan lapangan sembari membantu tenaga kesehatan di puskesmas sebagai bentuk pelatihan lapangan (on-the-job training).

Menyoroti manfaat instrumen MVMH, Tsuwaibatul Aslamiyah, seorang bidan desa di Dalpenang, Sampang mengatakan, “MVMH mempermudah identifikasi anak-anak yang belum dan belum lengkap diimunisasi. Hal ini meningkatkan jumlah anak dapat diimunisasi  bahkan penerimaan akan imunisasi suntikan ganda.”

Sesi pelatihan pelacakan defaulter, dihadiri oleh semua bidan, petugas promosi kesehatan, dan petugas program imunisasi dari 21 puskesmas di Sampang. Kredit: WHO/Martina

Kepala Puskesmas Betun di Kabupaten Malaka, NTT menekankan pentingnya strategi-strategi yang adaptif, “Dalam upaya memperluas cakupan imunisasi, kami memanfaatkan berbagai instrumen dan pengetahuan, tidak hanya dari puskesmas setempat tetapi juga dari tingkat-tingkat pemerintahan lain. Di antara sumber daya-sumber daya penting ini, penggunaan  buku kohort menjadi aset dalam mengkaji  ulang rencana mengejar status imunisasi anak-anak kami.”

Penggunaan buku kohort dan MVMH untuk melacak dan memantau kehadiran anak-anak dalam kegiatan imunisasi bermanfaat untuk memastikan kelengkapan imunisasi mereka. Inisiatif imunisasi kejar perlu dioptimalisasi. Hal ini tidak hanya akan menjamin anak-anak terlindung dari PD3I tetapi juga menyoroti tanggung jawab bersama tenaga kesehatan, orang tua, dan masyarakat.

Indonesia saat ini sedang menjalani fase transformasi dalam mekanisme pelaporan imunisasi- dengan pergeseran cepat dari sistem manual ke integrasi digital melalui aplikasi dan dasbor ASIK. Di Sampang, MVMH aktif digunakan untuk mengurangi jumlah anak yang belum menerima imunisasi sama sekali, sehingga pemantauan dan evaluasi berkala perlu dijalankan. Selain itu, meningkatkan koordinasi lintas sektor untuk memperkuat upaya pelacakan defaulter telah banyak ditekankan.


Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Australia.

Ditulis oleh personel WHO Indonesia berikut:
Dewi Ayu Kusumawardhani, Vaccination Technical Officer
Suci Rahmawati, Vaccination Technical Officer
Martina, Vaccination Technical Officer
Olivi Silalahi, National Professional Officer of Routine Immunization





Media Contacts

Tim Komunikasi