Pandemi COVID-19 menimbulkan tantangan-tantangan besar untuk kegiatan imunisasi rutin Indonesia. pandemi ini membawa dampak sejumlah besar anak tidak menerima atau hanya menerima sebagian imunisasi Akibatnya mereka berpotensi terkena penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Sebagai upaya melawan hambatan ini, pada tahun 2022 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjalankan kampanye imunisasi kejar yang disebut Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Namun, inisiatif ini tidak sepenuhnya mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan, di mana cakupan imunisasi tidak memenuhi sasaran. Pada tahun 2023, situasi ini menjadi lebih genting, dengan adanya laporan lonjakan jumlah kasus PD3I di beberapa kabupaten/kota. Provinsi-provinsi dengan cakupan rendah pada tahun 2022 menjalankan strategi-strategi yang agresif untuk mengejar imunisasi selama BIAN.

Untuk mengatasi masalah yang mendesak ini, Kemenkes menerbitkan arahan kepada tenaga kesehatan yang menekankan pentingnya imunisasi lengkap untuk anak-anak balita. Mengingat tantangan di lapangan, dinas-dinas kesehatan (dinkes) kabupaten/kota di NTT memulai langkah-langkah untuk memperkuat tim kesehatan. Dengan dukungan WHO, kabupaten/kota seperti Manggarai Timur dan Malaka mulai menggunakan format-format terbaru buku kohort, sehingga memudahkan pemberian imunisasi kejar. Selain itu, sistem inovatif yang disebut My Village, My Home (MVMH) untuk melacak dan menjangkau anak-anak yang imunisasinya tidak/belum lengkap (defaulter) mulai digunakan di Kabupaten Sampang dan Indragiri Hilir. Untuk memastikan penggunaan yang efektif, diadakan sesi pelatihan yang menekankan pentingnya pencatatan yang akurat dan identifikasi anak-anak yang memerlukan imunisasi kejar. Vaccination Technical Officers WHO, yang merupakan wujud kehadiran WHO di lapangan, aktif memantau dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan lapangan sembari membantu tenaga kesehatan di puskesmas sebagai bentuk pelatihan lapangan (on-the-job training).
Menyoroti manfaat instrumen MVMH, Tsuwaibatul Aslamiyah, seorang bidan desa di Dalpenang, Sampang mengatakan, “MVMH mempermudah identifikasi anak-anak yang belum dan belum lengkap diimunisasi. Hal ini meningkatkan jumlah anak dapat diimunisasi bahkan penerimaan akan imunisasi suntikan ganda.”
Sesi pelatihan pelacakan defaulter, dihadiri oleh semua bidan, petugas promosi kesehatan, dan petugas program imunisasi dari 21 puskesmas di Sampang. Kredit: WHO/Martina
Kepala Puskesmas Betun di Kabupaten Malaka, NTT menekankan pentingnya strategi-strategi yang adaptif, “Dalam upaya memperluas cakupan imunisasi, kami memanfaatkan berbagai instrumen dan pengetahuan, tidak hanya dari puskesmas setempat tetapi juga dari tingkat-tingkat pemerintahan lain. Di antara sumber daya-sumber daya penting ini, penggunaan buku kohort menjadi aset dalam mengkaji ulang rencana mengejar status imunisasi anak-anak kami.”
Indonesia saat ini sedang menjalani fase transformasi dalam mekanisme pelaporan imunisasi- dengan pergeseran cepat dari sistem manual ke integrasi digital melalui aplikasi dan dasbor ASIK. Di Sampang, MVMH aktif digunakan untuk mengurangi jumlah anak yang belum menerima imunisasi sama sekali, sehingga pemantauan dan evaluasi berkala perlu dijalankan. Selain itu, meningkatkan koordinasi lintas sektor untuk memperkuat upaya pelacakan defaulter telah banyak ditekankan.
Dewi Ayu Kusumawardhani, Vaccination Technical Officer
Suci Rahmawati, Vaccination Technical Officer
Martina, Vaccination Technical Officer