Hari Hak Asasi Manusia: Dua Aktivis Indonesia Raih Penghargaan untuk Pencapaian Luar Biasa di Bidang Layanan Kesehatan Jiwa

10 December 2020
Highlights
Reading time:

Praktik pasung dan mengurung orang-orang dengan gangguan jiwa masih marak di Indonesia. Orang-orang dengan gangguan jiwa kerap dipaksa oleh keluarga dan masyarakat untuk tinggal di dalam ruangan yang terisolasi; tangan mereka diikat dengan borgol dan bilah kayu. Tindakan ini melanggar hak asasi manusia (HAM). Tindakan ini juga mengakibatkan orang-orang dengan gangguan jiwa merasa semakin tersingkirkan dari keluarga dan masyarakat, dan meningkatkan risiko terjangkit penyakit menular akibat sanitasi dan kebersihan yang buruk. Selain itu, mereka kerap tidak dapat mengakses layanan kesehatan berkualitas.

 

Keterangan foto: Seorang pasien kesehatan jiwa dibebaskan dari pasung – foto ini diambil sebelum pandemi COVID-19. Kredit foto: Saturninus

 

Kondisi kesehatan jiwa dapat dikelola secara efektif, dan upaya ini sejalan dengan kewajiban untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia. Untuk itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) meluncurkan program ‘Indonesia Bebas Pasung’ pada tahun 2010 untuk mengakhiri praktik pasung secara nasional. Tujuan utama program ini adalah melindungi hak asasi mereka yang hidup dengan penyakit kejiwaan yang parah. Hal ini dicapai dengan meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan dan akses terhadap layanan yang berkualitas di semua tingkatan. Program ini juga berupaya menyediakan pendanaan yang memadai, dan memastikan kolaborasi serta koordinasi lintas sektor untuk mengimplementasikan inisiatif kesehatan jiwa dan sistem monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan.

Pada hari HAM ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) turut merayakan kontribusi dua orang aktivis Indonesia, Rama Avent Saur dan Marsuan. Maraknya praktik pasung, serta terbatasnya akses layanan kesehatan jiwa di Indonesia, telah mendorong dua aktivis ini untuk menginisiasi program layanan kesehatan khusus bagi orang-orang dengan kondisi kesehatan jiwa. Sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka dalam berjuang untuk hak-hak orang dengan penyakit jiwa, pada November 2019, kedua aktivis tersebut meraih penghargaan ‘Pencapaian Luar Biasa di Bidang Layanan Kesehatan Jiwa’ dari Swiss Foundation for World Health dan WHO. Penghargaan bergengsi ini diberikan kepada orang-orang yang upayanya telah menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam penyediaan layanan kesehatan jiwa.

 

Cerita Marsuan

Marsuan bekerja sebagai pegawai negeri di Dinas Kesehatan Muara Enim, Sumatra Selatan. Keterlibatannya di bidang kesehatan jiwa dimulai saat Marsuan mendapati bahwa orang-orang dengan kondisi gangguan jiwa tidak dapat mengakses layanan kesehatan. Banyak di antara mereka yang dipasung atau dikurung di rumah sendiri. Marsuan sangat tergerak untuk berbuat sesuatu tentang masalah ini karena ia percaya mereka adalah manusia dan mereka harus diperlakukan selayaknya manusia; membebaskan mereka dari pasung hanyalah sebuah titik awal. Marsuan sangat tergerak untuk mencari solusi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah-masalah ini. Ia menginisiasi sebuah program yang mendorong psikiater dan perawat di Sumatra Selatan untuk menyediakan pelatihan lapangan bagi para petugas kesehatan di Muara Enim. Upayanya akhirnya membuahkan hasil berupa layanan kesehatan jiwa yang terintegrasi di layanan kesehatan primer, dan kemudian membuka banyak peluang kesempatan lainnya.

Berkat kerja Marsuan, petugas layanan kesehatan jiwa yang bukan spesialis (termasuk dokter umum dan perawat) kini mampu menyediakan layanan bagi orang-orang dengan gangguan jiwa. Mengingat ketersediaan obat psikotropika adalah faktor penting dalam layanan, Marsuan mengawasi pasokan dan rencana distribusi obat-obatan ini. Selain itu, ia juga menjalankan program advokasi untuk pemangku kepentingan di luar bidang kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan mengakhiri diskriminasi terhadap orang-orang dengan gangguan jiwa di komunitas. Hal ini menghasilkan terbitnya peraturan tingkat kecamatan untuk mengakhiri pasung. Saat penghargaan diserahkan, Marsuan telah menyelamatkan 63 orang dari pasung. Ia terus mendedikasikan hidupnya untuk mengakhiri praktik yang kejam ini di Indonesia.

 

Cerita Rama Avent Saur

Rama Avent Saur, SVD, adalah seorang pastor Katolik yang telah melayani orang-orang dengan gangguan jiwa di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 2014. Pada tahun 2016, ia mendirikan lembaga swadaya masyarakat bernama Kelompok Kasih Insanis (KKI), yang kini memiliki lebih dari 600 anggota yang bekerja di Ende, Sikka, Manggarai, dan Kupang. KKI mendukung orang-orang dengan kondisi gangguan jiwa dan keluarga mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari mencuci dan mengganti pakaian, hingga menyediakan makanan. Rama Avent juga berupaya menghubungkan pasien dan keluarga dengan petugas kesehatan profesional yang sesuai.

Keterangan foto: Rama Avent memimpin diskusi tentang kesehatan jiwa dengan komunitas – foto ini diambil sebelum pandemi COVID-19. Kredit foto: Saturninus, Kelompok Kasih Insanis

 

Rama Avent  percaya bahwa mengurung orang-orang dengan kondisi gangguan jiwa sama saja dengan mengurung hati nurani kita. Bersama dengan kelompok pendukung di masyarakat, ia terus berupaya mempromosikan isu kesehatan jiwa dan membebaskan pasien kesehatan jiwa dari pasung. Upayanya telah membuahkan hasil yang luar biasa, seperti kesadaran publik tentang kesehatan jiwa yang meningkat signifikan. Hingga hari ini, lebih dari 6000 orang dengan kondisi gangguan jiwa telah diidentifikasi, 120 pasien yang dikurung telah dibebaskan, dan 100 orang tunawisma telah dipertemukan kembali dengan keluarga atau ditempatkan di rumah komunitas.

 

Keterangan foto: Rama Avent mendorong keluarga pasien untuk merawat pasien – foto ini diambil sebelum pandemi COVID-19. Kredit foto: Saturninus, Kelompok Kasih Insanis

 

Pater Avent memberikan dukungan psikologis kepada seorang pasien - foto diambil sebelum pandemi COVID-19. Kredit foto: Satuminus - Kelompok Kasih Insanis

Kesungguhan dan upaya kedua peraih penghargaan ini telah membawa perubahan signifikan dalam penyediaan layanan kesehatan jiwa di Indonesia.

 

Melanjutkan layanan kesehatan jiwa di tengah pandemi

Di tengah pandemi COVID-19 ini, para aktivis setempat terus melanjutkan upaya mereka untuk mengakhiri pasung. Rama Avent berupaya memastikan pasien mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan, di saat layanan kesehatan primer semakin terbatas di tengah pandemi. Dengan menggunakan perangkat daring untuk berkomunikasi, ia terus mengedukasi mereka dan keluarga tentang COVID-19 dan bagaimana menjaga kesehatan fisik dan jiwa. Di tengah pandemi yang berdampak pada situasi keuangan keluarga, organisasinya juga menyediakan dukungan dengan membagikan paket makanan untuk meringankan beban mereka.