WHO/Agrin Zauyani Putri
Analis laboratorium puskesmas mengambil darah tepi untuk tes diagnostik cepat dalam pra-survei penilaian transmisi penyakit (pra-TAS).
© Credits

Selangkah Lebih Dekat Menuju Eliminasi: Mengkaji Dampak Pemberian Obat Pencegahan Massal untuk Kaki Gajah

11 January 2024
Highlights
Reading time:
Penyakit kaki gajah, yang juga disebut filariasis, adalah sebuah penyakit tropis terabaikan yang disebabkan cacing parasit yang menyebar melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini menyerang sistem getah bening (limpa), menyebabkan pembengkakan di berbagai bagian tubuh, dan dapat mengakibatkan disabilitas permanen serta stigma sosial. Penyakit yang endemik di hampir separuh kabupaten/kota di Indonesia ini mengancam 46% populasi Indonesia.

Pemerintah Indonesia berkomitmen mengeliminasi penyakit kaki gajah pada 2030. Penyakit ini ditetapkan sebagai salah satu penyakit prioritas dalam upaya pemberantasan penyakit infeksius. Program penanganan penyakit tropis terabaikan Indonesia telah banyak mencetak kemajuan dalam memerangi kaki gajah dengan pemberian obat pencegahan massal (POPM) menggunakan kombinasi obat ivermectin, dietilkarbamazin, dan albendazol (IDA) yang dimulai pada 2019. Kegiatan POPM ini ditargetkan menjangkau setidaknya 65% penduduk setiap tahunnya selama lima tahun berturut-turut. Inisiatif ini berfokus pada daerah-daerah yang terlambat menjalankan POPM, belum berhasil menurunkan infeksi, atau mengalami kemunculan kembali penyakit kaki gajah. Untuk memantau dampak dari POPM, pemeriksaan awal dalam bentuk pra-survei penilaian penyebarantransmisi (pra-TAS) perlu dijalankan. Melalui pra-TAS, Indonesia dapat mengetahui berapa banyak orang yang masih menunjukkan tanda-tanda infeksi setelah POPM tuntas dijalankan. Jika memenuhi syarat angka kejadian penyakit (prevalensi), suatu daerah dapat bergeser ke survei penilaian transmisipenyebaran berkala yang lebih menyeluruh. Survei berkala ini dapat menunjukkan bukti-bukti keberhasilan program eliminasi kaki gajah.


Tenaga kesehatan melakukan pengambilan sample

Seorang anak pemberani berusia enam tahun di Kota Sorong menjalani pemeriksaan darah tepi dengan tes diagnostik cepat selama masa pra-TAS. Kredit: WHO/Agrin Zauyani Putri

WHO mendukung Indonesia dalam menjalankan pra-TAS di empat kabupaten/kota endemik, yaitu Kabupaten Sumba Barat Daya, Kota Pekalongan, Kota Sorong, dan Kabupaten Mamuju, yang sebelumnya telah menjalankan POPM dengan kombinasi obat IDA. Sebagai persiapan untuk survei ini, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, WHO mengadakan pelatihan langsung (on-the-job training) sebagai pelatihan pengingat (refresher) bagi petugas dinas kesehatan, staf puskesmas, analis laboratorium, dan kader kesehatan. Tenaga kesehatan berlatih menggunakan alat tes diagnostik cepat dan menggunakan teknik persiapan membuat apusan darah yang tepat. Setelah sesi pengingat, tenaga kesehatan melakukan survei di daerah-daerah yang telah dipilih di masing-masing kabupaten/kota endemik untuk menenilaintukan apakah prevalensi cacing parasit (mikrofilaria) atau antigen, memastikan angka tersebut pada populasi lebih rendatidak melebihi dari batas tertentu. Kota Sorong menggunakan tes diganostik cepat, sedangkan ketiga kabupaten/kota lainnya menggunakan survei darah pada malamh hari.


Berkat dedikasi dan kolaborasi semua pemangku kepentingan, pra-TAS berhasil dijalankanlaksanakan. Masing-masing kabupaten/kota mencapai sasaran jumlah orang yang dites, dengan akumulasi sebanyak 2.587 orang. Hasilnya menunjukkan bahwa semua kabupaten/kota memenuhi persyaratan nilai survei, yaitu prevalensi mikrofilaria di bawah 1% atau prevalensi keberadaan antigen pada sampel darah di bawah 2%. Jika prevalensi masih di atas ambang, kabupaten/kota terkait perlu menjalani setidaknya dua kali lagi POPM.

Tiga orang di Kota Pekalongan dan dua orang di Kota Sorong mendapatkan hasil positif, tetapi kedua kota ini masih memenuhi syarat pra-TAS karena hasil survei menunjukkan penurunan signifikan dalam penyebaran penyakit kaki gajah dengansetelah kegiatan POPM berulang. Kelima orang tersebut segera diberi pengobatan yang diperlukan. Temuan ini mengonfirmasi bahwa keempat kabupaten/kota ini memenuhi kriteria untuk memulai survei penilaian penyebarantransmisi berkala, yang disebut survei dampak IDA. Survei berkala ini akan menentukan apakah POPM dapat dihentikan, yang berartimenandakan efektivitas POPM telah terbukti efektif dalam menurunkan penyebaran kaki gajah. Survei dampak IDA pertama akan diadakan pada tahun 2024.

MenjalankanMelaksanakan POPM dengan kombinasi obat IDA pada kabupaten/kota yang membutuhkan merupakan suatu pendekatan strategis. Pendekatan ini tidak hanya meringankan beban penyakit, tetapi juga berupaya memutus siklus penyebaran dalam melawan penyakit kaki gajah. Survei penilaian penyebarantransmisi berkala, yang diadakan setelah penyakit kaki gajah telah cukup ditekan, akan menjadmerupakani tonggak penting menuju eliminasi penyakit kaki gajah.

Kegiatan ini didukung oleh Uni Eropa dan Pemerintah Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID).

Ditulis oleh Agrin Zauyani Putri, National Consultant for Neglected Tropical Diseases, dan Achmad Naufal Azhari, National Professional Officer for Neglected Tropical Diseases, WHO Indonesia

 

Media Contacts

Tim Komunikasi