Pemerintah Indonesia berkomitmen mengeliminasi penyakit kaki gajah pada 2030. Penyakit ini ditetapkan sebagai salah satu penyakit prioritas dalam upaya pemberantasan penyakit infeksius. Program penanganan penyakit tropis terabaikan Indonesia telah banyak mencetak kemajuan dalam memerangi kaki gajah dengan pemberian obat pencegahan massal (POPM) menggunakan kombinasi obat ivermectin, dietilkarbamazin, dan albendazol (IDA) yang dimulai pada 2019. Kegiatan POPM ini ditargetkan menjangkau setidaknya 65% penduduk setiap tahunnya selama lima tahun berturut-turut. Inisiatif ini berfokus pada daerah-daerah yang terlambat menjalankan POPM, belum berhasil menurunkan infeksi, atau mengalami kemunculan kembali penyakit kaki gajah. Untuk memantau dampak dari POPM, pemeriksaan awal dalam bentuk pra-survei penilaian penyebarantransmisi (pra-TAS) perlu dijalankan. Melalui pra-TAS, Indonesia dapat mengetahui berapa banyak orang yang masih menunjukkan tanda-tanda infeksi setelah POPM tuntas dijalankan. Jika memenuhi syarat angka kejadian penyakit (prevalensi), suatu daerah dapat bergeser ke survei penilaian transmisipenyebaran berkala yang lebih menyeluruh. Survei berkala ini dapat menunjukkan bukti-bukti keberhasilan program eliminasi kaki gajah.
Seorang anak pemberani berusia enam tahun di Kota Sorong menjalani pemeriksaan darah tepi dengan tes diagnostik cepat selama masa pra-TAS. Kredit: WHO/Agrin Zauyani Putri
WHO mendukung Indonesia dalam menjalankan pra-TAS di empat kabupaten/kota endemik, yaitu Kabupaten Sumba Barat Daya, Kota Pekalongan, Kota Sorong, dan Kabupaten Mamuju, yang sebelumnya telah menjalankan POPM dengan kombinasi obat IDA. Sebagai persiapan untuk survei ini, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, WHO mengadakan pelatihan langsung (on-the-job training) sebagai pelatihan pengingat (refresher) bagi petugas dinas kesehatan, staf puskesmas, analis laboratorium, dan kader kesehatan. Tenaga kesehatan berlatih menggunakan alat tes diagnostik cepat dan menggunakan teknik persiapan membuat apusan darah yang tepat. Setelah sesi pengingat, tenaga kesehatan melakukan survei di daerah-daerah yang telah dipilih di masing-masing kabupaten/kota endemik untuk menenilaintukan apakah prevalensi cacing parasit (mikrofilaria) atau antigen, memastikan angka tersebut pada populasi lebih rendatidak melebihi dari batas tertentu. Kota Sorong menggunakan tes diganostik cepat, sedangkan ketiga kabupaten/kota lainnya menggunakan survei darah pada malamh hari.