Pengkajian kinerja dan kemajuan program tuberkulosis resistan obat (TB-RO) di Indonesia

17 September 2021
News release
Reading time:

Caption: Kebijakan nasional MTPTRO di Indonesia, presentasi Dr. Imran Pambudi, pengelola program nasional penanggulangan TB, dalam pertemuan kajian rGLC
Kredit foto: Mikyal Faralina/WHO

Pemantauan Regional Green Light Committee (rGLC) 2021 dilakukan secara daring pada tanggal 29 dan 30 Juni 2021 untuk mengkaji kinerja dan kemajuan program tuberkulosis resistan obat (TB-RO).

Kajian tahunan rGLC 2021 dihadiri oleh program nasional penanggulangan TB, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Direktorat-Jenderal Pelayanan Kesehatan, perwakilan dinas kesehatan provinsi, anggota kelompok kerja teknis TB-RO, perwakilan Global Fund, TB STAR, Yayasan KNCV Indonesia (YKI), TB Alliance, dan anggota rGLC Asia Tenggara.

Para peserta mendiskusikan kinerja program, dan Dr. Imran Pambudi, pengelola program nasional penanggulangan TB, menyoroti situasi saat ini dampak pandemi COVID-19 pada program TB. Selain itu, tim program mempresentasikan hasil pertemuan evaluasi untuk paduan obat oral yang lebih pendek, kemajuan sejak kunjungan kajian rGLC sebelumnya, dan rencana penelitian operasional pada paduan bedakuilin, pretomanid, linezolid (BPaL).

Caption: Rangkuman tantangan MTPTRO di Indonesia, yang disampaikan oleh Dr. Vineet Bhatia, dari WHO SEARO, sebagai sekretariat rGLC.
Kredit foto: MF/WHO

rGCL mengapresiasi komitmen kuat program nasional penanggulangan TB Indonesia, meskipun program tersebut belum mencapai target yang diharapkan. Namun, jumlah penderita TB-RO yang teridentifikasi dan keikutsertaannya tersebut dalam pengobatan telah meningkat empat hingga lima kali sejak tahun 2015.

Topik-topik yang dibahas dalam pertemuan ini meliputi:

  • Informasi dari Indonesia tentang hasil evaluasi implementasi paduan TB-RO tanpa injeksi (all-oral), hasil awal kegiatan pengurutan genom utuh (whole genome sequencing), dan hasil awal Technical Assistance untuk Monitoring dan Manajemen Efek Samping Obat secara aktif (MESO-aktif);
  • Informasi tentang pedoman terbaru WHO untuk diagnosis dan pengobatan TB resistan obat ganda;
  • Rekomendasi-rekomendasi dan panduan saat ini dari WHO tentang penggunaan BPaL dan paduan-paduan oral lebih pendek lain; dan
  • Persiapan implementasi BPaL: rencana penelitian operasional dan informasi tatalaksana klinis.


Pertemuan ini ditutup dengan rekomendasi-rekomendasi awal berikut:

  1. Mengurangi gapjumlah pasien yang memulai pengobatan TB RO dengan cara memperkuat jaminan sosial, mengimplementasi cepat analisis kohort pasien per bulan (MICA), menambah pusat pengobatan, dan mendesentralisasi inisiasi pengobatan;
  2. Memperluas penemuan kasus TB dengan cara mempersiapkan rencana kejar (catch-up), memperluas jaringan GeneXpert dan penggunaannya sebagai tes diagnostik awal, memperluas penggunaan algoritma diagnostik termutakhir, memperluas tes uji kepekaan obat dan kapasitas line probe assay lini kedua, serta menyusun rencana implementasi introduksi diagnosis dan pengobatan TB resistan terhadap isoniazid;
  3. Meningkatkan inisiasi, pemantauan, dan evaluasi pengobatan dengan cara memperkuat pengawasan, pemantauan, dan pendampingan untuk TB-RO; menyusun/memutakhirkan rencana pembangunan kapasitas sumber daya tenaga kesehatan; memperkuat implementasi pemantauan keamanan obat; dan mendiskusikan dukungan yang dibutuhkan untuk implementasi paduan BPaL; dan
  4. Memperkuat pengadaan dan pengelolaan rantai pasokan.

rGLC akan memfinalisasi perincian rekomendasi-rekomendasi dalam waktu satu bulan. Rekomendasi-rekomendasi final akan disampaikan ke program nasional penanggulangan TB, para mitra teknis, dan para badan donor sebagai input untuk implementasi program dengan tujuan meningkatkan layanan dan tatalaksana manajemen terpadu pengendalian TB resistan obat di Indonesia.

Caption: Foto sinar X seorang pasien TB
Kredit foto: Jefta Images / Barcroft Media / Barcroft Media via Getty Image