Memberdayakan Ahli Entomologi Kesehatan Menuju Masa Depan Indonesia Bebas Malaria

20 September 2023
Highlights
Reading time:

Sementara Indonesia berjuang melawan ancaman penyakit yang ditularkan melalui vektor, sebuah tantangan besar muncul: terbatasnya pemahaman tentang perilaku nyamuk vektor malaria, terutama di daerah dengan prevalensi malaria yang tinggi seperti Papua. Kesenjangan pengetahuan ini menyebabkan kurang efektifnya intervensi pengendalian nyamuk di wilayah-wilayah tersebut, sehingga diperlukan penelitian dan pengetahuan lebih lanjut. 

Malaria, penyakit mematikan yang ditularkan melalui gigitan nyamuk terinfeksi, telah lama menjadi ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat di Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia merupakan rumah bagi jumlah nyamuk pembawa malaria tertinggi kedua di dunia, dengan 29 spesies yang teridentifikasi dilaporkan pada 2022. Keanekaragaman hayati ini memiliki dimensi yang unik ketika mempertimbangkan Garis Wallace, sebuah batas biogeografis yang mempengaruhi distribusi berbagai jenis spesies nyamuk di seluruh negeri. Perubahan iklim semakin memperburuk situasi kompleks ini. Ketika suhu meningkat, daerah perbukitan yang sebelumnya bebas malaria kini menjadi pusat nyamuk pembawa penyakit. Ahli entomologi kesehatan adalah pahlawan tanpa tanda jasa dalam perjuangan ini, karena mereka mempelajari dan memantau perilaku nyamuk yang rumit dan mengembangkan solusi untuk mencegah dan mengendalikan malaria, seperti insektisida, kelambu insektisida tahan lama, dan penyemprotan residu dalam ruangan. Namun, kurangnya kapasitas para ahli entomologi dan pembangunan kapasitas yang tidak merata menyebabkan daerah-daerah dengan beban berat tidak mampu mengatasi tantangan mendesak dalam melindungi masyarakat dari penyakit yang ditularkan melalui vektor. 

Untuk itu, Unit Pengendalian dan Surveilans Vektor Nasional Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan WHO meluncurkan program peningkatan kapasitas yang ditargetkan, yang berfokus pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di wilayah berisiko tinggi seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Timur, dan Maluku Utara. Tujuannya adalah membekali ahli entomologi kesehatan – ahli dengan spesialisasi vektor pembawa penyakit – dengan pengetahuan dan keterampilan untuk memahami musuh-musuh mereka guna mengekang penyebaran penyakit-penyakit ini. 

Sementara WHO memastikan materi pelatihan dan kurikulumnya mutakhir serta sejalan dengan pedoman WHO, Kemenkes menyelenggarakan dua sesi pelatihan untuk pelatih (TOT) dari Mei hingga Juni 2023 untuk melatih ahli entomologi kesehatan tentang vektor dan surveilans malaria. Sebanyak 59 tenaga kesehatan dari dinas kesehatan provinsi dan kabupaten berpartisipasi, setengahnya berasal dari Papua. Sesi-sesi ini mencakup berbagai aspek, antara lain memahami perilaku nyamuk pembawa malaria, mengidentifikasi nyamuk, melakukan survei dan pemetaan vektor malaria, menerapkan upaya pengendalian vektor, serta mencatat dan melaporkan kasus malaria menggunakan aplikasi digital (SILANTOR). Peserta menerima poin kredit untuk menyelesaikan program pelatihan terakreditasi ini, yang dapat mereka gunakan untuk pengembangan profesional. Selain itu, TOT juga mempersiapkan peserta menjadi pelatih karena mereka diharapkan dapat melatih petugas kesehatan di Puskesmas, di mana upaya pengendalian vektor praktis diterapkan. Ahli entomologi dan petugas kesehatan terlatih di Puskesmas ini dapat memberdayakan masyarakat lokal untuk terlibat dalam pengendalian vektor berbasis masyarakat dan menghilangkan tempat perkembangbiakan nyamuk di lingkungan mereka. 

Seorang peserta memeriksa larva nyamuk melalui mikroskop dalam sesi praktik pada pelatihan. (Kredit foto: Unit Pengendalian Vektor Nasional, Kemenkes/2023) 

“Melalui pelatihan ini, kami membina jaringan ahli entomologi kesehatan terampil yang dapat secara efektif mengelola penyakit yang ditularkan melalui vektor, memastikan respons cepat terhadap kondisi lingkungan yang berisiko dan potensi penularan penyakit, sehingga memperkuat upaya pengendalian vektor di Indonesia dari provinsi hingga Puskesmas,” kata dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, pada Mei 2023. 

Pelatihan ini mempunyai arti penting bagi masa depan Indonesia. Pengendalian vektor yang efektif adalah kunci untuk menghilangkan penyakit, sehingga menghasilkan masyarakat lebih sehat, mengurangi biaya perawatan kesehatan, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Selain itu, komitmen Indonesia terhadap pemberantasan malaria dapat meningkatkan citra globalnya, sehingga berpotensi menarik peluang pariwisata dan investasi. 

Inisiatif ini melampaui dampak langsungnya. Hal ini sejalan dengan rencana negara yang lebih luas pada tahun 2030 – mempercepat eliminasi malaria dan memperkuat akses komprehensif terhadap pengendalian dan pencegahan vektor. Kemitraan yang sukses antara Unit Pengendalian dan Surveilans Vektor Nasional dengan lembaga pelatihan kesehatan seperti Bapelkes Mataram dan BBPK Makassar dapat direplikasi untuk memastikan keberlanjutan. Ke depan, pendekatan pembelajaran campuran yang inovatif dapat digunakan sebagai alat ampuh, terutama di lingkungan dengan sumber daya terbatas di mana akses internet yang dapat diandalkan mungkin terbatas. 


Program malaria WHO Indonesia didukung oleh Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria. 
Ditulis oleh dr. Herdiana Hasan Basri, National Professional Officer Malaria, WHO Indonesia 

Media Contacts

Tim Komunikasi