Setelah berakhirnya fase tanggap darurat COVID-19, World Health Organization (WHO) dan Uni Eropa mendukung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan para mitra untuk menjalankan penelitian penting tentang dampak COVID-19 pada kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta untuk lebih memahami gangguan pada layanan-layanan kesehatan esensial. Upaya-upaya ini bertujuan membangun sistem kesehatan yang lebih kuat dan tangguh.
Dengan dukungan WHO, sebuah studi yang dilaksanakan oleh Pusat Kajian Kesehatan Anak Universitas Gadjah Mada (UGM) menganalisis rekam medis 4.945 ibu hamil dan bayi mereka (4.920) pada Juni hingga September 2023. Studi ini juga mencakup wawancara dengan pengelola program dan tenaga kesehatan dari delapan rumah sakit di empat provinsi di Pulau Jawa.
Para peneliti menemukan bahwa risiko kematian ibu hamil yang tertular COVID-19 enam kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang negatif COVID-19. Di antara ibu hamil dengan COVID-19 tersebut, ibu hamil yang mengalami gejala sedang hingga berat ditemukan memiliki risiko 12 kali lebih tinggi untuk meninggal dibandingkan ibu hamil yang tidak bergejala atau mengalami gejala ringan. Studi ini menunjukkan efektivitas vaksinasi COVID-19 dalam mengurangi risiko kematian ibu hamil, menyoroti pentingnya vaksinasi pada ibu hamil.
Hasil penelitian ini sejalan dengan studi-studi berskala lebih kecil sebelumnya di Indonesia, yang menunjukkan bahwa ibu hamil lebih berisiko mengalami COVID-19 berat dibandingkan perempuan di kelompok usia yang sama yang tidak hamil. Penelitian global terbaru juga mengindikasikan infeksi COVID-19 pada ibu hamil atau baru selesai masa kehamilan lebih mungkin mengharuskan perawatan intensif atau dukungan pernapasan dibandingkan pada wanita berusia subur yang tidak hamil.
Sebagai bagian dari studi UGM ini, peneliti mengidentifikasi bahwa gangguan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir umumnya terkait kurangnya tenaga cadangan rumah sakit serta keterbatasan kapasitas layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di tingkat primer. Para peneliti menemukan bahwa rumah sakit yang memiliki rencana penanggulangan bencana yang kuat menunjukkan ketangguhan yang lebih baik, seperti dengan mengoptimalkan penggunaan ruang dan persediaan, penggiliran kerja dokter, penundaan operasi bedah dan layanan gigi, serta penggunaan sumber daya oksigen yang cermat.
Di tingkat primer, peneliti menemukan prosedur operasional standar untuk respons pandemi dan pengendalian infeksi masih kurang. Persediaan alat pelindung diri dan oksigen medis juga diketahui tidak memadai. Temuan-temuan ini mengungkapkan adanya kebutuhan mendesak akan pembentukan sistem rujukan yang baik dan rencana penanggulangan bencana yang kuat di fasilitas kesehatan sehingga risiko dapat ditangani dan dikelola dengan efektif.
WHO dan Kemenkes akan menggunakan temuan-temuan ini untuk mengarahkan penyusunan pedoman nasional yang bertujuan semakin memperkuat kapasitas sistem kesehatan dalam merespons kejadian kesehatan masyarakat akut dan meminimalisasi gangguan pada layanan esensial, termasuk layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Studi ini didanai oleh Uni Eropa.
Ditulis oleh Edit Oktavia Manuama, National Professional Officer for Maternal, Neonatal and Child Health, WHO Indonesia