Rencana Aksi Nasional Percepatan Eliminasi Malaria di Indonesia (RANPEM) 2020-2024 sudah tidak dapat dilaksanakan akibat keadaan program malaria setelah pandemi COVID-19. Dari tiga target spesifik dalam RAN-PPMI, hanya satu yang tercapai.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru saja mengesahkan dokumen RANPEM 2020-2024 pada Februari 2020, ketika WHO mengumumkan pandemi COVID-19. Hal ini menyebabkan gangguan yang signifikan dalam layanan malaria, seperti penurunan lebih dari 30% dalam deteksi kasus malaria, keterlambatan distribusi kelambu berinsektisida tahan lama, dan habisnya stok obat malaria karena pengurangan produksi obat oleh perusahaan maupun penundaan transportasi. Faktor-faktor ini berkontribusi pada kegagalan dalam mencapai sebagian besar target RANPEM.
Untuk menilai situasi program malaria pasca-COVID-19, Program Pengendalian Malaria Nasional (PPMN) dan WHO melakukan tinjauan program jangka menengah (MTR) pada Agustus dan September 2022. Tinjauan tersebut menunjukkan tujuan eliminasi malaria pada 2030 tidak akan tercapai jika PPMN dilanjutkan dengan intervensi "bisnis seperti biasa". MTR merekomendasikan untuk fokus pada Papua, Ibu Kota Negara (IKN) yang memiliki populasi berpindah dan migran (PBM), dan memastikan pembiayaan berkelanjutan untuk malaria. Tinjauan tersebut juga menekankan pentingnya inovasi, khususnya di Papua dan daerah dengan PBM.
Salah satu pertemuan konsultasi untuk menyusun perubahan RANPEM 2020-2024. Kredit: PPMN
Temuan dan rekomendasi MTR menjadi masukan bagi revisi dokumen RANPEM, yang mencantumkan penyesuaian terhadap target dan indikator, serta memperkenalkan intervensi baru. Dokumen yang direvisi memundurkan waktu pencapaian eliminasi di kabupaten endemik tinggi dan target khusus untuk Papua dari 2024 ke 2026. Dokumen tersebut sekarang juga memasukkan target rasio tingkat positif malaria di Papua, dari 32% pada 2021 menjadi 17% pada akhir 2024. Selain itu, ada pula perpanjangan tenggat untuk mencapai nol daerah endemis tinggi dari 2024 ke 2026, mengingat adanya kemunduran selama dua tahun karena pandemi.
Untuk memberikan waktu tambahan dalam mencapai target, rencana transisi untuk 2025-2026 pun dikembangkan. Pemerintah Indonesia menetapkan rencana jangka menengah untuk periode lima tahun, termasuk RANPEM: 2020-2024 dan kemudian 2025-2029. Namun, untuk mengejar keterlambatan akibat COVID-19, NMCP mengembangkan rencana transisi yang berfokus pada target spesifik sepanjang 2025-2026.
Kedua dokumen tersebut disusun melalui serangkaian pertemuan konsultatif yang melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk kementerian, swasta, dinas kesehatan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan organisasi keagamaan. WHO memberikan dukungan operasional dan teknis untuk menyempurnakan keduanya.
“Saya berharap Revisi RANPEM 2020-2024 dan rencana transisi 2025-2026 dapat menjadi acuan bagi semua sektor dan pemangku kepentingan dalam percepatan eliminasi malaria di Indonesia,” kata Dr. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dalam salah satu rapat konsultasi di Jakarta.
Menurut dia, meski kesempurnaan sulit dicapai, Indonesia berupaya memperbaiki kekurangan dokumen sebelumnya melalui rencana baru. Kedua rencana tersebut akan mempercepat upaya untuk mencapai Indonesia bebas malaria pada 2030. Sementara itu, pemantauan dan evaluasi berkelanjutan untuk implementasi dokumen ini diperlukan untuk memastikan program malaria berjalan sesuai rencana.
Para pemangku kepentingan peserta rapat konsultasi untuk revisi Rencana Aksi Nasional menunjukkan symbol huruf “E” untuk “eliminasi”. Kredit: PPMN
Pada masa mendatang, diseminasi dokumen RAN-PPMN yang telah direvisi dan rencana transisinya sangatlah penting tidak hanya untuk orang-orang yang terlibat dalam program malaria, tetapi juga untuk sektor lain yang mengelola determinan sosial dan lingkungan yang terkait dengan malaria. Peran masyarakat dan pemangku kepentingan multisektoral maupun potensi aksi kuncinya ditulis dengan jelas dalam dokumen ini, memberikan panduan bagi tindakan kolaboratif untuk mengeliminasi malaria di negara ini.
Kegiatan ini didukung oleh Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria.
Ditulis oleh dr. Herdiana Hasan Basri, National Professional Officer for Malaria, WHO Indonesia.