Credits: Getty Images/Visual China Group
Sebuah kelompok tangan memegang stiker lingkaran merah putih dengan simbol dilarang merokok.
© Credits

Menuju Pengendalian Lebih Ketat: Mengatur Generasi Baru Produk-produk Tembakau

25 April 2024
Highlights
Reading time:

Menyerap pandangan para pakar dalam dialog kebijakan multisektoral. Kredit: BPOM/Raka Dewa Pratama

Rokok elektronik semakin menjadi populer di seluruh dunia, terutama di antara kawula muda, tanpa terkecuali di Indonesia. Dalam satu dekade, penggunaan rokok elektronik yang kerap disebut vape ini melejit di Indonesia. Menurut Global Adult Tobacco Survey Indonesia 2021 (Survei Global Penggunaan Tembakau pada Orang Dewasa untuk Indonesia tahun 2021), jumlah pengguna rokok elektronik meningkat dari 516.377 orang (0,3% populasi) pada 2011 ke lebih dari 6 juta orang (3% populasi) pada 2021, menandakan sangat mendesaknya kebutuhan akan tindakan regulasi.

Produk-produk nikotin dan tembakau baru seperti rokok elektronik (e-cigarettes), tembakau padat yang dipanaskan, dan kantong nikotin (nicotine pouch) tidak bebas dari risiko kesehatan dan telah menjadi semakin populer, terutama di antara anak-anak remaja. Untuk memancing pengguna, industri ini meluncurkan produk dengan berbagai rasa serta desain yang menarik dan agresif mempromosikan produk-produk ini di media sosial. Tanpa adanya regulasi yang ketat, generasi muda berisiko lebih besar menjadi kecanduan rokok konvensional maupun elektronik.

Untuk mendukung upaya Indonesia dalam mengatur produk-produk nikotin dan tembakau baru, sepanjang tahun 2023 WHO secara strategis mendukung Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia melalui serangkaian inisiatif. Antara lain, Diskusi Panel Pakar dan Dialog Kebijakan Multisektoral pada Februari 2023 yang mempertemukan pejabat pemerintah, akademisi, dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kesadaran tentang risiko-risiko kesehatan terkait produk-produk baru ini, melainkan juga menarik pelajaran dari upaya-upaya regulasi serupa di Singapura, Thailand, dan Filipina. Melalui dialog interaktif, para pemangku kepentingan mengidentifikasi tantangan-tantangan dan menyesuaikan rekomendasi kebijakan dengan situasi Indonesia.

Menindaklanjuti kegiatan ini, BPOM dan WHO mengadakan diskusi kelompok terarah dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan pada Juli 2023. Diskusi ini mendalami regulasi yang sudah ada terkait rokok elektronik, prosedur perizinan, dan mekanisme pemantauan penjualan ritel, di mana pemahaman-pemahaman penting diperoleh sebagai bahan penyusunan rekomendasi kebijakan. Selain itu, WHO mendukung BPOM dalam menyusun makalah teknis tentang produk nikotin dan tembakau baru, yang merangkum perundang-undangan dari berbagai belahan dunia dan anjuran langkah-langkah kebijakan untuk Indonesia. Rekomendasi makalah ini mengadvokasikan pembatasan konsentrasi nikotin, pembatasan volume produk, larangan penggunaan perisa, penetapan persyaratan perizinan, kewajiban pelaporan kandungan, dan pembatasan ketat untuk periklanan. Waktu penyusunan makalah ini bertepatan dengan penerapan Undang-Undang tentang Kesehatan tahun 2023, yang menggolongkan produk nikotin dan tembakau baru sebagai produk tembakau. Pemerintah Indonesia merujuk pada makalah ini dalam menyusun peraturan pelaksana Undang-Undang Kesehatan.

Dalam sebuah pertemuan pada Agustus 2023, Dra. Togi Junice Hutadjulu, Apt., MHA, yang saat itu menjabat sebagai pelaksana jabatan Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif BPOM, mengatakan, “Makalah ini akan memberikan masukan yang penting untuk rancangan-rancangan regulasi yang akan melindungi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Regulasi yang kuat akan menjadi dasar yang kokoh untuk melindungi generasi masa depan.”

Kolaborasi WHO dengan BPOM telah memajukan pengembangan kebijakan berbasis bukti terkait rokok elektronik dan NENTPs lainnya. Kebijakan ini akan memungkinkan Indonesia melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari ancaman kecanduan dan risiko kesehatan akibat produk-produk baru tersebut.

--

Ditulis oleh Dina Kania, National Professional Officer for Policy and Legislation, WHO Indonesia.

Media Contacts

Tim Komunikasi