Per Desember 2022, 372 dari 514 kabupaten (72,4%) di Indonesia telah dinyatakan bebas malaria. Namun di Indonesia bagian timur, banyak kabupaten/kota masih merupakan daerah endemis tinggi, berkontribusi lebih dari 90% kasus malaria yang dilaporkan secara nasional.
Untuk mencapai tujuan program malaria, penyesuaian substansial dan langkah-langkah penguatan diperlukan. Sebagai dasar dari penyesuaian tersebut, tinjauan komprehensif dilakukan dengan memeriksa kinerja program, mengidentifikasi akar masalah, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.
Pemerintah Indonesia bersama WHO, UNICEF, dan mitra lainnya meninjau program malaria pada 13-27 September 2022. Peninjauan dilakukan di tingkat nasional, di lima kabupaten dan satu kota: Kabupaten Labuhanbatu di Sumatera Utara, Kabupaten Penajem Paser Utara di Kalimantan Timur, Kota Kupang dan Kabupaten Kupang di NTT, Kabupaten Manokwari di Papua Barat, dan Kabupaten Mimika di Papua Tengah.
MTR menggunakan alat penilaian yang diadaptasi dari Malaria Elimination Assessment Tools (MEAT) WHO dan manual praktis WHO untuk review program malaria (MPR) dan MTR rencana strategis malaria, dengan fokus pada lima bidang penilaian: manajemen program, manajemen kasus, surveilans dan evaluasi, vektor kontrol, dan komunikasi perubahan perilaku. Tim MTR melakukan kajian literatur, mengunjungi dinas kesehatan provinsi dan kabupaten, puskesmas, rumah sakit kabupaten dan militer, fasilitas kesehatan swasta, kader malaria desa, dan departemen terkait dari sektor lain.
Tim peninjau terdiri dari pakar WHO; perwakilan dari US CDC Atlanta, UNICEF, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; serta praktisi ahli dari organisasi profesi dan lembaga akademik. Perwakilan dari Global Fund to Fight AIDS, TB and Malaria (GFATM) dan Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) menjadi pengamat dalam kajian ini.
Hasil kajian disampaikan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin; Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Dr Pungkas Bahjuri Ali, dan pemangku kepentingan lainnya.
“Untuk mencapai eliminasi malaria di Papua dan ibu kota baru Indonesia, kolaborasi multisektoral adalah salah satu komponen kuncinya. Kita dapat belajar dari kerjasama multisektor yang kuat dalam menanggapi pandemi COVID-19 untuk mencapai eliminasi malaria dan memastikan pemenuhan hak-hak dasar di bidang kesehatan,” kata Menteri Budi Gunadi Sadikin.
Salah satu rekomendasi utamanya adalah memfokuskan ulang strategi untuk mempercepat pengurangan beban dan penularan malaria di Papua. Program perlu memastikan cakupan yang tinggi dari intervensi inti dasar pengendalian malaria, seperti diagnosis dan pengobatan dini serta pencegahan menggunakan jaring insektisida tahan lama dan penyemprotan residu dalam ruangan. Pemberian obat massal yang lebih intensif di desa-desa endemis tinggi juga penting. Hal ini harus dibarengi dengan penguatan kemitraan publik-swasta dan jejaring dalam manajemen kasus dan pelaporan melalui sistem informasi malaria (SISMAL), dan penemuan kasus berbasis masyarakat melalui kader malaria desa di setiap desa.
Percepatan eliminasi malaria melalui intervensi yang lebih baik, lebih cepat dan lebih luas di pusat-pusat kegiatan yang persisten seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan kabupaten sekitarnya juga termasuk dalam rekomendasi kunci MTR. Hutan yang akan dibuka untuk IKN merupakan habitat nyamuk Anopheles, penular penyakit malaria. Proyek konstruksi besar-besaran dengan mobilisasi tenaga kerja dari kabupaten lain, dikombinasikan dengan transmisi aktif malaria di daerah sekitar IKN, akan meningkatkan risiko wabah malaria.
Sementara itu, pendanaan berkelanjutan menjadi tantangan bagi seluruh kabupaten di Indonesia, terutama untuk daerah endemik rendah hingga eliminasi. Belajar dari inisiatif anti-stunting yang dapat mengakses 13 sumber pendanaan kementerian yang berbeda, tim MTR merekomendasikan Program Pengendalian Malaria Nasional (PPMN) untuk bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Dalam Negeri, dan Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES) untuk merumuskan peraturan dan mengedukasi dinas kesehatan kabupaten (Dinkes) tentang cara memanfaatkan berbagai sumber pendanaan ini.
Temuan dan rekomendasi MTR diadaptasi dalam proses amandemen dokumen Rencana Aksi Nasional Percepatan Penanggulangan Malaria 2020-2024 dan dalam penyusunan rencana transisi program malaria 2025-2026.
Lebih banyak intervensi sekarang telah direncanakan untuk Papua dan IKN. Di Papua, penambahannya adalah pemberian obat massal, pengobatan preventif intermiten untuk ibu hamil, penguatan pemantauan dan kepemimpinan berbasis masyarakat, dan pengelolaan sumber jentik. Dalam IKN, akan ada skrining bagi pekerja yang datang dan pergi dari ibu kota baru, pemberian obat terarah, dan skrining demam tiap dua minggu. Penduduk berpindah dan pendatang yang tinggal di sekitar IKN juga akan menerima pengobatan pencegahan intermiten serta kelambu dan penangkal nyamuk.
Semua upaya ini akan semakin membuka jalan menuju eliminasi malaria di Indonesia. Hingga akhir tahun 2022, 372 kabupaten telah memberantas malaria. 13 kabupaten lagi ditargetkan untuk menghilangkan malaria pada 2023, yang berarti 385 kabupaten atau hampir 75% dari 514 kabupaten di Indonesia akan bebas malaria.
Program malaria WHO Indonesia didukung oleh Global Fund.
Ditulis oleh dr. Ajib Diptyanusa, National Consultant for Malaria, dan dr. Herdiana Hasan Basri, National Professional Officer for Malaria