WHO/Indah Deviyanti
Pasien menunggu di fasilitas pelayanan kesehatan yang dilengkapi tempat sampah dan penyatisasi tangan (dalam gambar).
© Credits

Indonesia Memperkuat Layanan WASH yang Inklusif dan Tangguh di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

9 September 2025
Highlights

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) dan World Health Organization (WHO) memperkuat upaya peningkatan layanan air, sanitasi, dan higiene atau dikenal dengan WASH di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Langkah ini bertujuan meningkatkan keselamatan pasien, mencegah serta mengendalikan resistansi antimikroba (AMR), dan memperluas akses yang adil pada layanan kesehatan bermutu. 

Secara global, WASH yang tidak memadai di fasyankes banyak menyebabkan infeksi terkait pelayanan kesehatan (health care-associated infections/HAI), yang berkontribusi signifikan pada AMR. Diperkirakan 15 dari 100 pasien di negara berpendapatan rendah dan menengah serta 7 dari 100 di negara berpendapatan tinggi mengalami setidaknya satu HAI selama dirawat di rumah sakit. Banyak dari infeksi ini kebal terhadap antibiotik yang umum digunakan, sehingga lebih sulit – bahkan terkadang mustahil – diobati. 

Di Indonesia, keterbatasan layanan WASH di fasyankes masih menjadi bahaya bagi keselamatan pasien serta mempercepat laju AMR. Laporan Global Antimicrobial Resistance Use and Surveillance tahun 2022 menunjukkan 77% sampel E. coli di Indonesia resistan terhadap sefalosporin generasi ketiga dan 69% terhadap fluorokuinolon – dua antibiotik penting untuk infeksi serius. 

Menanggapi keadaan ini, pada Januari hingga Juli 2025, Kemenkes dan WHO melakukan penilaian layanan WASH di 69 fasyankes di Balikpapan, Padang, dan Yogyakarta. Hasil penilaian menunjukkan kesenjangan besar, termasuk tidak tersedianya prosedur operasional standar (SOP) untuk WASH dan AMR serta keterbatasan kapasitas tenaga kesehatan. Hanya 11% fasilitas yang memenuhi standar Kemenkes. Ketimpangan sering kali terkait jenis wilayah perkotaan atau pedesaan, sedangkan pengelola rumah sakit banyak menyebut kurangnya pedoman kesehatan yang jelas. 

Seorang tenaga kesehatan membantu pasien pengguna kursi roda untuk melakukan kebersihan tangan setibanya di fasilitas kesehatan. Kredit: WHO/Pixelite

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, Kemenkes – dengan dukungan WHO – menyusun pedoman operasional komprehensif tentang kesehatan lingkungan di fasyankes. Pedoman ini mencakup pencegahan dan pengendalian infeksi dan AMR, sekaligus mengintegrasikan prinsip kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial – aspek yang penting tetapi sering kurang diperhatikan. Hingga kini, 56 tenaga kesehatan dari 38 dinas kesehatan provinsi dan lembaga pelatihan daerah telah mengikuti program pelatihan pelatih (training of trainers), yang akan membantu penerapan pedoman ini secara nasional. 

“Sebelum pelatihan, kami belum benar-benar menyadari besarnya pengaruh WASH pada keselamatan pasien dan kondisi kerja staf,” ujar Rinawati dari Dinas Kesehatan Provinsi DI Yogyakarta. “Sekarang kami lebih siap untuk membawa perubahan nyata di fasilitas kami.” 

Selain pedoman tersebut, Direktorat Kesehatan Lingkungan Kemenkes juga mengembangkan alat digital untuk memantau dan meningkatkan implementasi WASH di fasyankes. Di sisi lain, Kemenkes dan WHO mendukung pengelola fasyankes menyusun rencana aksi WASH. Diharapkan langkah-langkah ini dapat menyelaraskan perencanaan dan penganggaran daerah dengan sasaran nasional serta membangun kepemilikan bersama. 

“Pedoman baru ini bukan hanya soal infrastruktur fasilitas kesehatan kita. Pedoman ini bertujuan menanamkan asas keadilan, keselamatan, dan martabat di inti layanan kesehatan,” jelas Dr Lubna Bhatti, Team Lead for Healthier Populations di WHO Indonesia. “WASH yang inklusif adalah kunci membangun sistem kesehatan yang berpusat pada masyarakat, melindungi setiap pasien yang datang ke fasilitas kesehatan dari risiko infeksi tambahan, serta menghentikan timbulnya dan menyebarnya AMR” 

Dengan standar yang jelas, instrumen digital, dan tenaga kesehatan yang diberdayakan, Indonesia memperkuat keselamatan pasien, mengatasi AMR, serta membangun sistem kesehatan yang lebih adil dan merata bagi seluruh masyarakat. 


Kegiatan ini mendapatkan dukungan keuangan dari Kerajaan Arab Saudi dan Pemerintah Luksemburg. 

Ditulis oleh Indah Deviyanti, National Professional Officer (Environmental Health and Climate Change), WHO Indonesia; Nora Arista, National Professional Officer (Antimicrobial Resistance), WHO Indonesia; dan Itsnaeni Abbas (Consultant, Environmental Health), WHO Indonesia