Pada 25 Mei 2023, Direktur Jenderal WHO menetapkan bahwa COVID-19 kini menjadi masalah kesehatan yang berkelanjutan dan tidak lagi merupakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Selanjutnya, Presiden Indonesia mengumumkan pencabutan status darurat COVID-19 di Indonesia. Namun, sifat SARS-CoV-2 yang terus berkembang dan dinamis serta ancaman penyakit baru lainnya terus menimbulkan risiko kesehatan masyarakat.
Meskipun terjadi tren penurunan kasus COVID-19, penurunan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, dan peningkatan kekebalan masyarakat, menjaga kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat kesehatan tetap penting. Pembelajaran dari pandemi COVID-19 menyoroti pentingnya strategi transisi untuk menetapkan manajemen jangka panjang COVID-19, serta mempertahankan upaya memperkuat ketahanan sistem kesehatan yang dimulai selama COVID-19.
WHO mendukung pertemuan hibrid Intra-Action Review ke-8 yang diselenggarakan pada 21-23 Juni 2023 di Jakarta, dihadiri 170 peserta dari berbagai sektor. Peserta yang hadir antara lain perwakilan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sekretariat Kabinet, Kementerian Pertanian, universitas, asosiasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Dalam pertemuan tersebut, WHO memaparkan Rencana Kesiapsiagaan, Kesiapan, dan Respons Strategis Global yang diperbarui untuk tahun 2023-2025, yang sejalan dengan pedoman WHO tentang Kesiapsiagaan dan Ketahanan terhadap Ancaman Emerging. Rencana tersebut mencakup lima komponen: (1) Koordinasi darurat; (2) Surveilans kolaboratif; (3) Perlindungan masyarakat; (4) Pelayanan medis yang aman dan terukur; dan (5) Akses terhadap tindakan penanggulangan.
Penyusunan rekomendasi tindakan prioritas pada pertemuan IAR ke-8. Kredit: WHO/Endang Widuri Wulandari
IAR menyoroti bahwa gugus tugas COVID-19 telah berperan penting dalam memimpin koordinasi darurat dari tingkat nasional hingga masyarakat. Koordinasi ini memainkan peran penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan, tidak hanya selama pandemi tetapi juga selama tahap transisi dan periode interpandemi (masa antar pandemi). Menyelaraskan respons pandemi dengan kerangka bencana nasional telah memungkinkan akses terhadap sumber daya dan pendanaan darurat yang diperlukan untuk respons COVID-19 yang terukur. Untuk mengatasi lonjakan kapasitas sumber daya manusia selama keadaan darurat, Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes meluncurkan inisiatif untuk membentuk tenaga cadangan kesehatan yang dipersiapkan sebelum keadaan darurat untuk dimobilisasi selama situasi krisis.
Selain itu, selama pandemi, pembaruan terus-menerus dilakukan melalui dashboard pemantauan kasus COVID-19, tingkat keparahan (pasien rawat inap dan kematian), kapasitas respons melalui pengujian, penelusuran, dan pengobatan (tingkat keterisian tempat tidur), serta cakupan vaksinasi telah memandu penilaian risiko kesehatan masyarakat. dan tindakan sosial. Strategi komunikasi risiko dan rencana keterlibatan untuk COVID-19 diterapkan untuk melibatkan masyarakat dalam respons COVID-19, mengembangkan materi penyakit infeksi baru (Emerging Infectious Disease/EID) yang disesuaikan, serta berinteraksi dengan media, mengatasi misinformasi, melawan hoaks, dan melakukan pemantauan media harian.
IAR juga menyajikan temuan-temuan dari penelitian COVID-19 melalui tinjauan cepat (rapid reviews) yang didukung oleh WHO. Dilaksanakan oleh beberapa universitas dan lembaga penelitian, para pemateri menegaskan efektivitas Sistem Manajemen Insiden untuk koordinasi darurat dalam COVID-19. Penelitian ini juga menunjukkan dampak pandemi terhadap layanan kesehatan penting, yang menggarisbawahi perlunya strategi yang dapat beradaptasi, termasuk kesehatan digital dan surveilans berbasis komunitas untuk deteksi dini dan penanggulangannya.
IAR menghasilkan sejumlah rekomendasi kunci berikut:
- Koordinasi lintas sektor berkesinambungan untuk kesiapsiagaan ancaman yang muncul melalui penerapan Peraturan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan No. 7 Tahun 2022, yang memberikan pedoman pencegahan dan pengendalian zoonosis dan penyakit infeksi baru dengan pelibatan lintas sektor.
- Memperbarui rencana kesiapsiagaan pandemi dan melakukan latihan simulasi sejalan dengan pedoman kesiapsiagaan dan ketahanan WHO terhadap ancaman yang muncul di tingkat nasional dan sub-nasional, dengan menggabungkan pembelajaran dari COVID-19.
- Meningkatkan surveilans dengan menggunakan data dari berbagai sumber untuk analisis lebih lanjut dan respons yang cepat. Sumber-sumber ini mencakup Sistem Kewaspadaan dan Respons Dini (SKDR) yang melibatkan layanan kesehatan primer dan rumah sakit, surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) dan infeksi saluran pernapasan akut berat (SARI), surveilans berbasis komunitas, surveilans lingkungan, surveilans berbasis laboratorium, dan surveilans berbasis komunitas. surveilans genomik, dan surveilans antarmuka manusia-hewan yang terintegrasi dalam pendekatan One Health.
- Meningkatkan pertukaran informasi antar berbagai sektor dan melakukan penilaian risiko bersama untuk memitigasi risiko.
- Terus memantau dan memperbarui rencana dan pengujian kesiapsiagaan pandemi rumah sakit, serta peningkatan kapasitas untuk kesiapsiagaan EID di rumah sakit, termasuk manajemen kasus dan pengendalian infeksi.
- Memperbarui rencana penyebaran vaksin pandemi untuk mengatasi distribusi vaksin dan fleksibilitas realokasi berdasarkan penilaian kebutuhan, dan meningkatkan aplikasi pelaporan vaksin secara real-time. Pemantauan terus menerus terhadap produksi dan distribusi obat serta pemantauan efek samping masih diperlukan.
- Meningkatkan kolaborasi dan komunikasi multisektoral di titik masuk, termasuk deteksi dan respons lintas negara terhadap keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat, serta pengembangan rencana darurat dan pengujian.
- Terus melakukan dan melembagakan manajemen misinformasi dan peningkatan kapasitas untuk komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat melalui program yang disesuaikan dengan konteks lokal.
“Meskipun kasus COVID-19 telah menurun, kita perlu memanfaatkan pembelajaran dari COVID-19 untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan ketahanan terhadap ancaman yang muncul yang melibatkan berbagai sektor. Maka, penting untuk mengintegrasikan koordinasi, surveilans, dan respons pandemi COVID-19 ke dalam sistem yang ada,” kata Dr. Endang Burni, Ketua Kelompok Kerja Penyakit Menular Emerging Kementerian Kesehatan RI.

Kegiatan ini didanai oleh Uni Eropa.
Ditulis oleh dr. Endang Widuri Wulandari, National Professional Officer (Epidemiologist), WHO Indonesia.