GSK/Marcus Perkins
Warnoah, pasien penyakit kaki gajah (filariasis), mencuci kakinya sebagai bagian kegiatan sehari-hari. Warnoah adalah petani di Pekalongan, Jawa Tengah.
© Credits

Peringatan Hari Penyakit Tropis Terabaikan Sedunia, Perdana di Indonesia

16 March 2023
Highlights
Indonesia

 

Tantangan utama dalam program penyakit tropis terabaikan (NTDs) adalah kurangnya kesadaran serta adanya stigma dan diskriminasi. Banyak orang yang tinggal di daerah dengan prevalensi NTD tinggi tidak mengetahui penyakit, penyebab, dan tindakan pencegahannya. Ketidaksadaran ini dapat mengakibatkan tertundanya pengobatan dan memudahkan penularan penyakit. Selain itu, NTDs sering dikaitkan dengan kemiskinan dan kondisi hidup yang buruk, sehingga mengarah pada stigmatisasi, diskriminasi, serta marjinalisasi individu yang terkena dampak.

Lima dari 20 NTDs utama merupakan penyakit endemik di Indonesia, yakni filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia. Pada 2010, sekitar 188,5 juta orang di Indonesia memerlukan intervensi terhadap kelima NTD tersebut, namun jumlah tersebut terus menurun menjadi 82,3 juta pada tahun 2021. Indonesia telah mengeliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat di tingkat nasional pada tahun 2000 dan mempertahankan pencapaian tersebut hingga saat ini. Sejak 2019, enam dari 28 desa endemik schistosomiasis telah melaporkan nol kasus, yang menunjukkan efektifnya pengendalian keong, pengobatan, dan  kesehatan masyarakat veteriner yang terpadu. Peta Jalan NTD Global 2021-2030 menargetkan pengurangan jumlah orang yang memerlukan intervensi NTDs sebanyak 90% pada 2030. Ini membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan peningkatan pendanaan penelitian dan pengembangan, akses lebih baik ke layanan kesehatan dan obat-obatan, sanitasi dan kebersihan yang lebih baik, serta peningkatan kesadaran dan pendidikan tentang NTDs. Hari Penyakit Tropis Terabaikan Sedunia, yang diperingati pada 30 Januari, merupakan kesempatan untuk mengatasi masalah tersebut.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong pemerintah daerah agar memprioritaskan pendanaan program pengendalian NTD, WHO Indonesia memberikan dukungan keuangan dan teknis kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mengembangkan materi informasi, pendidikan, dan komunikasi untuk peringatan Hari Penyakit Tropis Terabaikan Sedunia pertama di negeri ini.

Sejak 30 Januari 2023, Kemenkes dan WHO melakukan serangkaian acara temu media, webinar, dan kegiatan mobilisasi sosial, yang berpuncak pada acara utama tanggal 21 Februari 2023. Peringatan ini mengumpulkan sekitar 500 pemangku kepentingan di ekosistem NTDs, termasuk 108 bupati dan wali kota dari daerah endemis NTDs, kementerian dan lembaga terkait, mitra pelaksana, dan media. Dalam puncak acara utama, Menteri Kesehatan memberikan lima sertifikat bebas filariasis dan 103 sertifikat bebas frambusia kepada wali kota dan bupati. Menteri mendorong investasi lebih besar dalam pengawasan NTDs.

Sejak 2015, Indonesia menggunakan pendekatan eliminasi sub-nasional, sementara WHO memberikan bantuan teknis, mengadopsi norma global/regional ke dalam rencana strategis nasional, membangun kapasitas, dan memfasilitasi obat-obatan gratis untuk program pengendalian NTDs.

“Berinvestasi pada NTDs bukan hanya investasi untuk memerangi satu penyakit saja. Ini juga merupakan investasi dalam sanitasi air dan higiene, pengendalian vektor, kesehatan semesta (One Health), sistem kesehatan lebih kuat, cakupan kesehatan universal, dan perang melawan kemiskinan. Pada Hari NTDs Sedunia ini, pesan WHO jelas: bertindak sekarang, bertindak bersama-sama, berinvestasi dalam NTD,” kata Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, melalui pesan video.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti empat pendekatan utama dalam memerangi NTD, yaitu protokol kesehatan untuk menghindari infeksi, surveilans dan deteksi kasus, vaksin, dan pengobatan. “Vaksin tidak tersedia karena semua NTD sekarang berada di ambang eliminasi, sementara pengobatan tersedia secara luas dan mudah diakses. Maka, dua kunci pendekatan yang harus diintensifkan adalah protokol kesehatan dan penguatan deteksi kasus atau sistem surveilans,” ujarnya.

Pesan untuk berinvestasi di NTD dibalas dengan komitmen dari pembuat kebijakan. “Kami, 103 bupati dan walikota penerima sertifikat bebas frambusia berkomitmen untuk mempertahankan nol kasus frambusia di kabupaten dan kota kami, serta menyediakan dana dan sumber daya manusia memadai untuk program pemberantasan frambusia hingga target nasional Indonesia bebas frambusia tercapai pada 2024,” ujar H. Arif Sugiyanto, Bupati Kebumen, dalam acara tersebut.

Partisipasi seluruh pemangku kepentingan merupakan komponen penting dalam pengendalian, penghapusan dan pemberantasan NTDs. Keterlibatan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pengendalian NTDs dapat membantu meningkatkan cakupan pengobatan, pendidikan kesehatan, dan pengawasan dan pemantauan; serta memastikan keberlanjutan program.

Mengoptimalkan mobilisasi sosial selama Hari NTD Sedunia memerlukan pelibatan dan inspirasi bagi berbagai pemangku kepentingan untuk bertindak dan mendukung upaya global terhadap NTDs. Kolaborasi dengan mitra dan pemangku kepentingan untuk menyebar pesan dan menjangkau khalayak lebih luas harus dipertimbangkan. Ini dapat mencakup lembaga pemerintah, organisasi non-pemerintah, lembaga akademik, dan perusahaan sektor swasta. Semua upaya ini akan berkontribusi pada penghapusan NTD di Indonesia.

***

Ditulis oleh Achmad Naufal Azhari, NPO for Neglected Tropical Diseases, WHO Indonesia

Media Contacts

Tim Komunikasi Indonesia