Alasan kita perlu tindakan tegas untuk menyelamatkan nyawa hari ini dan menghindari ancaman nyata krisis kesehatan
Lemak trans hasil proses industri membunuh lebih dari 278.000 di dunia setiap tahunnya. Di Indonesia, jumlahnya sekitar 5.000 orang per tahun, umumnya karena penyakit jantung dan strok.
Berbahaya dalam jumlah kecil sekalipun, lemak trans industrial umumnya ditemukan pada kudapan, makanan panggang, minyak goreng, serta jajanan seperti martabak dan roti maryam. Padahal, lemak trans dapat dieliminasi tanpa perubahan biaya produksi, rasa, atau ketersediaan makanan.
Pada Mei tahun ini, WHO, berkolaborasi dengan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center IPB, menyampaikan data perintis tentang kandungan lemak trans pada makanan di Indonesia, dengan tujuan mendukung tindakan regulasi yang tegas. Temuan dalam data ini menunjukkan hampir 10% dari sampel makanan melebihi ambang rekomendasi WHO untuk lemak trans, di mana kandungan pada makanan panggang melambung hingga 25%.
Apa berita baiknya? Indonesia dapat membuat perubahan yang cepat dan meluas dengan mengadopsi salah satu dari dua kebijakan praktik-terbaik WHO. Kebijakan yang direkomendasikan WHO adalah mengurangi lemak trans menjadi 2% dari total kandungan lemak di semua makanan, atau melarang produksi, impor, penjualan, dan penggunaan minyak terhidrogenasi sebagian pada segala jenis makanan.
Pertama, langkah tersebut akan menurunkan secara drastis penyakit dan kematian terkait lemak trans, suatu tragedi berdampak sosio-ekonomi besar yang meningkatkan beban pelayanan kesehatan serta menurunkan partisipasi dan produktivitas tenaga kerja. Dalam jangka pendek, hal ini memungkinkan pembiayaan kesehatan untuk lebih banyak prioritas kesehatan, serta akan mempercepat pembangunan sosial dan ekonomi secara keseluruhan.
Analisis biaya–manfaat oleh Department of Health and Human Services Amerika Serikat (AS) pada 2015 memperkirakan, dengan menghapuskan lemak trans dalam jangka waktu 20 tahun, ada keuntungan bersih sebesar US$ 130 miliar dari kematian yang dihindarkan dan penyakit tidak fatal yang dicegah di negara tersebut. Studi-studi lain dari Kenya, Nigeria, Inggris, Argentina, dan Uni Eropa juga menunjukkan peraturan tentang lemak trans menyelamatkan nyawa dan menghemat pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang.
Kedua, kebijakan ini akan mencegah ancaman nyata, tetapi sangat dapat dihindarkan, yakni krisis kesehatan. Hingga saat ini, 53 negara di seluruh dunia telah mengadopsi kebijakan-kebijakan praktik-terbaik eliminasi lemak trans yang melindungi 3,7 miliar orang.
Dalam empat tahun terakhir, Brazil, India, Bangladesh, Filipina, Turki, Mesir, Meksiko, Nigeria, dan Argentina memelopori gerakan ini, menyusul sejumlah negara tetangga Indonesia seperti Thailand dan Singapura.
Dengan demikian, Indonesia yang merupakan negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia sangat rentan menjadi negara tempat pembuangan produk-produk pangan kaya lemak trans. Hal ini tidak hanya merusak kesehatan individu, melainkan juga ambisi agenda kesehatan dan pembangunan Indonesia.
Momentum ini sedang berbalik, kesempatan-kesempatan terbuka. Dengan disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Kesehatan tahun lalu, para legislator mengambil langkah berani dan sangat dibutuhkan untuk aktif melawan faktor-faktor risiko utama penyakit-penyakit tidak menular (PTM). Tantangan yang ada sekarang adalah memastikan peraturan pelaksana yang sedang disusun agar mencakup langkah-langkah spesifik untuk mengatasi pola makan tidak sehat dan mencapai lingkungan pangan yang lebih sehat.
Selain itu, dengan segera berakhirnya periode Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005–2025 serta finalisasi dan pemberlakuan Rencana berikutnya, pembuat kebijakan semakin menyadari perlunya memperluas dengan cepat tindakan-tindakan kesehatan preventif dan promotif. Ini termasuk untuk PTM, serta tidak hanya di dalam sistem kesehatan tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dan fokus pandangan ke depan dalam agenda transformasi kesehatan nasional Indonesia yang diluncurkan pada 2022 semakin memperkuat dasar untuk bersikap optimis. Agenda transformasi ini secara khusus menyoroti kebutuhan adanya tindakan kesehatan yang komprehensif untuk lebih efektif mencegah dan mengendalikan PTM, penyebab terbesar kematian dini di Indonesia.
Saat ini, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk membantu mengeliminasi lemak trans di seluruh dunia pada 2025, hal yang akan terus WHO dukung untuk dicapai oleh semua negara.
Yang dibutuhkan sekarang adalah komitmen nasional dengan didukung tindakan regulasi secara cepat untuk mengeliminasi lemak trans hingga tuntas. Bersama, kita bisa; bersama, kita harus melakukannya.
~ Dr N. Paranietharan adalah Perwakilan World Health Organization untuk Indonesia
~ Dr Renu Garg adalah Senior Vice President untuk kesehatan jantung di Resolve to Save Lives (RTSL)
Artikel ini telah diterbitkan di The Jakarta Post pada 5 Juni 2024.