Kedaruratan kesehatan seperti pandemi, bencana alam, kecelakaan, komplikasi kehamilan, dan cedera akut dapat berdampak besar pada masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang rentan. Dari berbagai pelajaran yang dipetik dari tantangan-tantangan akibat pandemi COVID-19, pentingnya pelayanan kegawatdaruratan yang kuat menjadi sorotan. Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) berperan penting sebagai lini pertahanan pertama terhadap kedaruratan yang terjadi di masyarakat, sehingga tenaga kesehatan setempat harus dipastikan dibekali dan terlatih untuk memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang efektif kepada masyarakat dan menyelamatkan nyawa.
Pada prinsipnya, setiap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), khususnya di tingkat primer (termasuk puskesmas, klinik, dan fasilitas praklinik), perlu dibekali untuk menangani kedaruratan di fasilitas serta menjalankan intervensi yang melibatkan fasyankes-fasyankes lain. Namun, meskipun telah banyak program pelatihan yang dijalankan oleh pemerintah untuk meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan garis depan khususnya dalam pemberian pelayanan kegawatdaruratan, tantangan masih ditemui. Tenaga kesehatan di tingkat primer sering kali bergantung pada pelatihan yang diadakan oleh organisasi profesional atau menjalani pengembangan profesional atas biaya sendiri. Hambatan keuangan ini menimbulkan kesenjangan keterampilan teknis, khususnya dalam menangani pasien kedaruratan medis.
Dukungan sangat dibutuhkan untuk penguatan kapasitas teknis tenaga kesehatan tingkat primer dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan.
Pada bulan Oktober dan November 2023, Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan WHO dan dinas kesehatan provinsi untuk mengadakan rangkaian pelatihan selama tiga hari di Jambi dan Sulawesi Tenggara, yang mewakili kondisi geografis yang berbeda(daerah daratan dan kepulauan) serta wilayah barat dan timur Indonesia. Tim yang terdiri dari dokter dan paramedis dari Jerman memfasilitasi pelatihan ini.
Dokter dan paramedis ahli dari Jerman untuk memfasilitasi pelatihan pelayanan kegawatdaruratan bagi tenaga kesehatan. Kredit: (EVAPLAN/Lely Tri Pangesti)
Penilaian yang dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan dijalankan menunjukkan bahwa pengetahuan peserta mengalami peningkatan signifikan, sebesar 88%. Peningkatan mencolok ini, serta umpan balik positif dan tingkat kepuasan yang tinggi para peserta, menjadi bukti efektivitas dan efisiensi program pelatihan ini.
“Sebagai seorang perawat, saya sangat bersyukur atas diadakannya pelatihan ini. Pelatihan ini memungkinkan saya mendapatkan pengetahuan pelayanan kegawatdaruratan, yang bisa saya terapkan di puskesmas tempat saya bekerja. Beberapa teknik pendukung dapat disesuaikan di berbagai daerah sesuai ketersediaan sumber daya,” kata seorang perawat dalam pelatihan di Jambi.
Tenaga kesehatan menyaksikan peragaan resusitasi jantung dan paru yang tepat untuk anak-anak. (EVAPLAN/Lely Tri Pangesti)
Pelatihan ini membantu meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan primer dalam merespons situasi gawat darurat. Mengingat peran pelayanan kesehatan primer sebagai penanggap pertama yang memberikan layanan kesehatan yang paling dapat diakses oleh masyarakat, tenaga kesehatan harus benar-benar siap dengan keterampilan dan teknik yang sesuai, terutama dalam mengikuti praktik-praktik terbaik, pedoman internasional, dan prosedur operasional standar respons kedaruratan.
Fasilitator dan peserta mempelajari langsung instalasi gawat darurat sehingga lebih memahami layanan ini, tenaga kesehatan terkait, dan peralatan kesehatan yang ada. (EVAPLAN/Lely Tri Pangesti)
Tidak lama dari kegiatan pelatihan ini, peserta mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan barunya dengan mengadakan pelatihan di dua puskesmas di Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pelatihan ini diadakan secara mandiri oleh staf puskesmas terkait, dengan dukungan yang kuat dan sumber daya dari dinas kesehatan kabupaten dan provinsi. Inisiatif ini tidak hanya menyoroti keterlibatan proaktif dan komitmen tim kesehatan setempat dalam membagikan pengetahuan mereka di komunitas mereka, melainkan juga menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah tingkat nasional, khususnya Kementerian Kesehatan, dalam mengadvokasikan dan mendukung dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk mengalokasikan sumber daya untuk menjaga dan memperluas inisiatif-inisiatif pelatihan tenaga kesehatan.
WHO akan terus mendukung Kementerian Kesehatan dalam upaya advokasi kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk pengembangan materi dan kurikulum pelatihan, sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan kapasitas dapat diadakan secara terus menerus dan konsisten di berbagai daerah di Indonesia.
Kegiatan ini didanai oleh Uni Eropa.
Ditulis oleh Rhiza Caesari Kristata, National Consultant for Universal Health Coverage (UHC), WHO Indonesia