Pada 16 Agustus 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia dan World Health Organization (WHO) menutup serangkaian pelatihan yang bertujuan memperkuat kapasitas deteksi dan respons cepat terhadap kejadian luar biasa (KLB), atau wabah, di provinsi-provinsi prioritas. Sebanyak 120 anggota 24 tim gerak cepat (TGC) mengikuti pelatihan ini, yang berfokus pada penyakit infeksius baru (emerging) dan berpotensi epidemi (epidemic-prone diseases).
Penyakit infeksius baru merupakan penyakit-penyakit yang baru pertama kali muncul pada suatu populasi, atau yang sudah ada sebelumnya tetapi semakin banyak terjadi atau semakin menyebar. Penyakit-penyakit berpotensi epidemi adalah penyakit yang dapat menyebar dengan cepat pada lokasi tertentu. Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons Indonesia mengumpulkan informasi tentang 24 penyakit berpotensi epidemi, seperti malaria, demam dengue, tifus, dan campak.
514 kabupaten/kota di Indonesia masing-masing memiliki TGC. Masing-masing TGC bertugas mendeteksi dini, memverifikasi sinyal, menjalankan penyelidikan epidemiologi lapangan, melakukan penilaian risiko cepat, dan merespons KLB secara komprehensif. Setiap tim ini beranggotakan pakar dari berbagai bidang, seperti tenaga klinis, epidemiolog, petugas surveilans, teknisi laboratorium, petugas pintu masuk negara, petugas komunikasi risiko, dan dokter hewan.
Peserta pelatihan terlibat dalam simulasi berbasis skenario (WHO/Endang Wulandari)
Pelatihan dimulai pada 12 Juli untuk TGC di DKI Jakarta dan sejumlah TGC di Banten, 19 Juli untuk TGC di Jawa Timur dan Bali, dan 8 Agustus untuk TGC lain di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
“TGC merupakan tulang punggung keamanan dan ketahanan kesehatan Indonesia. TGC sangat penting untuk upaya-upaya nasional dan subnasional dalam mendeteksi dan merespons penyakit infeksius baru, seperti COVID-19 dan mpox, serta penyakit-penyakit berpotensi epidemi, seperti demam dengue dan campak,” kata dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, Direktur Karantina dan Surveilans Kesehatan Kemenkes. “Melalui pelatihan-pelatihan ini, TGC di provinsi-provinsi prioritas akan lebih dilengkapi untuk melewati tantangan-tantangan di masa sekarang dan mendatang, demi ketahanan dan keamanan kesehatan Indonesia yang lebih baik bagi semua.”
Kurikulum untuk pelatihan ini diadaptasi oleh Kemenkes dan WHO dari RRT Training Programme global WHO. Program ini memberikan informasi kepada Negara-Negara Anggota instrumen perencanaan, implementasi, dan evaluasi pelatihan khusus untuk pengelola dan anggota TGC berdasarkan kerangka RRT Competency Framework.
Pelajaran-pelajaran utama dalam pelatihan ini berkenaan dengan kesiapan penyakit infeksius, deteksi dini dan respons penyakit berpotensi KLB di semua tingkat dan pintu masuk negara, tata laksana kasus penyakit infeksius baru serta pencegahan dan pengendalian infeksi, komunikasi risiko, pengambilan dan transportasi sampel, dan mobilisasi TGC. Masing-masing pelatihan diakhiri dengan praktik deteksi dini, penyelidikan epidemiologi lapangan, pengambilan sampel, rujukan pasien dan tata laksana kasus, mengenakan dan melepas alat perlindungan diri, dan pelaporan.
(WHO/Endang Wulandari)
“Tujuan kami adalah mendukung Indonesia memperkuat keamanan kesehatannya, yang pada akhirnya akan berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan,” kata Dr. Enilda Martin, Health Office Director, USAID Indonesia. “Melalui Program Global Health Security kami, dengan kolaborasi WHO, kami bermitra dengan Pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan teknis di tingkat nasional maupun subnasional. Bantuan teknis ini meliputi serangkaian pelatihan TGC yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan Indonesia mencegah, mendeteksi, dan merespons KLB dan pandemi-pandemi di masa mendatang,” tambah Dr. Enilda.
Rangkaian pelatihan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk memperkuat kapasitas-kapasitas inti Regulasi Kesehatan Internasional dan menjalankan sepenuhnya kerangka global WHO Health Emergency Preparedness, Response and Resilience(Kesiapsiagaan, Respons dan Ketahanan Kedaruratan Kesehatan). Pelatihan ini akan mendukung Indonesia untuk terus memimpin implementasi Asia Pacific Health Security Action Framework (Kerangka Aksi Keamanan Kesehatan Asia Pasifik) dan mencapai keseluruhan agenda transformasi kesehatannya.
Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID.
Ditulis oleh Endang Widuri Wulandari, National Professional Officer (Epidemiologist), WHO Indonesia