Pada suatu sore yang lembap dan hujan di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dokter Lisa Novipuspitasari, memandang keluar dari kliniknya dan mengingat berapa kali terjangan banjir menggenangi jalanan, gedung-gedung dan bahkan seluruh desa.
Komunitas pesisir yang ia layani sudah akrab dengan keganasan air. Hujan lebat disertai gelombang pasang dan erosi pantai membuat daerah mereka tidak hanya rentan terhadap banjir, melainkan juga terhadap penyakit-penyakit yang ditimbulkannya.
“Hari ini saya merawat pasien suspek leptospirosis lagi di IGD,” cerita dr. Lisa dengan nada khawatir. “Tadi malam, kami menaikkan kasus lain dari pengamatan di IGD ke rawat inap,” imbuhnya.
Setiap tahunnya, dr. Lisa berada di garis depan melawan leptospirosis, suatu penyakit zoonotik dan sensitif iklim yang dapat menyebabkan penyakit yang awalnya ringan tetapi dapat berkembang menjadi penyakit serius dan terkadang fatal.
dr. Lisa merupakan satu dari segelintir dokter spesialis leptospirosis di Demak yang merawat pasien-pasien dengan berbagai gejala mulai dari penyakit serupa influenza hingga gagal ginjal dan perdarahan paru-paru.
Dr Lisa di depan papan nama RSUD Sultan Fatah. Sebagai satu dari sedikit dokter spesialis leptospirosis di Demak,
beliau memimpin upaya pencegahan dan pengendalian infeksi leptospirosis. (WHO/Fieni Aprilia)
“Awalnya, leptospirosis tidak dipandang sebagai masalah yang mengkhawatirkan, bahkan oleh tenaga kesehatan,” jelas dr. Lisa. Namun, ia menambahkan bahwa seiring meningkatnya jumlah kematian tahunan, dr. Lisa mempelajari cara pengobatan terbaik, dengan dipandu pembimbing akademiknya, Profesor Gasem, dan dengan temuan-temuan penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional.
“Sering kali, leptospirosis keliru didiagnosis sebagai demam berdarah dengue atau tifus, sehingga menyebabkan kematian jika terlambat didiagnosis dan diobati,” sesalnya.
Meskipun demikian, dalam satu tahun terakhir, gelombang serangan ini telah mulai mereda. Sejak Januari 2023, World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), USAID-IDDS, dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta pemerintah daerah telah bekerja sama untuk memperkuat pencegahan dan pengendalian leptospirosis di Demak, yang diperkirakan akan mengalami kenaikan permukaan air laut dan penurunan tanah sebesar 2 hingga 8 cm per tahun.
Seorang pasien leptospirosis menjalani pengobatan di Demak. Salah satu hasil upaya advokasi adalah lebih siap dan mampunya puskesmas untuk menurunkan kematian akibat leptospirosis. (WHO/Fieni Aprilia)
Sejauh ini, mitra-mitra sektor kesehatan dan sektor lain seperti Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Kementerian Pertanian telah menjalankan penilaian bersama risiko leptospirosis, menyusun serangkaian rekomendasi praktis untuk memperkuat langkah-langkah pencegahan, dan juga menunjuk tim koordinasi daerah penyakit infeksius zoonotik dan baru. Kerja sama ini didasari dengan pendekatan “One Health”, yang menyadari saling terhubungnya kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan.
Menurut dr. Lisa, inisiatif ini dan inisiatif-inisiatif lainnya telah membantu memperkuat surveilans leptospirosis dan deteksi kasus, meningkatkan pengelolaan lingkungan, serta memperbanyak kegiatan penangkapan tikus, pengetahuan, dan sosialisasi di antara tenaga kesehatan dan masyarakat.
Kepala petugas penangkap tikus Amin Sukron setuju. Di Desa Bonang, Amin mengawasi kegiatan penangkapan tikus di rumah-rumah penyintas leptospirosis, dengan menggunakan Dana Desa. Ia sudah sejak lama menyadari korelasi antara kasus leptospirosis dan daerah rentan banjir, di mana tikus yang menyebarkan leptospirosis berkembang biak.
Amin Sukron, salah satu kader tikus di Desa Bonang. (WHO/Fieni Aprilia)
Amin mengatakan bahwa pengetahuan yang dibagikan oleh dr. Lisa dan tenaga kesehatan lain di Puskesmas Bonang I sangat penting untuk memperkuat langkah-langkah pencegahan, yang menjadi lebih efektif jika dijalankan dengan beberapa kegiatan sekaligus serta komunikasi yang baik antara petugas-petugas utama dan masyarakat.
Untuk itu, pendekatan One Health akan terus menjadi inti dalam upaya WHO, FAO, USAID-IDDS, dan Kementerian Kesehatan serta pemerintah daerah. Dari kliniknya di Demak, dr. Lisa mengingat dengan hati yang gembira kasus leptospirosis yang menurun, baik dalam hal jumlah maupun tingkat keparahan penyakit – yang menurutnya merupakan hasil upaya bersama para mitra dan masyarakat dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan dari penyakit-penyakit infeksius dan dampak kesehatan perubahan iklim.
Ucapan terima kasih:
Kegiatan ini didukung oleh pemerintah Amerika Serikat melalui USAID.Ditulis oleh Ayunita Mahdy, Reporting and Documentation Officer, WHO Indonesia.