Dari Rumah ke Rumah untuk Melindungi Anak Aceh dari Polio
Ini memastikan tidak satu pun anak terlewat diimunisasi.
**WHO mengucapkan terima kasih atas kontribusi GAVI, USAID, dan US CDC terhadap penanggulangan wabah polio di Aceh.
Tenaga kesehatan dari Puskesmas Ingin Jaya membawa kotak imunisasi dalam kunjungan mereka ke rumah-rumah, untuk melacak anak-anak yang belum diimunisasi dan memberikan mereka imunisasi polio di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Menyisir anak yang belum diimunisasi
Sebelum berkunjung ke rumah-rumah, tim imunisasi menyusun tetes manis polio dalam vaccine carrier agar temperaturnya stabil di suhu yang disyaratkan. Para tenaga kesehatan dari Puskesmas Ingin Jaya membawa vaccine carrier, mengunjungi dan menyisir setiap anak yang belum diimunisasi serta memberikan tetes manis polio di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Imunisasi dimulai saat tim Puskesmas, didampingi kader kesehatan, berjalan dari rumah ke rumah, mengetuk pintu lantas memberikan dua tetes imunisasi polio untuk tiap anak yang mereka temukan.
Penyisiran dari rumah ke rumah
Imunisasi dimulai saat tim Puskesmas, didampingi kader kesehatan setempat, berjalan dari pintu ke pintu untuk memberikan tetes manis polio kepada tiap anak yang mereka temui.
"Kami menggunakan kunjungan rumah ini untuk mengimunisasi anak-anak, sekaligus mengingatkan masyarakat tentang pentingnya imunisasi," ujar Nunuk, bidan Puskesmas Ingin Jaya (kiri). Yuli Ananda (tengah) memangku anaknya Ashraf (2 tahun) saat imunisasi.
Menjelaskan manfaat imunisasi
“Kami melakukan penyisiran ke rumah untuk mengimunisasi anak sekaligus menjelaskan manfaatnya,” ujar Nunuk, bidan Puskesmas Ingin Jaya (kiri), menjelaskan. Yuli Ananda (tengah) memangku putranya Ashraf (2 tahun) saat diimunisasi. Pemerintah menargetkan sekurang-kurangnya 95% anak di Aceh mendapatkan imunisasi agar tercipta kekebalan komunitas menghadapi sebaran virus polio.
Di bawah bayang-bayang wabah dan rendahnya cakupan imunisasi, WHO menyediakan analisis data dan pemantauan untuk membantu negara-negara mencapai target bebas polio pada 2026. Untuk menangani KLB di Aceh, tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan di tingkat provinsi dan kota/kabupaten, WHO, serta UNICEF dibentuk. UNICEF mendukung mobilisasi sosial dan kampanye, sementara WHO membantu melalui pengembangan panduan nasional, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam tata laksana imunisasi polio dan surveilans, pemantauan dan evaluasi cakupan dan kualitas imunisasi, serta advokasi untuk memastikan penanganan KLB dilakukan dengan baik.Irlani Ginting menggendong anaknya, Aisyah Rais, saat menjawab pertanyaan dari petugas WHO dan UNICEF saat rapid convenience assessment (RCA) di Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Anaknya yang lain, Umar Alkatab, berdiri di samping Irlani.
Rapid convenience assessment (RCA)
Iriani Ginting menggendong putrinya, Aisyah Rais, ketika menjawab pertanyaan staf WHO dan UNICEF dalam rapid convenience assessment (RCA) di Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh. Putranya, Umar Alkatab, berdiri di samping mereka. RCA bertujuan mengidentifikasi tantangan dalam imunisasi dan menyiapkan rencana untuk mengatasinya.
Bidan dari Puskesmas Ingin Jaya, didampingi WHO, menjelaskan pentingnya imunisasi polio dalam kunjungan rumah di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Semua anak harus mendapatkan imunisasi
Para bidan Puskesmas Ingin Jaya didampingi staf WHO menjelaskan pentingnya imunisasi polio saat berkunjung ke salah satu rumah di Aceh Besar. Para bidan meyakinkan orang tua bahwa semua anak harus mendapatkan imunisasi agar mendapatkan kekebalan dan perlindungan terhadap virus polio. Imunisasi telah terbukti aman dan efektif untuk melindungi anak dan mencegah penularan. Kabar bohong dan keengganan orang tua untuk mengikuti imunisasi menjadi kendala penanggulangan KLB polio ini. Penjelasan dari para tenaga kesehatan dapat mengatasi kendala tersebut.
dr. Nanda dari Puskesmas Baiturrahman memberikan imunisasi polio untuk anak-anak di Desa Neusu, Banda Aceh.
Tetes manis polio aman dan efektif
dr. Nanda Meutia dari Puskesmas Baiturrahman memberikan tetes manis polio kepada anak-anak di Desa Neusu, Banda Aceh. Bersama kader kesehatan setempat, Puskesmas meyakinkan orang tua bahwa vaksin imunisasi polio aman dan efektif “mengajari” tubuh anak untuk melawan virus.
"Imunisasi putaran pertama ini dipromosikan sebagai tetes manis polio," kata Nunuk (tengah), salah satu bidan dari Puskesmas Ingin Jaya. Promosi ini menimbulkan minat anak untuk mendapat imunisasi dan seringkali mengurangi keraguan orang tua.
Tetes manis polio
“Kami menyebut imunisasi tahap pertama ini tetes manis polio,” ucap Nunuk (tengah), salah satu bidan Puskesmas Ingin Jaya. Sebutan itu menarik minat anak dan mengurangi keengganan orang tua mereka terhadap imunisasi. Pada tahap pertama kegiatan imunisasi tambahan ini, setiap anak mendapatkan dua tetes manis polio. Dalam waktu sebulan setelahnya, mereka akan menerima dosis kedua.
Polio tidak bisa disembuhkan, namun dapat mudah dicegah. Dua tetes imunisasi oral sudah cukup sebagai dosis pertama. Arif Fadillah memangku anaknya, Khanza, saat bidan dari Puskesmas Ingin Jaya memberikan imunisasi di Aceh Besar, Aceh.
Polio tidak dapat diobati
Polio tidak dapat diobati, tapi dengan mudah dapat dihindari. Hanya perlu dua tetes imunisasi oral untuk mencegahnya. Arif Fadillah menggendong putrinya Khanza saat bidan Puskesmas Ingin Jaya memberikan imunisasi polio dalam kunjungan rumah di Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Kesadaran orang tua akan manfaat imunisasi amatlah penting untuk mencegah penularan virus dan melindungi anak-anak kita dari polio.
Rani Amsa, bidan Puskesmas Peukan Bada, memberikan imunisasi polio di pinggir suatu pantai di Aceh Besar, Aceh. Rani adalah salah satu tenaga kesehatan di Aceh yang menghadapi penolakan dan intimidasi dari orang tua yang enggan anaknya diimunisasi.
Mengimunisasi di kawasan pantai
Rani Amsa, bidan Puskesmas Peukan Bada, mengimunisasi anak-anak yang tinggal di kawasan pantai Kabupaten Aceh Besar. Rani adalah satu dari banyak tenaga kesehatan yang menghadapi berbagai penolakan dan intimidasi dari orang tua yang enggan anaknya diimunisasi. “Kadang-kadang, orang tua meninggikan suaranya dan tidak menyambut kami ketika datang ke rumahnya. Tapi saya percaya mereka tidak berniat buruk. Mereka hanya tidak tahu ini penting untuk melindungi anak-anaknya,” katanya.
Rani Amsa, bidan Puskesmas Peukan Bada, Aceh Besar, mencatat daftar anak yang sudah diimunisasi. Dokumentasi ini memungkinkan tenaga kesehatan menindaklanjuti dengan dosis imunisasi berikutnya, dan memastikan orang tua tahu status imunisasi anaknya.
Mencatat anak-anak yang telah diimunisasi
Rani Amsa, bidan Puskesmas Peukan Bada, mencatat nama-nama anak yang telah diimunisasi. Pencatatan yang baik membantu tenaga kesehatan untuk menindaklanjuti dengan pemberian imunisasi dosis lanjutan, serta memberitahukan status imunisasi anak kepada orang tua mereka.
Kehadiran Nunuk, dr. Nanda, Rani, dan tenaga kesehatan lain yang berusaha keras meraih semua anak di masyarakat memastikan setiap keluarga dapat mengakses imunisasi dan melindungi anak dari infeksi polio. Kementerian Kesehatan mencatat 93,9% anak di Aceh telah mendapatkan dosis pertama imunisasi nOPV2. Ini merupakan awal yang sangat baik untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita.