Oxford University Clinical Research Unit – Indonesia (OUCRU – Indonesia)
Tim peneliti, Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, dan Puskesmas Sindang Beliti Ilir melakukan uji malaria terhadap petugas hutan di Talang Langgar.
© Credits

Deteksi dan pengobatan malaria bagi masyarakat adat Orang Rimbo

1 March 2023
Highlights
Indonesia
Reading time:
Besidam, 13 tahun, adalah seorang remaja masyarakat adat Orang Rimbo yang tinggal bersama orang tuanya di dekat Sungai Terab. Rumahnya saat ini berada di tengah perkebunan sawit dan karet. Berbeda dengan kebanyakan anak seusianya, Besidam tidak bersekolah. Sebaliknya, dia belajar cara melanjutkan gaya hidup nomaden sebagai pemburu-peramu. 

Tim dari Oxford University Clinical Research Unit - Indonesia (OUCRU - Indonesia) harus melewati jalan licin dan berlumpur yang seringkali hanya bisa diakses kendaraan roda empat saat musim hujan. Dibutuhkan empat jam dari ibu kota Kabupaten Batanghari untuk mencapai Besidam dan komunitasnya. 

Malaria, secara lokal disebut sebagai demam kuro, merupakan penyakit lazim bagi Orang Rimbo. Gejala malaria yang paling sering disebutkan adalah demam intermiten, menggigil, dan sakit kepala. Orang Rimbo biasanya lebih memilih menggunakan obat tradisional seperti daun Ngai Champor (nama lokal: campo atau sembung, bahasa Latin: Blumea balsamifera), pucuk jati putih (sungkeh atau sungkai, Peronema canescens), dan akar congkak panjang (pasak bumi, Eurycoma longifolia). 

Jika penyakitnya semakin parah, pasien akan diberi makan dan dipindahkan ke sesudungan, penampungan sementara berbentuk rumah panggung kayu beratap terpal namun tanpa dinding, di dalam hutan. Jika pasien sembuh, dia akan kembali ke masyarakat. 

“Empat sampai lima tahun lalu, banyak dari kami meninggal karena malaria. Tidak ada petugas kesehatan memeriksa atau merawat kami. Tanaman obat hilang karena perusahaan telah membuka begitu banyak lahan. Lihat ke sekeliling, bagaimana tanaman obat bisa tumbuh di perkebunan sawit ini?” kata Sigerum, tokoh masyarakat Orang Rimbo yang menangani isu sosial dan budaya. 

Orang Rimbo sering menghadapi hambatan untuk mengakses layanan kesehatan. Masalah mereka yang paling umum adalah gaya hidup nomadennya, kesulitan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan karena kendala bahasa, lokasi yang terisolasi, terbatasnya akses jalan, dan tingginya biaya transportasi. 

Tumenggung Ngelambo menjelaskan harapannya untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik, “Kami berharap Dinas Kesehatan dapat lebih memperhatikan dan memberikan pelayanan kesehatan secara teratur kepada masyarakat kami, setidaknya sekali atau dua kali seminggu. Akan lebih baik jika mereka lebih dekat dengan kami. Sehingga, kami bisa berobat jika terkena demam atau yang lainnya. Berbeda dengan sekarang, kalau demam makin parah, masih harus menembus jalan yang buruk.” 

Sebagai bagian dari upaya menjangkau semua orang dengan layanan kesehatan, pemerintah memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat Orang Rimbo. Minimal sebulan sekali, tim dari Puskesmas terdekat menjangkau dan memberikan pelayanan kesehatan, termasuk deteksi dan pengobatan malaria. Hal ini akan berkontribusi mengurangi kasus malaria dan kematian akibat malaria di kalangan masyarakat Orang Rimbo. 

*** 

Program malaria WHO Indonesia didukung oleh Global Fund. 

Ditulis oleh Dr. Herdiana H. Basri, WHO Indonesia Malaria Officer, dan Lenny Ekawati, Periset OUCRU-ID