WHO/Joshua Harmani
© Credits

Sekuensing Genom Utuh Memperkuat Surveilans Polio Indonesia

5 September 2025
Highlights
Reading time:

Pada 2–11 Juli 2025, tiga laboratorium nasional polio di Indonesia bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengikuti lokakarya whole genome sequencing (WGS) atau sekuensing genom utuh di Bandung, Jawa Barat, yang didukung World Health Organization (WHO), yang menjadi pencapaian signifikan dalam meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mendeteksi, menyelidiki, dan merespons virus polio.

Dengan bimbingan para ahli dari Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA), Inggris – yang merupakan Global Specialized Laboratory atau laboratorium rujukan global dalam Global Polio Laboratory Network (GPLN) – pelatihan ini memberikan para peserta kesempatan untuk praktik langsung dalam melakukan sekuensing genom utuh virus polio. Lokakarya WGS ini digelar hanya beberapa minggu setelah Indonesia berhasil mencatat tonggak penting dalam menghentikan penularan virus polio, yang dikonfirmasi melalui penilaian respons kejadian luar biasa (KLB) atau Outbreak Response Assessment ketiga (OBRA-3) pada bulan Juni 2025. 

Sejak November 2022 hingga Juli 2024, Indonesia melaporkan 15 kasus polio di sembilan provinsi. Sebagai respons, Kemenkes dengan dukungan WHO dan UNICEF mendistribusikan lebih dari 60 juta dosis vaksin polio jenis novel oral polio vaccine type 2 (nOPV2) ke seluruh Indonesia serta memperkuat surveilans lumpuh layuh akut (AFP). Status KLB polio di Indonesia diantisipasi akan segera ditutup secara formal.

Lokakarya 10 hari yang diadakan di laboratorium nasional polio di Bandung ini melibatkan 12 peserta dari tiga laboratorium nasional polio di Jakarta, Bandung dan Surabaya beserta para perwakilan dari Kemenkes. Pelatihan mencakup alur kerja secara menyeluruh, mulai dari ekstraksi RNA, amplifikasi PCR semi-nested hingga sekuensing nanopore, analisis bioinformatika, dan interpretasi hasil, dengan penekanan pada pengendalian mutu. 

Lokakarya ini memperkenalkan WGS sebagai pelengkap proses diagnostik standar GPLN, yang meliputi isolasi virus, reverse transcriptase PCR, dan analisis genom parsial dengan sekuensing Sanger. Meski efektif, metode Sanger hanya mensekuens sebagian genom dari virus polio. Sebaliknya, WGS mensekuens keseluruhan genom, sehingga mutasi virus polio dapat dideteksi lebih tepat, kekerabatan antarkasus dapat dipetakan lebih jelas, dan rantai penularan dapat ditelusuri lebih akurat. Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi asal-muasal virus, menyusun strategi imunisasi terarah, dan memperkuat pengendalian KLB.

“WGS bukan sekadar metode pemeriksaan laboratorium, melainkan bagian yang tidak terpisahkan dalam surveilans penyakit,” kata dr. Darmawali Handoko, Kepala Balai Besar Laboratorium Biologi Kesehatan, Kemenkes. “Perubahan genom dapat menunjukkan apakah suatu penyakit berkembang menjadi ancaman yang lebih besar, serta dampak-dampak yang dapat ditimbulkan di skala regional maupun global. Karena itu, membangun kapasitas WGS tidak boleh diabaikan, terutama saat kita memasuki fase eradikasi dan eliminasi penyakit.


Teknisi laboratorium mempersiapkan sampel virus polio untuk pemeriksaan WGS. Kredit: WHO/Joshua Harmani 

Meski OBRA-3 memastikan bahwa penularan polio di Indonesia telah terhenti, sejumlah rekomendasi disusun untuk mempertahankan progres yang telah dicapai, terutama di daerah berisiko tinggi seperti Tanah Papua, yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Mempertahankan kualitas surveilans AFP, meningkatkan cakupan imunisasi rutin, mengatasi keraguan terhadap imunisasi, dan introduksi imunisasi heksavalen di Tanah Papua masih menjadi prioritas. 

“Dengan mengintegrasikan WGS ke dalam surveilans polio, Indonesia dapat bertindak lebih cepat dan akurat saat virus polio terdeteksi, sehingga mengurangi risiko penyebaran lebih luas serta melindungi anak-anak dari kelumpuhan seumur hidup,” ujar Dr Stephen Chacko, Team Lead Penyakit Menular WHO Indonesia. “Kapasitas ini tidak hanya mempertahankan status Indonesia bebas polio melainkan juga mendukung upaya global untuk mengeradikasi penyakit ini.” 

Teknisi laboratorium nasional polio yang telah dilatih kini mampu melaksanakan WGS pada sampel virus polio, sekaligus mengintegrasikan pemeriksaan ini ke dalam surveilans polio. Bersama Kemenkes, GPLN, dan para mitra lainnya, WHO akan terus mendukung upaya eradikasi polio, memastikan Indonesia siap mendeteksi, menyelidiki, dan merespons setiap kemungkinan ancaman di masa depan. 


Ditulis oleh Joshua Harmani, National Professional Officer (VPD Surveillance), WHO Indonesia; Tina Kusumaningrum, National Professional Officer (Laboratories), WHO Indonesia; dan Mindo Nainggolan (National Coordinator of Polio Outbreak Response and Measles Rubella Elimination), WHO Indonesia