Sebagai bagian dari upaya respons, Indonesia telah menggunakan alat inovatif imunisasi polio tipe 2 oral baru (nOPV2) untuk mengatasi risiko c-VDVP2 yang terus berkembang. Imunisasi baru ini, yang ditujukan untuk respons wabah, telah memenuhi persyaratan ketat. Persetujuan khusus dari Direktur Jenderal WHO setelah memenuhi 16 persyaratan daftar penggunaan darurat diperlukan agar suatu negara dapat mengakses vaksin tersebut. Yang luar biasa, Indonesia memecahkan rekor dengan menyelesaikan semua persyaratan ini dalam waktu 12 hari. Program peluncuran imunisasi ini mencakup pengarahan fasilitasi, pertemuan harian secara daring, serta tinjauan menyeluruh untuk memenuhi persyaratan dan perencanaan implementasi yang rinci. Program ini telah sukses dengan lebih dari 12 juta dosis imunisasi diberikan di tiga provinsi, yang secara efektif mengurangi penularan virus polio. Untuk memastikan efektivitas yang berkelanjutan, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai respons terhadap wabah ini.
Diskusi antara Kepala Puskesmas dan Tim Penilai OBRA dalam kunjungan lapangan ke Puskesmas Tanah Jambo Aye, Aceh Utara. Kredit: WHO/Mindo Nainggolan
Selaras dengan rekomendasi Resolusi WHA 59.1 mengenai langkah-langkah tambahan untuk mengurangi penyebaran virus polio setelah Kejadian Luar Biasa (KLB) di wilayah bebas polio, tinjauan independen terhadap respons wabah dilakukan oleh tim eksternal enam bulan setelah konfirmasi KLB dan akan berlanjut secara berkala setelahnya hingga KLB berakhir. Penilaian ini bertujuan meninjau kemajuan dalam pengendalian KLB, melacak kemajuan, dan membuat rekomendasi mengenai tindakan untuk menutup kesenjangan yang masih ada.
Penilaian respons KLB (Outbreak Response Assessment/OBRA) dilakukan untuk mengevaluasi apakah KLB telah berakhir. Penilaian ini berlangsung pada tanggal 10 hingga 20 Juli 2023 yang meliputi pembekalan, kunjungan lapangan, kajian literatur, dan pembekalan. Sepanjang proses tersebut, WHO Indonesia memainkan peran penting dalam mendukung implementasi OBRA dengan menyediakan bantuan pendanaan dan teknis.
Bantuan teknis tersebut mencakup persiapan pelaksanaan OBRA, koordinasi dengan tim penilai dan mitra internasional, peningkatan kesadaran di kalangan pemangku kepentingan seperti Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan, dan Puskesmas, pengumpulan dokumen, fasilitasi pengarahan teknis, penilaian, dan evaluasi. Pertemuan persiapan awal diadakan dengan tim Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan mitra di Indonesia untuk membangun pemahaman menyeluruh tentang kegiatan yang direncanakan. WHO memimpin proses penilaian, mengoordinasikan kegiatan dengan seluruh tim penilai, mengelola konten, memberikan dukungan administratif, dan memfasilitasi kegiatan di tingkat nasional dan provinsi.
Selama fase persiapan, WHO memberikan gambaran umum kegiatan OBRA serta memfasilitasi diskusi mengenai enam bidang tematik penilaian meliputi perencanaan dan koordinasi wabah, implementasi pengawasan mutu, pencapaian sub-Pekan Imunisasi Nasional (sub-PIN), mobilisasi dan komunikasi sosial, dan manajemen imunisasi. Pertanyaan-pertanyaan ini dibahas di semua tingkatan, mulai dari tingkat nasional hingga daerah, hingga posisi pimpinan di Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas, dan masyarakat. Selama fase persiapan, WHO memastikan pelaksanaan lancar dengan memastikan tim penilai telah dipersiapkan dengan baik dan diperlengkapi untuk bekerja secara efektif di provinsi, kabupaten/kota, dan Puskesmas, serta menyumbangkan keahlian mereka masing-masing dalam proses tersebut.
Tim penilai OBRA (kiri: dr. Naveed, kanan: John McCrary) dan dr. Olivi Silalahi (tengah) memeriksa kelengkapan imunisasi anak yang tinggal di daerah perkebunan melalui Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kredit: WHO/Novi Anggraeni
Sepanjang pelaksanaan, para tim penilai memeriksa dokumen pendukung dan memeriksa ulang pernyataan melalui wawancara. WHO membantu mengklarifikasi pertanyaan dan mengumpulkan tanggapan dari orang yang diwawancarai. Penilaian lapangan mencakup kunjungan ke rumah sakit, Posyandu, dan masyarakat untuk melengkapi temuan mengenai respons terhadap KLB ini. Setelah menyelesaikan wawancara lapangan, seluruh temuan dianalisis secara menyeluruh oleh tim penilai untuk merumuskan rekomendasi. Temuan dan rekomendasi ini kemudian diserahkan kepada otoritas kesehatan daerah dan nasional untuk ditindaklanjuti.
Misalnya, penilaian yang dilakukan di Sumatera Utara melibatkan kunjungan ke dua kabupaten, yakni Karo dan Labuhan Batu Selatan. Kunjungan ini mencakup berbagai lokasi, antara lain dinas kesehatan kabupaten, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan Puskesmas, serta rumah masyarakat. Selama wawancara di rumah, Tim Penilai mendapatkan wawasan tentang perspektif, pengalaman, dan tantangan masyarakat terkait upaya respons polio, termasuk kualitas sub-PIN polio dan layanan imunisasi rutin.
Dari kunjungan tersebut, tim menyimpulkan bahwa sebagian besar anak sasaran telah menerima imunisasi nOPV2 selama sub-PIN polio. Namun, penilaian tersebut juga mengungkapkan beberapa anak belum menerima dosis imunisasi rutin yang sesuai dengan usianya, sehingga meningkatkan kekhawatiran mengenai jadwal imunisasi yang tidak lengkap dan potensi kesenjangan dalam cakupan imunisasi rutin.
Singkatnya, ada beberapa temuan penting. Pertama, sub-PIN polio direkomendasikan untuk dihentikan karena cakupan imunisasi di tiga provinsi telah melebihi 95%. Selain itu, direkomendasikan untuk menetapkan rencana perbaikan pengawasan lumpuh layuh akut (Acute Flaccid Paralysis/AFP) dan meningkatkan upaya pemantauan. Sistem pengawasan yang kuat sangat penting bagi otoritas kesehatan setempat untuk mendeteksi secara dini dan segera merespons potensi KLB.
Sebagai bagian dari tindak lanjut OBRA, terdapat penekanan kuat pada pengelolaan limbah hasil nOPV2 yang tepat untuk menjaga keamanan lingkungan. Selain itu, WHO mendorong ketiga provinsi tersebut menetapkan rencana peningkatan surveilans AFP dan memantau pencapaiannya. Meningkatkan kualitas surveilans AFP dan imunisasi polio merupakan langkah penting untuk menghentikan penularan virus polio dan memberikan perlindungan bagi anak-anak terhadap virus polio.
Penilaian respons KLB ini didukung Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID.
Ditulis oleh: Olivi Silalahi, NPO routine immunization; Mindo Nainggolan, National polio coordinator; Novi Anggraeni, Vaccination Technical Officer; WHO Indonesia