Bersatu Melawan Malaria: Memperkuat Dampak melalui Kemitraan Pemerintah-Swasta

6 October 2023
Highlights
Reading time:

Memanfaatkan kemitraan dengan sektor swasta tak dapat disangkal mempunyai potensi untuk mempercepat eliminasi malaria. Namun, pendekatan ini juga menghadapi kendala. Kekhawatiran utamanya adalah penyediaan pengobatan antimalaria di bawah standar oleh petugas layanan kesehatan tidak terlatih dan/atau pemberian obat antimalaria yang tidak tepat. Situasi ini diperparah dengan tidak adanya laporan kasus malaria, sehingga melemahkan upaya kolektif untuk memberantas penyakit tersebut. Tantangan-tantangan ini secara signifikan membahayakan efektivitas strategi eliminasi malaria secara keseluruhan. 

Indonesia telah melakukan perjuangan panjang melawan malaria dan pada 2022 telah mengakreditasi 72% kabupaten dan kotanya sebagai bebas malaria. Terlepas dari pencapaian tersebut, Indonesia jelas perlu mengatasi masalah ini di wilayah endemis dan mencegah munculnya kembali penyakit malaria di wilayah yang sebelumnya telah dibersihkan. Hal ini menekankan pentingnya kemitraan dengan sektor swasta, yang dikemas dalam strategi campuran pemerintah-swasta (public-private mix/PPM) sebagai pendekatan nasional untuk eliminasi malaria. Strategi ini bertujuan memberikan layanan malaria menyeluruh dengan secara aktif meningkatkan keterlibatan sektor swasta. Dengan pendekatan ini, pihak swasta mempunyai berbagai tanggung jawab, termasuk deteksi kasus, diagnosis dan pengobatan, rujukan, pencegahan penularan, dan pengendalian vektor. Upaya ini mengutamakan pemerataan dan aksesibilitas, khususnya di wilayah timur Indonesia. 

Menyadari manfaat keterlibatan sektor swasta, WHO dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengintensifkan kemitraan dengan pihak swasta melalui Perjanjian Kerja Sama dan fasilitasi serangkaian lokakarya. Lokakarya ini bertujuan memperkuat kolaborasi antara sektor publik dan swasta, meningkatkan kualitas layanan, dan menetapkan prosedur pelaporan yang kuat. Selain itu, MoU ini membina dan memperkuat kemitraan antara lembaga publik, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga swasta yang terlibat dalam program malaria. 

Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Dinas Kesehatan Kota Jayapura dengan sektor swasta yang bertujuan memastikan praktik terstandar dalam pengelolaan kasus malaria. Kredit: WHO/Ajib Diptyanusa 

Lokakarya dilaksanakan di tingkat nasional dan daerah pada November 2022-Juni 2023 di berbagai tempat, seperti Bekasi, serta provinsi Papua, Bali, dan Jawa Timur untuk menandai pencapaian mereka dalam menanggulangi malaria. Lokakarya ini mengundang perwakilan dari berbagai kementerian, penyedia layanan sektor swasta, organisasi profesi, pejabat dari daerah, termasuk dinas kesehatan, rumah sakit, klinik, dan Puskesmas. Sektor swasta menyambut baik inisiatif ini, dengan lebih dari separuh (52%) peserta berasal dari lembaga swasta. Lokakarya tersebut membahas pentingnya penemuan kasus, pengelolaan, dan pelaporan, serta membangun jaringan dan peningkatan kapasitas bagi petugas kesehatan untuk mempercepat dan mempertahankan status eliminasi di wilayah tersebut. 

Sepanjang lokakarya, peserta menjelajahi tantangan pelaksanaan PPM dalam memerangi malaria. Sektor swasta menyatakan kekhawatirannya bahwa manfaat yang diberikan akan condong ke arah pemerintah. Alasan utama lainnya yang disebutkan adalah strategi kemitraan tidak jelas, keuntungan yang belum dieksplorasi, kurangnya perjanjian formal, dan ketidakselarasan tindakan kolaboratif. Kurangnya keterlibatan ini terlihat dari 54% penyedia layanan di sektor swasta yang belum menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah dalam program malaria. 

 “Mengembangkan kemitraan pemerintah-swasta sangat penting untuk meningkatkan akses terhadap layanan malaria yang berkualitas. Kolaborasi ini juga berupaya meningkatkan deteksi kasus malaria di fasilitas kesehatan swasta dan meningkatkan kualitas pelaporan dari fasilitas tersebut,” kata Dr. Hellen Dewi Prameswari, Manajer Program Malaria Nasional Kemenkes, dalam lokakarya di Bali. 

Keterlibatan dengan sektor swasta merupakan salah satu strategi dalam memerangi malaria, khususnya di Indonesia Timur. WHO Indonesia dan Kemenkes memprakarsai lokakarya ini sebagai platform bagi para pemangku kepentingan untuk menyusun strategi dan mengoordinasikan program malaria, mengidentifikasi hambatan, dan membentuk kemitraan. Inisiatif PPM berpotensi menjembatani kesenjangan dengan menyediakan layanan yang mudah diakses, mendorong inovasi, dan mengumpulkan sumber daya. Pendekatan ini mempercepat pemberantasan malaria di daerah endemis dan mempertahankan upaya mempertahankan status bebas malaria di daerah eliminasi. 

Dengan penandatanganan PKS dan penyelenggaraan lokakarya, langkah pertama kemitraan pemerintah-swasta dalam memerangi malaria telah dilakukan. Meskipun terdapat kemajuan, ada beberapa rencana aksi utama untuk memaksimalkan kemitraan ini, seperti menjajaki manfaat, menyelaraskan harapan dengan pemangku kepentingan utama, dan menyusun rencana aksi yang kuat. Yang terpenting, upaya ini merupakan lompatan besar dalam pemberantasan malaria di Indonesia. 


Program malaria WHO Indonesia didukung oleh Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria. 
Ditulis oleh dr. Ajib Diptyanusa, National Consultant for Malaria, dan dr. Herdiana Hasan Basri, National Professional Officer for Malaria, WHO Indonesia.