Mulai tahun 2025 dan seterusnya, Indonesia siap memperkuat penelusuran belanja kesehatan untuk memastikan efisiensi alokasi sumber daya dan akselerasi pencapaian cakupan kesehatan semesta (CKS). Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan keseluruhan Agenda Transformasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan dukungan World Health Organization (WHO) mulai menerapkan instrumen dan metodologi terbaru dalam meningkatkan signifikan penelusuran belanja kesehatan dan menciptakan sistem kesehatan yang lebih berkeadilan.
Seperti di banyak negara lain, fragmentasi data dan metodologi pengambilan dan analisis data yang belum konsisten di Indonesia menghalangi terbentuknya gambaran menyeluruh tentang pembelanjaan kesehatan nasional. Kondisi ini menghasilkan alokasi sumber daya yang tidak tempat dan menciptakan inefisiensi sistemik yang pada akhirnya ditanggung oleh penerima manfaat layanan kesehatan – individu, keluarga, dan masyarakat.
Pada 2023, total belanja kesehatan (TBK) Indonesia mencapai Rp 614,5 triliun (US$ 375,5 miliar). Pembiayaan oleh pemerintah menanggung 57,4% TBK. Pembiayaan mandiri (out-of-pocket) mencakup 28,6% - menurun dari 30,6% pada tahun sebelumnya, tetapi masih relatif tinggi. Penting diperhatikan bahwa pengeluaran untuk layanan kesehatan primer meningkat sebanyak 18,3% dibandingkan sebelum pandemi, sehingga layanan kesehatan esensial menjadi lebih mudah diakses.
Dengan belanja kesehatan per kapita pada 2023 sebesar Rp 2,2 juta (US$ 144,7), data ini menunjukkan kemajuan tetapi juga perlunya peningkatan, termasuk untuk belanja kesehatan pemerintah secara keseluruhan, yang masih relatif rendah, yaitu 2,9% produk domestik bruto (PDB).
Menjawab tantangan-tantangan ini, pada 2024 WHO memfasilitasi serangkaian lokakarya – termasuk kunjungan tim WHO ke Indonesia atau WHO Country Mission – dengan peserta dari berbagai sektor yang bertujuan memperkuat Akun Kesehatan Nasional (National Health Accounts/NHA) Indonesia dan mentransformasinya menjadi dapat digunakan oleh pembuat kebijakan. Sebagai bagian dalam upaya ini, bersama dengan Kemenkes, WHO mendukung analisis alokasi dana dengan berfokus pada mempertajam metodologi penelusuran belanja layanan kesehatan primer, belanja kefarmasian, dan pengeluaran per penyakit.
Peningkatan penelusuran biaya mandiri dan dimasukkannya layanan rehabilitasi ke dalam akun kesehatan juga dibahas, sehingga memperkuat peran data sebagai tumpuan bagi kebijakan berbasis bukti. Masukan-masukan dari lokakarya, diskusi teknis, dan WHO Country Mission turut mengarahkan dukungan untuk layanan preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) serta Agenda Transformasi Kesehatan menyeluruh Indonesia.
“Kolaborasi ini menjadi contoh pentingnya pengambilan keputusan berdasarkan data dalam ranah pembiayaan kesehatan,” ujar dr. Donald Pardede, mantan staf ahli Menteri Kesehatan, Bapak Budi Gunadi Sadikin. “Penelusuran belanja kesehatan yang akurat sangat penting untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya dan mencapai CKS.”
Laporan belanja kesehatan tahunan Indonesia ke WHO Global Health Expenditure Database atau Basis Data Belanja Kesehatan Global WHO, yang memantau serangkaian indikator utama, akan membantu mengukur kemajuan negara dan menyelaraskannya dengan standar-standar global, yang perumusannya semakin banyak didukung oleh Indonesia. Pada Pertemuan Tahunan Pakar Akun Kesehatan Asia-Pasifik WHO–OECD, Indonesia mendapat apresiasi atas kemajuannya menurunkan pembiayaan mandiri, memperluas cakupan jaminan kesehatan, dan integrasi akun kesehatan dalam kerangka-kerangka perencanaan nasional.
“Penelusuran belanja kesehatan tidak sebatas mengolah angka-angka, melainkan mentransformasi kehidupan,” kata Profesor Roderick Salenga, kepala tim Health Systems, WHO Indonesia. “Dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas, upaya-upaya ini memastikan sumber daya publik digunakan secara efektif untuk menurunkan pengeluaran mandiri dan memperluas akses layanan-layanan kesehatan esensial. Setiap langkah maju memperkuat agenda nasional pencapaian CKS, memperkuat tekad Indonesia dan WHO untuk tidak meninggalkan seorang pun.”
Pada bulan-bulan ke depan, Indonesia berharap mengintegrasikan data dari skema non-pemerintah ke dalam kerangka belanja kesehatannya dan semakin dalam menghubungkan sistem-sistem data nasional dan subnasional. Kemajuan-kemajuan ini penting untuk membangun kebijakan jangka panjang yang kuat untuk memberikan perlindungan finansial serta memastikan keberlanjutan pembiayaan kesehatan bagi semua orang Indonesia.
Ditulis oleh Feby Oldfisra, National Professional Officer (Health Financing), WHO Indonesia