WHO/Andi Gultom
Putri Marpaung, apoteker Puskesmas Padang Bulan di Sumatra Utara, mengelola rak obat-obatan.
© Credits

WHO Mendukung Kementerian Kesehatan Menerbitkan Petunjuk Teknis Baru tentang Rencana Kebutuhan Obat

22 April 2024
Highlights
Pada bulan Maret 2024, World Health Organization (WHO) mendukung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia dalam menerbitkan petunjuk teknis baru penyusunan rencana kebutuhan obat (RKO), yang bertujuan memastikan akses pada obat-obatan esensial yang bermutu, aman, dan efektif bagi semua orang Indonesia.

Perencanaan persediaan obat yang efektif sangat penting untuk penguatan sistem kesehatan dan pencapaian cakupan kesehatan semesta (CKS). Hal ini membutuhkan pengelolaan persediaan obat esensial yang efektif pada seluruh sistem kesehatan, di mana fasilitas pelayanan kesehatan di semua tingkat pelayanan dapat memiliki persediaan cukup dan sesuai kebutuhan pasien serta mencegah kekosongan obat-obatan esensial.

Petunjuk baru ini merupakan jawaban bagi serangkaian tantangan-tantangan spesifik di Indonesia yang dijabarkan dalam sebuah studi pada 2021, termasuk ketidakakuratan dalam perhitungan dan verifikasi akibat kurangnya pelatihan bagi petugas, proses yang tidak standar, dan ketersediaan anggaran yang tidak menentu. Studi tersebut menunjukkan bahwa di seluruh Indonesia, angka realisasi transaksi pembelian elektronik untuk 40 obat-obatan esensial masih sangat rendah, sering kali kurang dari 50% dari RKO yang disampaikan.

“Petunjuk teknis ini membahas pentingnya perencanaan pengadaan obat untuk memastikan ketersediaan obat-obatan yang mendukung mutu, efisiensi, dan aksesibilitas layanan kesehatan sebagai bagian dari agenda transformasi kesehatan dan dukungan bagi pencapaian CKS,” kata Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, MARS., Apt., Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian, Kemenkes. “Petunjuk teknis ini menjadi rujukan bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam perencanaan kebutuhan obat dan menggambarkan konsep RKO dari tingkat fasilitas hingga tingkat nasional, serta pemantauan dan evaluasi. Penerapan petunjuk ini diharapkan akan meningkatkan ketersediaan, distribusi, aksesibilitas, dan kualitas pengelolaan obat.”

Petunjuk ini merupakan hasil dari serangkaian lokakarya yang didukung WHO dan diadakan pada Juni hingga September 2023. Dalam rangkaian lokakarya, berbagai pemangku kepentingan – termasuk perwakilan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, puskesmas, fasilitas pelayanan tersier, dan pengelola program penyakit – mengidentifikasi tantangan, menyusun metode penghitungan dan perkiraan, serta menyepakati cara terbaik mengintegrasikan pedoman ini ke dalam sistem informasi kesehatan yang ada.

“Agar efektif, perencanaan persediaan obat harus mempertimbangkan semua faktor yang dapat menyebabkan perbedaan antara perencanaan dan pengadaan,” kata Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. “Dengan keberagaman pemangku kepentingan yang dilibatkan, kami yakin petunjuk teknis baru ini akan memberikan kesesuaian yang lebih baik, sehingga memberdayakan pengelola fasilitas pelayanan kesehatan dan mempercepat tujuan pencapaian CKS serta agenda transformasi kesehatan Indonesia.”

Petunjuk teknis ini telah didiseminasikan kepada pemangku-pemangku kepentingan utama dari rumah sakit, dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten/kota, puskesmas, dan unit program penyakit di bawah Kemenkes. Kemenkes akan mengadakan pemantauan pelaksanaan pedoman ini beserta sosialisasi dan pengumpulan umpan balik secara berkala.