Karena data yang akurat dan andal sangat penting untuk keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan imunisasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengembangkan register digital Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK), yang memungkinkan tenaga kesehatan dan kader kesehatan memasukkan data terbaru dengan cepat dan sistematis. ASIK juga memfasilitasi pemantauan langsung pembuat kebijakan atas angka cakupan imunisasi dan identifikasi kesenjangan upaya imunisasi yang perlu diperbaiki.
Namun, tidak semua tenaga dan kader kesehatan memahami aplikasi ini dan berkomitmen menggunakannya. Sebagai contoh, pada April 2023, Provinsi Banten memiliki kesenjangan data sebesar 30% antara ASIK dan data yang tercatat secara manual. Dinas-dinas kesehatan juga mengalami kesulitan dalam menganalisis data imunisasi. Di Sulawesi Selatan, provinsi terbesar di Indonesia timur, catatan ASIK menunjukkan bahwa hingga Januari 2023 lebih dari 160.000 anak belum menerima imunisasi yang dapat melindungi mereka dari difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan influenza tipe B. Data ini sangat berguna jika tenaga kesehatan dapat menganalisis dan memanfaatkannya untuk pengambilan tindak lanjut.

Dasbor aplikasi ASIK. Kredit: Kemenkes
Untuk menanggapi hal ini, WHO berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten untuk menjalankan pendekatan berpusatkan data. Sebagai contoh, Kota Tangerang Selatan mulai mengadakan sesi pemantauan dan evaluasi bulanan dengan kepala-kepala puskesmas. Selain itu, fasilitas-fasilitas kesehatan swasta mulai melakukan pencatatan pada ASIK. Kabupaten Tangerang mengadakan pelatihan di lapangan (on-the-job training) di satu puskesmas per hari. Kedua daerah ini membandingkan angka cakupan yang tercatat di ASIK dan di catatan manual setiap minggunya. Alhasil, pada November 2023, kesenjangan data di Banten menurun menjadi hanya 6%.
Sementara itu, Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan bekerja sama dengan WHO untuk menganalisis dan menginterpretasi data ASIK, dengan mengidentifikasi delapan kabupaten/kota yang mengalami tantangan-tantangan signifikan. Berbekal data, dinkes provinsi dan WHO mengadakan kegiatan supervisi suportif dan pelatihan. Rangkaian kegiatan intensif yang dijalankan selama tiga bulan di puskesmas-puskesmas prioritas ini meningkatkan surveilans, menghasilkan jadwal imunisasi kejar, dan memungkinkan pelaporan yang efisien pada aplikasi ASIK.
“Analisis daerah-daerah prioritas sangat bermanfaat karena membantu staf program mengidentifikasi permasalahan, intervensi, dan kabupaten/kota yang membutuhkan perhatian langsung. Dengan demikian, intervensi yang akan dijalankan saat kunjungan supervisi dapat menjadi terarah dan membantu mencegah penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,” kata Ardadi, pengelola pencegahan dan pengendalian penyakit Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan.

Tiara, seorang petugas imunisasi Dinkes Kota Tangerang Selatan, melatih tenaga kesehatan Puskesmas Bakti Jaya untuk menggunakan aplikasi ASIK. Kredit: Dinkes Tangerang Selatan/Tiara
Cerita-cerita ini menekankan peranan penting data dalam upaya imunisasi Indonesia. Komitmen inovasi, kolaborasi, dan evaluasi berkesinambungan tampak menjadi benang merah. Dengan keberagaman geografis dan populasinya, Indonesia menyadari bahwa analisis data yang kuat merupakan kunci untuk mengidentifikasi permasalahan dan menjalankan intervensi terarah di setiap daerah.
Dengan tibanya tahun 2024, Banten berencana melanjutkan kajian data mingguan, pertemuan bulanan dengan setiap kabupaten/kota, dan pelatihan di lapangan untuk puskesmas-puskesmas dengan angka pencatatan ASIK terendah. Sementara itu, Sulawesi Selatan berencana memutakhirkan analisis daerah prioritas untuk intervensi kabupaten/kota fokus, menjalankan pertemuan bulanan untuk mengevaluasi data bersama dinkes-dinkes kabupaten/kota, dan memberikan pelatihan imunisasi bagi tenaga kesehatan yang mencakup pengumpulan dan analisis data. Semua tindakan ini akan menjadi pandu untuk perencanaan strategis di masa mendatang, untuk memastikan penjangkauan imunisasi anak yang efektif dan cakupan merata di Indonesia.
Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Australia.
Ditulis oleh Veronika Dwi Utami, Surveillance Officer, dan Yurniati, IVD Consultant for South Sulawesi province, WHO Indonesia