MoH/Ikke Yuliherlina
Workshop Penilaian Risiko Bersama (JRA) tentang Rabies di Nusa Tenggara Timur, 1-4 Agustus 2023.
© Credits

Respons Kejadian Luar Biasa Rabies: Percepatan Pendekatan One Health di Nusa Tenggara Timur

18 October 2023
Highlights
Rabies adalah penyakit virus zoonosis yang 100% dapat dicegah dengan vaksin, namun terus merenggut ribuan nyawa, dengan lebih dari 100 kematian di Indonesia pada 2022. Rabies merupakan penyakit endemis di 26 provinsi di Indonesia, dengan 74 kasus rabies pada manusia dari 66.170 kasus gigitan hewan terduga rabies yang dilaporkan di negara ini pada Januari-Juli 2023. Sejalan dengan Rencana Strategis Global untuk mengakhiri kematian manusia akibat rabies yang disebabkan oleh anjing pada 2030, WHO bersama mitra One Health bersatu di bawah inisiatif “United Against Rabies” dan baru-baru ini membantu meningkatkan kolaborasi provinsi antar pemangku kepentingan di sektor kesehatan hewan dan manusia di Bali, Indonesia.

Upaya-upaya ini tidak hanya penting untuk menciptakan intervensi yang holistik dan terkoordinir dalam mengatasi rabies, namun juga terbukti tepat waktu mengingat Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies baru-baru ini terjadi di Timor Barat pada Mei 2023. Sejak itu, enam orang dinyatakan positif di Timor Tengah Selatan (TTS), sementara lebih dari 1.200 kasus gigitan hewan yang diduga rabies telah terdeteksi. Otoritas kesehatan Kabupaten TTS, bersama pejabat kesehatan hewan, telah mengintensifkan upaya pengawasan dan menerapkan langkah-langkah untuk mencegah kasus baru rabies.


Lokakarya Pencegahan dan Pengendalian Rabies: Manajemen Kasus Terpadu untuk Kasus Gigitan Hewan penular Rabies, 26-28 Juni 2023. Kredit: Kemenkes/Hesty


Untuk mendukung respons KLB ini, WHO bermitra dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengadakan pelatihan manajemen terpadu kasus dugaan gigitan  hewan penular rabies pada 26-28 Juni 2023 di Kupang. Pelatihan ini memberikan manfaat kepada 64 petugas kesehatan dari Puskesmas, dinas kesehatan kabupaten, dan rumah sakit di enam kabupaten di Timor Barat: Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timur Tengah Utara, Kabupaten Belu, dan Kabupaten Malaka.

Petugas kesehatan dilatih mengenai kebijakan dan pedoman pencegahan dan pengendalian rabies, serta belajar cara meningkatkan kolaborasi antara sektor kesehatan manusia dan hewan melalui pelaksanaan latihan bersama seperti penyelidikan epidemiologi lapangan, penilaian risiko, dan intervensi respons. Peserta juga meningkatkan keterampilan mereka dalam menangani dugaan gigitan hewan penular rabies, termasuk cara mendeteksi dan melaporkan kasus rabies pada manusia, serta pemberian serum anti rabies dan vaksinasi.

WHO kemudian melakukan penilaian risiko bersama (joint risk assessment/JRA) rabies pada manusia pada 1-4 Agustus 2023. Kegiatan ini mempertemukan 32 pejabat nasional, provinsi, dan lokal dari sektor kesehatan manusia dan hewan untuk mengidentifikasi kekuatan, kesenjangan, dan merumuskan strategi respons untuk mencegah penyebaran KLB   rabies di Kabupaten TTS, serta untuk memitigasi penyebaran rabies lebih lanjut.

Penilaian risiko mengidentifikasi serangkaian intervensi respons wabah multisektoral. Hal ini mencakup pendirian pusat rabies di Kabupaten Kupang dan TTS, pelatihan tambahan terhadap 76 petugas kesehatan, 110 relawan vaksinator anjing, 62 petugas kesehatan hewan, serta peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap rabies di antara 25 kader waspada rabies di lima kecamatan di TTS. Selain itu, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat telah menginstruksikan untuk membatasi mobilitas hewan ke dan dari Pulau Timor, sementara Walikota TTS Egusem Pieter Tahun secara resmi telah menginstruksikan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk bekerja sama mengatasi rabies dan mencegah penyebaran lebih lanjut  KLB tersebut.

WHO bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan mitra seperti Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) untuk menyebarkan materi edukasi  tentang rabies di masyarakat. Selain itu, pengadaan 3.080 serum anti-rabies (SAR) dan 8.850 vaksin anti-rabies (VAR) oleh WHO saat ini sedang dilakukan untuk mendukung upaya Indonesia dalam menanggulangi rabies di seluruh negeri.

“Kolaborasi multisektoral dalam pendekatan One Health sangat penting untuk mengendalikan KLB rabies di kabupaten TTS Nusa Tenggara Timur, yang melibatkan sektor kesehatan manusia dan hewan. Upaya tersebut meliputi peningkatan vaksinasi anjing serta perbaikan penanganan kasus dugaan gigitan hewan penular rabies untuk mencegah terjadinya kematian,” kata dr. Imran Pambudi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes.

“Rabies berakibat fatal ketika gejalanya muncul; namun, ini adalah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Komunikasi risiko yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat sangat penting untuk menyebarkan pesan: Jika Anda digigit hewan yang dapat menularkan rabies, seperti anjing, cuci luka secara menyeluruh dengan sabun dan air selama minimal 15 menit dan segera dapatkan bantuan medis,” ujar dr. Asep Purnama, dokter penyakit dalam dari RS TC Hiller Nusa Tenggara Timur, saat lokakarya.

WHO berkomitmen bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan mitra seperti FAO, AIHSP, dan lainnya untuk merespons KLB rabies  ini melalui pendekatan One Health yang terkoordinasi. Hal ini termasuk mengatasi tantangan seperti vaksinasi anjing, meningkatkan pemeriksaan di pos pemeriksaan di lokasi strategis. Selain itu, upaya komunikasi risiko secara konsisten yang menyasar kelompok berisiko tinggi, termasuk anak sekolah, sangatlah penting. Upaya ini mencakup peningkatan perilaku masyarakat dalam mencari pelayanan medis. Potensi penyebaran penyakit rabies ke satwa liar juga menjadi perhatian karena 25 desa di TTS terletak di dekat hutan, atau disebut kawasan silvatik.

WHO akan terus mendorong upaya multisektoral dan terkoordinasi One Health untuk menjaga Indonesia tetap pada jalur menuju tujuan global mengakhiri kematian manusia akibat rabies yang disebabkan anjing pada 2030.


Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Australia dan Pemerintah Amerika Serikat.

Ditulis oleh Endang Wulandari, National Professional Officer (Epidemiologist), WHO Indonesia.