Penjaga Lindu: Perjalanan Tangguh “Pak Keong” dalam Melawan Schistosomiasis

25 July 2023
Reading time:

Di jantung Sulawesi Tengah, tepatnya di Taman Nasional Lore Lindu yang ternama, terdapat Danau Lindu. Sebuah tempat harapan, pelipur lara, dan penyembuhan bagi banyak orang, Lindu juga merupakan rumah bagi Berling Lago, seorang perawat dan manajer tangguh untuk program inisiatif schistosomiasis di wilayah tersebut. Dikenal sebagai “Pak Keong”, Berling telah melayani komunitasnya tanpa pamrih sejak diangkat oleh pemerintah provinsi pada 2017.

Berbasis di laboratorium schistosomiasis di Lindu, Berling telah menghabiskan enam tahun terakhir untuk melayani komunitasnya dengan berdedikasi. Baginya, pekerjaan ini bukan sekedar profesi, melainkan panggilan. Dia mengawasi survei tinja dan prosedur laboratorium untuk pemeriksaan tinja, serta mengelola tugas pengawasan lingkungan yang besar dan menantang, meliputi survei keong dan pemetaan area fokus penularan. Sepeda motor off-road miliknya dengan setia membawanya melintasi beragam medan, membantu usahanya yang tak kenal lelah dalam memerangi schistosomiasis.

Berling Lago, seorang lelaki dengan baju merah, duduk di kursi.

Berling Lago adalah perwujudan ketangguhan, dedikasi, dan komitmen mendalam terhadap perjuangan melawan schistosomiasis. Kredit: WHO/Ajib Diptyanusa

Disebabkan oleh cacing parasit bernama Schistosoma japonicum yang hidup pada keong air tawar, schistosomiasis dapat menyebabkan kematian manusia akibat kerusakan usus, hati, paru-paru, dan sistem saraf. Namun, ini jarang ditemukan di desa-desa endemis Indonesia karena kegiatan pemberian obat pencegahan massal. Di Indonesia, cacing ini masih dapat ditemukan hanya di 28 desa di dataran tinggi Lindu, Bada, dan Napu di Sulawesi Tengah.

Tantangan bukan hal asing bagi Berling. Timnya, yang semula terdiri dari dua staf surveilans dan lima analis laboratorium, kini kekurangan staf karena tiga analis ditugaskan ke wilayah lain. Meski banyak rintangan, Berling tetap semangat dan seringkali mengajak staf Puskesmas untuk membantu dalam kegiatan surveilans. Salah satu tantangan terbesar Berling adalah keterbatasan dana, yang membatasi ruang lingkup survei keong hanya pada satu atau dua fokus. Seringnya hujan deras berdampak ke perpindahan lokasi keong, menciptakan medan perang yang selalu berubah.

Meski demikian, Berling terus menemukan harapan dan dukungan di tempat-tempat yang tak terduga. Para staf Puskesmas dan gereja lokal sangat membantu dalam memobilisasi masyarakat dan mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat.

Kerang kecil, perantara schistosomiasis, di atas telapak tangan yang bersarung.

Oncomelania hupensis lindoensis, keong mungil yang menjadi perantara schistosomiasis, diam-diam memegang peran penting dalam siklus penularan. Kredit: WHO/Ajib Diptyanusa

Keinginan Berling jelas: berkontribusi untuk tercapainya target pemberantasan schistosomiasis pada 2030. Ia berharap suaranya didengar dalam perencanaan anggaran tahunan kabupaten agar memprioritaskan pengelolaan lingkungan untuk pengendalian keong, termasuk pengelolaan limbah rumah tangga dan perbaikan sistem pengairan sawah. Dia juga ingin pemerintah berinvestasi dalam perekrutan dan pelatihan staf baru untuk memastikan kesinambungan dan efektivitas program.

“Pertempuran kita bukan hanya melawan penyakit, tapi melawan waktu, sumber daya, dan alam itu sendiri. Tapi kami tidak akan mundur, kami akan terus maju,” ujarnya.

Berling Lago, seorang lelaki dengan baju merah, mencari keong di lapangan rumput

Mencari keong di ladang di Lindu adalah salah satu peran utama Berling Lago dalam program eliminasi schistosomiasis. Kredit: WHO/Ajib Diptyanusa

Meski menghadapi kesulitan, Berling menunjukkan teladan ketangguhan, dedikasi, dan komitmen yang mengakar pada komunitasnya. Kisahnya melampaui pertempuran melawan penyakit. Ini juga cerita tentang kekuatan harapan, ketekunan, dan semangat pelayanan yang tak tergoyahkan.

Ditulis oleh dr. Ajib Diptyanusa, National Consultant for Malaria, dan Achmad Naufal Azhari, National Professional Officer for Neglected Tropical Diseases, WHO Indonesia.