Pada 11 Oktober 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), World Health Organization (WHO), dan pemangku-pemangku kepentingan utama menyepakati rencana peningkatan akses pada pelayanan kesehatan primer yang bermutu dan komprehensif bagi masyarakat Indonesia. Difinalisasi pada akhir pertemuan selama tiga hari di Kuta Selatan, Bali, kegiatan ini bertujuan mendistribusikan pasien dan sumber daya di berbagai penyedia layanan kesehatan primer secara lebih efektif.
Agenda Transformasi Kesehatan Indonesia, yang diluncurkan pada 2022, menempatkan pelayanan primer sebagai inti cakupan kesehatan semesta (CKS), sesuai panduan WHO. CKS memastikan bahwa semua orang dapat mengakses layanan kesehatan dasar di mana pun, tanpa kesulitan keuangan. Di Indonesia, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) – baik milik pemerintah (puskesmas) maupun swasta – berperan memberikan layanan-layanan kesehatan esensial seperti promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif.
Salah satu unsur utama reorientasi pelayanan primer Indonesia adalah skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan hampir 80% peserta JKN terdaftar di puskesmas. Meskipun mencerminkan keberhasilan JKN dan kepercayaan tinggi masyarakat pada layanan puskesmas, banyaknya jumlah peserta ini dapat terlalu membebani dan mengganggu mutu layanan puskesmas. Untuk mencegah risiko ini, sebuah mekanisme pembagian tugas memungkinkan pasien untuk berpindah ke FKTP lain, dengan persetujuan pasien, sesuai mandat Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2024 dan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 terkait Redistribusi JKN.
Untuk membantu menjalankan skema ini, pertemuan multisektor di Bali mempertemukan perwakilan dari Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer Kemenkes, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Asosiasi Klinik Indonesia, dan pejabat dari 10 provinsi dan 16 kota atau kabupaten. Bersama, para peserta mendiskusikan regulasi dan standar mutu untuk mendukung redistribusi dan memastikan beban kerja yang berimbang antara FKTP-FKTP, dengan membagikan praktik baik dari Yogyakarta, Bangli, Maros, dan Makassar.
“Pemberdayaan masyarakat harus menjadi prioritas teratas,” kata Dr. Obrin Parulian, Direktur Pelayanan Kesehatan Primer, Kemenkes. “Mengedukasi masyarakat tentang hak mereka menentukan fasilitas kesehatan berdasarkan kebutuhan atau pilihan mereka akan meningkatkan pengalaman pasien dan menjadi bentuk pengendalian mutu bagi kami.”
Para peserta bersepakat untuk mengidentifikasi fasilitas-fasilitas sasaran dan memastikan fasilitas-fasilitas tersebut memenuhi standar yang sudah ada dan dapat memberikan layanan dengan mutu yang konsisten. Faktor-faktor utama meliputi rasio dokter-pasien, jam buka fasilitas, dan re-evaluasi kapasitas tenaga kesehatan. Para peserta juga menekankan perlunya regulasi yang memperkuat kolaborasi antara pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, dan sektor swasta untuk menjembatani kesenjangan-kesenjangan mutu dan aksesibilitas layanan.
Selanjutnya, para peserta menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat dan kampanye sosialisasi. Inisiatif-inisiatif ini akan mendorong masyarakat untuk mendaftarkan diri di fasilitas kesehatan dan memilih FKTP yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Langkah-langkah ini juga membangun kepercayaan pada sistem redistribusi, sehingga masyarakat merasa yakin saat memilih atau berpindah FKTP.
Terakhir, para peserta setuju bahwa pemantauan dan evaluasi berkelanjutan akan membantu memastikan mutu layanan dan mengatasi tantangan-tantangan seperti ketimpangan dan ketidakpuasan klien, termasuk dalam mencakup pasien-pasien yang meminta kembali ke FKTP asal mereka.
“Skema redistribusi ini merupakan kunci untuk memastikan keadilan akses dan menurunkan tekanan pada fasilitas-fasilitas yang terlalu terbebani,” kata Prof. Roderick Salenga, pelaksana tugas kepala tim Health Systems Strengthening, WHO Indonesia. “Dengan menyeimbangkan sumber daya, kita dapat meningkatkan mutu pelayanan secara menyeluruh. WHO siap mendukung Indonesia mewujudkan tujuan ini.”
Pertemuan ini ditutup dengan tindak lanjut untuk memandu kegiatan redistribusi, di mana para peserta menyepakati lini-lini waktu dan pencapaian-pencapaian utama. WHO Indonesia berkomitmen mendukung Kemenkes untuk aktif memantau implementasi rencana ini pada 2024 dan 2025, memastikan setiap anggota masyarakat Indonesia dapat mengakses layanan kesehatan primer yang bermutu, demi kehidupan yang lebih sehat, tanpa meninggalkan siapa pun.
Ditulis oleh Rhiza Kristata, National Consultant for Universal Health Coverage, WHO Indonesia