Di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas IIA Jakarta, Agus yang berusia 45 tahun menemukan jalan tak terduga menuju kesembuhan. Seperti narapidana lain yang menjalani hukuman, ia tidak menyadari ancaman diam-diam yang mengintai di dalam dirinya hingga pemeriksaan medis rutin mengubah hidupnya.
"Tadinya tidak tahu kalau saya mengidap hepatitis," kenang Agus. "Cuma, kalau tidur miring ke kanan itu sakit." Rasa tidak nyaman kecil ini merupakan tanda dari sesuatu yang jauh lebih serius.
Agus menjalani pemeriksaan hepatitis C. Kredit: WHO/Bunga Manggiasih
Di lapas tersebut, Agus didiagnosis mengidap hepatitis C, virus yang jika tidak diobati dapat menyebabkan masalah hati yang parah. Virus ini menyebar melalui kontak dengan darah yang terinfeksi dan merupakan tantangan kesehatan signifikan dalam lapas di seluruh dunia.
Sejak 2018, Pemerintah Indonesia telah menerapkan pemeriksaan dan pengobatan hepatitis C rutin di tujuh lapas. WHO mendukung intervensi tersebut dengan mengembangkan pedoman dan membantu dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan. Tahun ini, Pemerintah Indonesia juga tengah mengembangkan Rencana Aksi Nasional untuk Pencegahan dan Pengendalian Hepatitis di lembaga pemasyarakatanlapas di seantero negeri.
dr. Finnahari, petugas program hepatitis C di lapas tersebut, menekankan pentingnya pemeriksaan ini. "Deteksi dini adalah kuncinya. Ini memungkinkan kita untuk mengobati mereka secara efisien dan mencegah penyebaran hepatitis C di dalam lapas."
Bagi Agus, deteksi dini ini mungkin telah menyelamatkan hidupnya. "Kebetulan ada skrining, saya dipanggil namanya," katanya. "Ketika saya dites, ternyata positif."
Setelah didiagnosis, Agus langsung menjalani perawatan selama tiga bulan. Perawatan yang diterimanya merupakan bagian dari rejimen baru yang sangat efektif yang dikenal sebagai direct-acting antivirals (DAA).
Tenaga kesehatan di klinik Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta memberikan pengobatan DAA bagi mereka yang didiagnosis menderita hepatitis C. Kredit: WHO/Bunga Manggiasih
dr. Alima Susilawati Sadrina, dokter spesialis penyakit dalam di RS Pengayoman yang menjadi pusat rujukan pengobatan hepatitis C bagi lapas-lapas Jakarta, menjelaskan betapa efektifnya pengobatan ini. "Angka kesembuhan terapi DAA melebihi 95%, sesuai dengan hasil global. Bila pasien minum obat secara teratur, mereka seharusnya sembuh total.”
Bagi Agus, hasilnya mengubah hidupnya. "Setelah minum obat selama tiga bulan dan dites lagi, hasilnya negatif," katanya lega. "Badan jadi enak lagi. Saya bisa tidur miring tanpa rasa sakit."
Keberhasilan pengobatan Agus bukanlah kasus unik. Antara tahun 2018 dan 2023, pemeriksaan di beberapa lapas di Indonesia mengidentifikasi 1.746 orang terinfeksi hepatitis C. Banyak di antara mereka telah menerima pengobatan. Agus yakin pemeriksaan dan perawatan ini harus tersedia di lebih banyak lapas. "Ini sangat membantu, terutama untuk narapidana dengan hukuman lama. Mereka mungkin tidak bisa mencari perawatan di luar atau tidak mampu membelinya. Di sini, kami beruntung mendapatkan pengobatan gratis."
Upaya Indonesia untuk memberantas hepatitis C di penjara adalah teladan bagi program kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Dengan menawarkan pemeriksaan dan perawatan gratis, Indonesia memastikan bahwa bahkan orang-orang di balik jeruji besi berhak mendapatkan perawatan kesehatan yang baik. Dan seiring dengan semakin banyaknya penjara yang mengadopsi program ini, lebih banyak orang seperti Agus akan memiliki kesempatan untuk pulih dan menjalani hidup lebih sehat, menciptakan masyarakat yang lebih aman dan sehat bagi semua.
Ditulis oleh Bunga Manggiasih, National Professional Officer (Communication), WHO Indonesia