Suara dari Lapangan: Di Papua, Tenaga Kesehatan dan Masyarakat Bergerak Melawan Malaria
Di Daerah Papua, Indonesia timur, tenaga kesehatan dan masyarakat setempat mempercepat tindakan mencegah, mendeteksi, dan mengobati malaria, sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Percepatan Eliminasi Malaria 2020–2024 terbaru dan rencana peralihan 2025–2026-nya. Menurut laporan Kementerian Kesehatan baru-baru ini, sebanyak 81% kasus malaria di Indonesia berasal dari sembilan kabupaten dan kota di Papua, yang menunjukkan sangat diperlukannya tindakan yang lebih cepat, komprehensif, dan berkelanjutan, dengan masyarakat yang memimpin. Mulai dari klinik di komunitas hingga pulau-pulau terpencil, dan dari obat-obatan dan pengendalian larva hingga kelambu, setiap gambar di cerita ini menyoroti ketangguhan, inovasi, dan kegigihan pada pusat upaya Papua untuk bebas dari malaria, seperti 389 kabupaten/kota lain di seluruh negeri ini.
Ditulis oleh Dr Herdiana Hasan Basri, National Professional Officer for Malaria, dan Ina Rachmawati, Emergency Communication Officer; WHO Indonesia.
Seorang tenaga kesehatan mengambil sampel darah Alves di Puskesmas Harapan.
Tenaga kesehatan melakukan tes cepat malaria
Setelah mulai mengalami gejala-gejala serupa malaria, Alves Doce mengunjungi Puskesmas Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura dengan neneknya untuk diambil sampel darah. Setelah diagnosis malaria Alves dipastikan, tenaga kesehatan mendampingi Alves dan neneknya pulang ke rumah mereka untuk memeriksa dan mengobati anggota keluarga lain yang perlu diobati.
Seorang petugas laboratorium memeriksa parasit malaria pada sampel darah pasien di Labkesmas Harapan.
Analisis dengan mikroskop dalam mendiagnosis dan mengobati malaria
Di Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) Harapan, seorang petugas laboratorium memeriksa kaca preparat mikroskop yang telah diberi sampel darah dari seorang pasien malaria. Tenaga kesehatan menggunakan mikroskop untuk memeriksa sampel darah. Metode ini juga digunakan untuk menilai kemanjuran obat antimalaria yang diberikan kepada pasien.
Alves dan neneknya mendapatkan pengobatan malaria di Puskesmas Harapan.
Pemberian obat antimalaria
Orang-orang dengan hasil tes malaria positif perlu segera diobati dengan obat antimalaria. Setelah didiagnosis terserang malaria, Alves Doce menerima pengobatan antimalaria dari Puskesmas Harapan. Jika tidak diobati secara efektif, malaria dapat berkembang menjadi penyakit berat dan menyebar di masyarakat.
Yustince dan Anges berdiskusi tentang malaria.
Dampak malaria pada kesehatan dan kesejahteraan
Yustince Tokoro adalah seorang ibu hamil yang tinggal di sebuah desa kecil di Pulau Asei Besar. Dampak malaria pada kesehatan dan kesejahteraannya dan anaknya dapat menjadi lebih berat pada masa kehamilan. Yustince duduk bersama Anges Pouw (kedua dari kanan), juru malaria desa setempat, yang menekankan pentingnya pencegahan, penapisan dini, dan pengobatan yang tepat, sesuai kebutuhan fisiologis dan pertimbangan Yustince.
Priskila memperhatikan Yunus memberikan obat antimalaria kepada putrinya, Kabupaten Jayapura, Papua, Indonesia.
Tidak meninggalkan siapa pun: Pemberian obat pencegahan massal untuk semua anggota keluarga
Yunus Ansaka (kanan) menyisihkan waktu di tengah kesibukannya untuk memperhatikan anak-anaknya dan membantu mereka mendapatkan pengobatan antimalaria. Priskila Ikari, seorang juru malaria desa, memberikan bantuan dalam putaran kedua dari tiga putaran pemberian obat pencegahan malaria massal pada tahun 2023 di Desa Nendali. WHO mendukung program pemberian obat pencegahan sebagai bagian dari strategi komprehensif untuk melawan malaria di daerah-daerah berisiko tinggi, mengurangi risiko timbulnya kekebalan terhadap obat, dan menanggulangi malaria di situasi-situasi kedaruratan yang kompleks.
Chorlina menggendong putrinya Cathalia saat berjalan di halaman belakang rumah mereka di Kabupaten Keerom.
Dari keresahan menuju rasa aman: Mengatasi malaria
Chorlina Gadi menggendong anak ketiganya, Cathalia Alfra, saat berjalan di halaman belakang rumahnya di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. Mengingat kembali kehamilan pertamanya, Chorlina menceritakan pengalaman mencemaskannya didiagnosis malaria pada usia kehamilan delapan bulan, situasi yang mengancam kesehatan dan kesejahteraannya serta keselamatan janinnya.
Priskila, seorang juru malaria desa, dalam kunjungan rumah ke rumah, datang ke sebuah rumah di Desa Nendali, Distrik Sentani Timur.
Penurunan drastis penyakit akibat malaria
Awalnya, Chorlina merasa resah saat mengikuti program percontohanpemberian obat massal pada Oktober–Desember 2023. Namun, ia melihat perbaikan nyata kesehatannya. Serangan penyakit yang kerap datang akibat malaria telah menurun drastis, dan ia memiliki rasa keamanan baru bagi diri dan keluarganya.
Junita Felle menunjukkan kelambu di rumahnya di Pulau Asei Besar, Distrik Sentani Timur.
Kelambu berinsektisida menyelamatkan nyawa dari malaria
Di Pulau Asei Besar, penduduk-penduduk desa merajut lapisan pelindung dari nyamuk-nyamuk pembawa penyakit. Rumah-rumah mereka dilengkapi dengan kelambu berinsektisida, yang melindungi mereka dari gigitan nyamuk pada malam hari. Junita Felle menunjukkan cara memasang kelambu yang tepat, keterampilan yang ia dapatkan dari edukasi masyarakat yang diadakan oleh tenaga kesehatan setempat.
Petugas kesehatan Muspri menyemprotkan cairan pembasmi larva di tempat-tempat genangan air di Distrik Arso Barat, Kabupaten Keerom.
Menyasar sumbernya: Menyerang larva di tempat perkembangbiakan nyamuk
Di Kabupaten Keerom, Muspri, seorang staf dinas kesehatan kabupaten, adalah seorang anggota tim yang melawan malaria pada sumbernya. Muspri menggunakan cairan pembasmi larva pada tempat-tempat berkembang biaknya nyamuk, seperti selokan. Strategi ini merupakan cara yang efektif untuk mengurangi populasi nyamuk di area sekitarnya.
Asro, seorang peserta pemberian obat pencegahan massal, berbicara kepada Lerviana, kepala divisi pencegahan dan pengendalian penyakit dinas kesehatan kabupaten setempat, di Kabupaten Keerom.
Masyarakat yang bergandengan tangan
Arso Barat adalah sebuah distrik kecil yang terletak beberapa jam jauhnya dari perbatasan dengan Papua Nugini. Penduduknya tahu tentang ancaman malaria. Setelah bermigrasi ke Papua pada tahun 1980-an, Asro (kanan) menceritakan berkali-kali anggota keluarga, tetangga, dan temannya tertular malaria dan memerlukan waktu yang lama untuk sembuh. Asro senang ia dan komunitasnya mengikuti pemberian obat pencegahan massal agar lebih terlindung dari penyakit ini.