WHO/Endang Sri Utami
Each day, the DHO head, CDC manager and staff monitor SIA implementation. They track vaccinations in each Puskesmas on the wall display. They also discuss challenges, action points, and best practices.
© Credits

Perjalanan Menuju Keunggulan Imunisasi nOPV2: Dari Implementasi ke Evaluasi

3 October 2023
Highlights
Reading time:

Menanggapi wabah polio di tiga provinsi—Aceh, Sumatra Utara, dan Jawa Barat—yang terkait dengan beredarnya virus polio tipe 2 (cVDPV2), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan WHO melakukan berbagai upaya untuk memitigasi dampak dan mencegahnya penularan lebih lanjut. Upaya-upaya ini mencakup advokasi lokal untuk respons terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB), meningkatkan kesadaran masyarakat, memperkuat upaya pengawasan, penerapan strategi imunisasi, penilaian KLB, serta pemantauan dan evaluasi respons terhadap KLB. Upaya komprehensif ini dilakukan untuk memastikan keberlanjutan dan meningkatkan efektivitas.

Untuk memerangi wabah ini, kegiatan sub-Pekan Imunisasi Nasional (sub-PIN) dengan imunisasi polio oral tipe 2 baru (nOPV2) dilakukan di seluruh provinsi, dengan tujuan mencapai cakupan seragam sejumlah minimal 90%. Petugas kesehatan memberikan lebih dari 12 juta dosis vaksin di tiga provinsi. Mengingat singkatnya waktu untuk melawan penularan virus polio selama SIA, diperlukan strategi kuat yang melibatkan pemantauan harian dan mekanisme umpan balik selama implementasi untuk menangkap praktik terbaik, mengidentifikasi tantangan, melacak kemajuan imunisasi anak-anak, serta menetapkan rencana aksi yang diperlukan.

Tenaga kesehatan mencatat imunisasi nOPV2 di kartu dan formulir imunisasi anak di Posyandu Tunas Karya, Kabupaten Cirebon. Kredit: WHO/Endang Sri Utami

Meskipun peluncuran imunisasi berhasil, KLB polio belum sepenuhnya dapat diatasi. Berdasarkan temuan penilaian KLB, upaya akan fokus pada beberapa bidang utama. Antara lain, memperkuat surveilans lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis/AFP), mengurangi risiko dengan membangun kekebalan masyarakat melalui penguatan program imunisasi rutin, dan menyempurnakan pengelolaan imunisasi nOPV2.

Maka, penting untuk membangun mekanisme pemantauan harian dan umpan balik yang kuat dari lapangan, khususnya untuk evaluasi sub-PIN, agar kualitas intervensi imunisasi dapat dipastikan. WHO dan Kemenkes telah mengambil berbagai langkah dalam hal ini, termasuk memberikan bantuan teknis dan pelatihan, melakukan penilaian cepat (rapid convenience assessment/RCA), menawarkan dukungan untuk alat pencatatan elektronik, serta mengumpulkan dan menganalisis data.

Petugas imunisasi dan bidan di Pidie, Aceh, memeriksa jumlah imunisasi dan penggunaan nOPV2 sebelum melaporkannya ke tingkat kabupaten. Kredit: WHO/Hermansyah.

Upaya gabungan ini telah meningkatkan respons terhadap KLB polio, tercermin dari cakupan nOPV2 yang melebihi 90% di provinsi-provinsi tersebut dalam dua putaran vaksinasi. Sepanjang penerapan sub-PIN, WHO dan Kemenkes memastikan beberapa intervensi untuk memastikan keberhasilan. Hal ini mencakup upaya advokasi di daerah, memberikan dukungan perencanaan mikro, memfasilitasi pelaporan, melakukan kegiatan peningkatan kesadaran, serta memastikan pemantauan dan evaluasi.

  • Upaya advokasi di tingkat nasional dan daerah
Untuk memastikan kelancaran implementasi sub-PIN, WHO dan Kemenkes mengadakan kegiatan advokasi di tingkat daerah di Aceh, Sumatra Utara, dan Jawa Barat. Kegiatan-kegiatan ini mendapat dukungan teknis dan finansial dari WHO, serta mencakup sesi berbagi mengenai situasi polio global dan strategi untuk mencapai cakupan polio yang tinggi dan adil. Provinsi Aceh menjadi contoh yang baik dalam memperoleh dukungan baik dari pemerintah maupun unit kesehatan.
 

Untuk memperkuat komitmen dari advokasi ini, khususnya dalam mobilisasi masyarakat, Kemenkes, WHO, dan UNICEF berkolaborasi mengembangkan materi komunikasi dan pendidikan yang disesuaikan dengan konteks lokal. Materi ini secara efektif menyampaikan informasi tentang penerapan sub-PIN polio. Selain itu, WHO aktif membantu Dinas Kesehatan Kabupaten dan puskesmas dalam memantau keberlanjutan kampanye kesadaran polio.

  • Perencanaan mikro
Begitu pemerintah daerah menetapkan rencana tanggap wabah, WHO memberikan bantuan dalam mengadopsi pedoman dan mengembangkan alat perencanaan mikro untuk tanggap wabah polio dengan menggunakan imunisasi nOPV2. Proses perencanaan mikro ini telah melalui beberapa tinjauan dan menghasilkan rencana komprehensif untuk membantu petugas kesehatan dalam memberikan imunisasi nOPV2.
 

Pada pelatihan imunisasi nOPV2 di Sumatera Utara, WHO mendemonstrasikan proses bisnis formulir perencanaan mikro. Sepanjang orientasi, WHO juga memberikan dukungan dalam merevisi perencanaan mikro di beberapa lokasi. Selain itu, staf WHO dikerahkan ke beberapa kabupaten/kota dan melakukan pelatihan langsung bagi petugas imunisasi di Puskesmas. Bantuan awal ini bertujuan membekali petugas kesehatan dengan data yang diperlukan, memfasilitasi upaya mereka dalam melaksanakan perencanaan mikro.

  • Meningkatkan kesadaran masyarakat dan asistensi untuk pelaporan melalui ASIK 
Sebelum kampanye dilaksanakan, Kemenkes, WHO, UNICEF dan UNDP mengembangkan materi pelatihan orientasi tenaga kesehatan di Aceh, Sumatra Utara, dan Jawa Barat, termasuk pencatatan dan pelaporan. Tenaga kesehatan sangat dianjurkan menggunakan piranti pencatatan imunisasi elektronik, yang disebut Aplikasi Sehat IndonesiaKu (ASIK), untuk mencatat imunisasi, sedangkan laporan manual disimpan sebagai cadangan.

Sebelum penerapan sub-PIN, WHO bekerja sama dengan mitra lain melakukan kegiatan peningkatan kesadaran untuk meningkatkan penerimaan terhadap imunisasi polio. Hal ini sangat penting karena imunisasi nOPV2 bukan merupakan bagian dari jadwal imunisasi rutin, dan terdapat kekhawatiran orang tua mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi. Maka, mungkin ada keraguan dalam menerima imunisasi.

Hingga Juni 2023, total 12.416.088 dosis nOPV2 telah diberikan selama sub-PIN polio di provinsi-provinsi tersebut. Sub-PIN sukses mencapai tingkat cakupan lebih dari 95% pada putaran pertama, dengan tingkat cakupan spesifik masing-masing sebesar 96,9%, 96,1%, dan 96,2% di Aceh, Sumatra Utara, dan Jawa Barat. Pada putaran kedua, cakupan masih tetap tinggi, melebihi 90%, dengan tingkat cakupan masing-masing sebesar 94,7%, 94,8%, dan 92,3% di Aceh, Sumatra Utara, dan Jawa Barat. Namun, ASIK menunjukkan adanya kesenjangan sebesar 27,4% antara laporan manual dan ASIK. Hal ini menggarisbawahi pentingnya memprioritaskan perbaikan dalam pelaporan yang akurat kepada ASIK.

  •  Pemantauan dan evaluasi 
Personil lapangan WHO membantu pemantauan sub-PIN nOPV2 di provinsi-provinsi tersebut. WHO melacak cakupan imunisasi, memberikan tindakan perbaikan, dan mendiskusikan masukan tersebut dengan dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan kota. WHO juga membantu Kemenkes mengembangkan alat pengawasan, tersedia di https://link.kemkes.go.id/SupervisiORIKLB, divisualisasikan melalui dashboard internal daring, untuk memfasilitasi pengawasan dan tindakan tindak lanjut.

Mekanisme pemantauan dan umpan balik harian sangat penting untuk mengatasi hambatan dan poin tindakan, serta memastikan pelaporan data yang tepat waktu dan akurat. Upaya ini bertujuan menjangkau seluruh anak sasaran imunisasi. WHO memberikan dukungan selama proses pemantauan, termasuk logistik, pemberian imunisasi, dan investigasi terhadap mereka yang memilih tidak menerima imunisasi. Proses-proses ini membantu kabupaten dan desa dengan cakupan rendah untuk meningkatkan strategi peluncurannya.

Upaya ini bertujuan mengevaluasi data cakupan sub-PIN dengan cepat melalui penggunaan alat penilaian cepat. Alat ini berfungsi untuk memverifikasi cakupan sub-PIN yang dilaporkan, mengidentifikasi target yang hilang, dan mengungkap alasan tidak dilakukannya vaksinasi, serta menangani aspek penting lainnya seperti sumber informasi untuk kampanye imunisasi. Pemantauan sub-PIN polio dan pemberian umpan balik sangat penting untuk mengatasi kendala yang terjadi, serta memastikan ketepatan waktu, kelengkapan, dan keakuratan pelaporan data.
Menyadari KLB ini belum sepenuhnya dapat diatasi, upaya kolaboratif dan terpadu sangat diperlukan untuk meningkatkan respons terhadap KLB polio. Hal ini membawa dampak positif pada cakupan imunisasi, yang merupakan indikator kunci keberhasilan dalam membendung KLB ini. Adalah penting bagi Indonesia untuk tetap waspada dan bersiap menghadapi potensi KLB mendatang.

Kegiatan ini didukung Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID.
Ditulis oleh Olivi Silalahi, NPO routine immunization; Mindo Nainggolan, National polio coordinator; dan Endang Sri Utami, Immunization data assistant; WHO Indonesia