WHO/Meuthika Noor Fitriyana
Anas, petugas imunisasi Puskesmas Banua Badang, bersama kader kesehatan memberikan imunisasi pentavalen (DPT-HB-Hib) di tengah Kejadian Luar Biasa pertusis di Kabupaten Tapin.
© Credits

Menghadapi Tantangan Baru: Melawan Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi di Kalimantan

14 December 2023
Highlights
Reading time:
Setelah melalui tantangan-tantangan pandemi COVID-19, tenaga kesehatan di Kalimantan menghadapi hambatan baru: meningkatnya kejadian penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Kejadian luar biasa (KLB) di berbagai kabupaten/kota menyoroti pentingnya penguatan kegiatan imunisasi rutin dan imunisasi kejar sembari merespons dengan cepat KLB yang sedang terjadi.

Cakupan imunisasi di beberapa kabupaten/kota pada periode 2021–2022 lebih rendah dari umumnya, khususnya di Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan, Kabupaten Kutai Barat di Kalimantan Timur, Kabupaten Nunukan di Kalimantan Utara, dan Kota Singkawang di Kalimantan Barat. Hal ini menimbulkan KLB difteri, pertusis, dan campak di sejumlah desa di kabupaten/kota tersebut pada tahun 2022–2023. Di daerah-daerah ini, WHO bersama dengan dinas kesehatan (dinkes) provinsi maupun kabupaten/kota serta puskesmas bersama-sama berupaya mengelola dan merespons KLB ini.

Salah satu upaya kolaboratif dijalankan di Puskesmas Banua Padang, Kabupaten Tapin dalam bentuk pendekatan sistematis respons KLB pertusis dengan penilaian cepat rapid convenience assessment (RCA). Pada 5 Desember 2022, RCA dimulai di Desa Rantau Bujur, Kabupaten Tapin, dengan berfokus pada cakupan vaksin pentavalen pada anak-anak balita. Sepuluh anak yang tidak diimunisasi ditemukan dan segera diimunisasi. Tim juga mengunjungi keluarga-keluarga terdampak untuk memantau kontak erat. Mereka berkolaborasi dengan dokter anak setempat untuk melakukan identifikasi kasus yang menyeluruh dan memperoleh informasi lebih mendalam. Pada 5 Juni 2023, kunjungan lapangan untuk tatalaksana kasus PD3I juga dijalankan, kali ini terkait kasus difteri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dengan menekankan tatalaksana kasus secara proaktif, tim berkoordinasi dengan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan dan keluarga untuk memastikan respons yang memadai dan mempertahankan pemantauan yang teliti demi mencegah KLB-KLB di masa mendatang.

Di Kalimantan Timur, pada 12–14 Juni 2023, WHO bersama petugas kesehatan setempat menganalisis data epidemiologi dan mengidentifikasi daerah-daerah dengan cakupan imunisasi  rendah dan jumlah anak  tidak/belum diimunisasi yang tinggi. Tim ini menjalankan langkah-langkah untuk memperkuat sensitivitas surveilans dan memulai layanan penjangkauan untuk menangkal potensi penyebaran penyakit. Salah satu pengamatan penting dalam misi ini adalah rendahnya cakupan imunisasi pentavalen lanjutan (booster) di daerah-daerah seperti Kabupaten Kutai Barat, yang memungkinkan penyebaran penyakit pertusis. Untuk mengatasi hal ini, tim memulai layanan penjangkauan dengan didukung prosedur pengelolaan vaksin yang efisien, termasuk penggunaan penanda di lemari pendingin dan memastikan fasilitas penyimpanan vaksin yang berkualitas.

 

Reno Febrianson, petugas imunisasi Puskesmas Gunung Rampah, menjalankan imunisasi kejar sebagai respons KLB pertusis. Kredit: WHO/Kornelius Son

Menurut dr. Resvianur, Penanggung jawab Imunisasi Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, , “Dengan meningkatkan aspek-aspek ini, kita dapat mencegah penyebaran pertusis dan cukup bersiap menghadapi KLB-KLB PD3I di masa mendatang. Strategi kami untuk melacak defaulter menggunakan My Village, My Home dirancang untuk tujuan ini pada tahun mendatang.”

Sementara itu, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara melaporkan 53 kasus suspek campak dari Desember 2022 hingga Februari 2023. Respons imunisasi KLB dimulai pada Maret 2023, tetapi penerimaan masyarakat masih rendah karena kepercayaan terkait agama dan rasa takut orang tua terhadap efek samping imunisasi (kejadian ikutan pascaimunisasi). Untuk mengatasi hal ini, WHO dan Dinkes Kabupaten Nunukan melibatkan organisasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk memobilisasi masyarakat dan membuat video edukasi. PKK Nunukan menyiapkan naskah khusus untuk video edukasi di mana kepala PKK Nunukan Sri Kustarwati menjelaskan bahaya campak dan rubela, dan PKK Nunukan juga mendorong orang tua untuk membawa anak mereka untuk diimunisasi. Sri Kustarwati juga mengunjungi posyandu untuk berdiskusi dengan orang tua, dengan menekankan pentingnya melengkapi imunisasi anak sesegera mungkin. Langkah-langkah ini turut membantu meningkatkan cakupan ORI, dari 32% dari 4.027 anak di empat desa pada awal kampanye menjadi 63% pada akhir kampanye.

“Memikirkan dampak yang berkelanjutan merupakan bagian tanggung jawab kita sebagai orang tua. Memberikan imunisasi merupakan investasi terbaik yang dapat kita sediakan untuk masa depan anak-anak kita. Biarkan mereka bertumbuh dan menjalani hidup penuh potensi untuk Kabupaten Nunukan,” ujar Sri Kustarwati kepada para orang tua saat mengunjungi posyandu.

Kepala PKK Nunukan mengunjungi posyandu dalam pelaksanaan respons imunisasi KLB, mengambil kesempatan membagikan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya imunisasi, dan menyemangati anak-anak yang takut diimunisasi. Kredit: Dinkes Kabupaten Nunukan/Yunita

Di Kota Singkawang, keberagaman etnis menimbulkan tantangan dalam mencapai sasaran cakupan imunisasi. Dalam rapat koordinasi WHO dengan dinkes kota, hambatan bahasa diidentifikasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Singkawang hanya melaporkan cakupan 42% dari 13.791 anak selama Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) 2021. Untuk mengatasi tantangan ini, dinkes kota menyusun materi edukasi tidak hanya dalam bahasa Indonesia tetapi juga bahasa-bahasa dan dialek-dialek setempat seperti bahasa Hakka (disebut juga dialek Khek), bahasa Madura, bahasa Dayak, dan bahasa Melayu. Materi-materi ini telah digunakan dan dipromosikan dalam pertemuan-pertemuan lintas sektor dan masyarakat, membantu Singkawang mencatat cakupan 84,1% pada BIAS 2022 dari sasaran kampanye sebanyak 14.098 anak.

Salah satu sesi kampanye imunisasi untuk menyasar murid-murid sekolah di Kota Singkawang,dengan menggunakan poster dalam berbagai bahasa yang disusun oleh Dinkes Kota Singkawang. Kredit: WHO/Dedy Purwito

Melawan PD3I merupakan tindakan yang sangat mendesak. KLB PD3I tidak hanya menimbulkan ancaman kesehatan langsung melainkan juga menunjukkan kemungkinan kelemahan-kelemahan sistemik. Upaya mengatasi tantangan-tantangan ini secara proaktif akan turut membangun fondasi sistem kesehatan yang tangguh – sistem yang dapat mencegah penyakit serta merespons KLB dengan cepat. Dengan demikian, jalan menuju masa depan di mana krisis-krisis kesehatan masyarakat seperti pandemi baru-baru ini dapat ditangani lebih baik menjadi lebih jelas, sehingga melindungi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya, strategi pelacakan defaulter dengan My Village, My Home akan dilanjutkan pada tahun 2024 dengan penekanan pencegahan dini. Selain itu, ada rencana untuk semakin memperkuat kolaborasi dengan organisasi-organisasi, melibatkan lebih banyak komunitas setempat, dan membuat materi edukasi yang disesuaikan, sehingga memastikan bahwa kemajuan yang telah dicetak dapat dipertahankan dan diperluas.
Kegiatan ini dapat dijalankan dengan dukungan besar Pemerintah Australia dan Pemerintah Amerika Serikat.
Ditulis oleh personel WHO Indonesia berikut:
Meuthika Noor Fitriyana, Kornelius Son, I Gede Bayu Eka Putra Wibowo, dan Dedy Purwito, Vaccination Technical Officers, dan Olivi Silalahi, National Professional Officer for Routine Immunization