Meningkatkan kolaborasi multisektor untuk penanggulangan rabies dengan pendekatan One Health di Bali

16 July 2023
Highlights
Reading time:

Rabies adalah penyakit virus yang menyerang sistem saraf pusat dan hampir 100% berakibat fatal begitu gejala klinis muncul.  Untuk mengatasi tantangan ini secara global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH), dan Aliansi Global untuk Pengendalian Rabies (GARC) telah mengembangkan rencana strategis global untuk mengakhiri kematian manusia yang disebabkan oleh rabies yang ditularkan oleh anjing pada tahun 2030, yang dikenal dengan istilah "Zero by 30".

Sambutan pembukaan pada lokakarya  provinsi untuk rabies di Bali, 12-15 April 2023 (Kredit: WHO/Endang Wulandari)

Endemik di 26 dari 38 provinsi di Indonesia, termasuk Bali, rabies menimbulkan tantangan besar. Sebagai respon terhadap hal ini, Bali telah mendirikan 103 pusat rabies, menyimpan stok vaksin anti-rabies (VAR) dan serum (SAR) Dalam jumlah yang  cukup, memberdayakan masyarakat, dan pada 2022, menggelar lokakarya dengan tema “Pendekatan Bertahap Eliminasi Rabies (SARE)”. Meskipun dengan upaya tersebut, masih terdapat kekurangan, mulai dari penerapan Peraturan Pemerintah Provinsi No. 15 tahun 2009, hingga peningkatan kampanye vaksinasi anjing dan penguatan kolaborasi lintas sektor dalam pengendalian rabies.

"Untuk penanggulangan  kasus rabies pada manusia  yang efektif di Bali, kita harus fokus pada estimasi populasi anjing yang akurat, penyediaan vaksin rabies untuk anjing, pendanaan untuk operasional, penyediaan stok vaksin (VAR) dan serum anti-rabies (SAR) untuk manusia, pengendalian populasi anjing dengan mengurangi jumlah anjing liar dan menyediakan tempat penampungan, serta mendirikan Pusat Penanganan Rabies dan melakukan komunikasi risiko," demikian sambutan yang disampaikan oleh Dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pengendalian Penyakit Menular di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Presentasi kelompok pleno pada sesi identifikasi kegiatan kolaboratif dari penilaian aktivitas SARE yang tertunda (Kredit: WHO/Endang Wulandari)

Lokakarya Rabies  tingkat provinsi di Bali ini melibatkan 50 peserta dari berbagai sektor, bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Lokakarya ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi  antara lain sektor kesehatan manusia dan hewan dalam perjuangan melawan rabies. Dalam lokakarya tersebut, peserta menilai situasi, mengidentifikasi permasalahan dan praktik terbaik, dan merumuskan rencana untuk meningkatkan kolaborasi. Strategi bersama ini memberi prioritas pada koordinasi, komunikasi, pembagian sumber daya, implementasi peraturan daerah, dan pengawasan.

Rencana kerja bersama untuk pencegahan dan pengendalian rabies merinci beberapa langkah prioritas: membentuk tim koordinasi, mengamankan pendanaan darurat untuk pengendalian rabies, meningkatkan komunikasi risiko melalui media sosial dan siniar, merancang materi komunikasi risiko yang efektif, melaksanakan 'Pelatihan untuk Pelatih' untuk komunikasi risiko yang lebih baik, mempercepat vaksinasi hewan yang digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies, menerapkan kearifan lokal, dan meningkatkan surveilan dan manajemen kasus untuk hewan yang terkena rabies.




Pengembangan kegiatan kolaboratif prioritas selama lokakarya penghubung provinsi untuk rabies, 12-15 April 2023, Bali (Kredit: WHO/Endang Wulandari)

I Wayan Pujana, SKM, MPH, dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menekankan "Dalam lokakarya ini, kami mengacu pada dokumen-dokumen dan hasil dari lokakarya rabies sebelumnya untuk meningkatkan upaya kami saat ini. Hasilnya akan memperkuat upaya kami untuk mengeliminasi kasus rabies pada  manusia yang ditularkan oleh anjing pada tahun 2030."

Pemangku kepentingan siap melaksanakan rencana kerja yang disepakati untuk kegiatan kolaboratif prioritas pengendalian rabies, menyusul lokakarya penghubung provinsi mengenai rabies di Bali. Selain itu, partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam pengendalian rabies tetap menjadi hal penting dalam mengatasi masalah ini. Pemerintah Australia, bekerja sama dengan WHO, mendukung upaya ini dengan membantu Kementerian Kesehatan dalam mendapatkan vaksin dan serum rabies untuk manusia di provinsi berisiko tinggi seperti Bali. Mereka juga mendukung adopsi profilaksis pasca-paparan rabies intradermal, sebuah metode yang dipromosikan oleh WHO.


Kerja WHO dalam penanggulangan rabies didukung oleh DFAT, Friedrich-Loeffler-Institut (FLI), GARC, SEEG, dan USAID.
Artikel ini ditulis oleh Dr. Endang Widuri Wulandari, National Professional Officer untuk Epidemiologi.