Di kota perbatasan yang ramai, Jayapura, Provinsi Papua, dr. Samuel J. Kambuaya dan timnya di Puskesmas Skouw berjibaku dalam perjuangan melawan polio. Upaya mereka tidak hanya melindungi anak-anak Indonesia, tetapi juga memperluas perisai kekebalan ke anak-anak di negara tetangga Papua Nugini (PNG).
Pentingnya misi mereka sangatlah jelas. Dengan tingkat imunisasi polio lengkap di Provinsi Papua yang hanya mencapai 44,42% pada 2023, mencapai target cakupan 95% untuk anak-anak usia 0-7 tahun tampak menantang. Kejadian luar biasa (KLB) polio baru-baru ini di provinsi-provinsi tetangga di Tanah Papua telah memicu kewaspadaan di Indonesia dan PNG. Dengan bantuan WHO, tim Dr. Samuel bangkit menghadapi tantangan ini, menerapkan strategi inovatif yang memiliki dampak luas.
"Dulu kami menunggu orang datang ke Puskesmas," ucap dr. Samuel. "Tapi banyak keluarga kesulitan dengan biaya transportasi. Sekarang, dengan bantuan WHO, kami aktif masuk ke desa-desa. Cakupan imunisasi kami menunjukkan pertumbuhan yang signifikan setelahnya."

dr. Samuel J. Kambuaya dan Ners Biuti Mawar Sari memeriksa absen murid saat mempersiapkan pemberian imunisasi polio di Kampung Skouw, Kota Jayapura, Papua. Kredit: WHO/Rosa Panggabean
Pada 27 Mei 2024, hanya 46 anak telah diimunisasi, yakni 13% dari 347 anak yang seharusnya menerima perlindungan ini dari tim Puskesmas Skouw dalam putaran pertama Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio 2024. Dukungan dari WHO membantu Puskesmas mengimunisasi 442 anak pada akhir kampanye pada 21 Juni 2024, jauh di atas cakupan yang ditargetkan.
Tim Puskesmas melakukan pekerjaannya di area-area kunci sekitar Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw RI-PNG. Rata-rata 100 orang melewati pos perbatasan setiap hari, dan jumlahnya meningkat menjadi sekitar 1000 orang setiap Sabtu yang merupakan hari pasar. Lokasi-lokasi tempat masyarakat ada di kedua sisi perbatasan negara tersebut menjadi fokus upaya imunisasi tim.
"Kami menyadari banyak keluarga di daerah kami memiliki kerabat di kedua sisi perbatasan," kata dr. Samuel. "Anak-anak sering melintasi batas bolak-balik dengan orang tua mereka. Dengan mengimunisasi populasi bergerak ini, kami tidak hanya melindungi anak-anak Indonesia, tetapi juga menciptakan penyangga kekebalan sampai ke PNG."
Bantuan WHO sangat penting dalam meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan untuk melaksanakan PIN polio dan mengatasi tantangan lintas batas. Ini memungkinkan tim dr. Samuel untuk mengimunisasi anak-anak yang mungkin sebelumnya tertinggal.

Sementara PIN polio berlanjut, dr. Samuel tetap berkomitmen pada visi kesehatan masyarakat yang lebih luas ini. "Setiap anak yang kami imunisasi di sini bisa mencegah wabah di sana," katanya, menunjuk ke arah perbatasan PNG. "Kami tidak hanya memerangi polio di Indonesia; kami berkontribusi pada upaya pemberantasan global."
Timnya siap untuk mengimunisasi anak-anak dari PNG jika mereka hadir di area Skouw, sesuai dengan pedoman imunisasi nasional. Pedoman tersebut mengatur bahwa semua anak yang ditemui selama kegiatan imunisasi berhak menerima imunisasi, terlepas dari negara asal mereka.
Di pojok dunia di mana perbatasan bersifat cair dan masyarakat saling terhubung, dr. Samuel dan tim imunisasinya membangun masa depan yang lebih sehat untuk anak-anak di kedua sisi perbatasan.
Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID.
Ditulis oleh Olivi Silalahi, National Professional Officer of Routine Immunization, WHO Indonesia.